Ketika melihat wawancara Husein Muhammad hari ini di KOMPAS Minggu (7 Mei 2005), saya jadi ingat perjalanan bersama beliau ke Buton Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Kami mengadakan perjalanan yang kami sebut dengan Da’wah Konservasi. Perjalanan tersebut sungguh mengesankan dan singkat. kami mengumpulkan jamaah di dua masjid di Wanci, Kaledupa, sebuah Kabupaten Baru yang semula merupakan Taman Nasional Wakatobi.
Keprihatinan saya pada kawasan ini adalah seluruh kawasan konservasi –memang didalamnya merupakan kecamatan dan banya penduduk—yang menjadi enclave, menjadi sebuah kabupaten baru. Artinya, kawasan konservasi yang mempunyai potensi besar untuk kesejahteraan, bila salah urus, akan mengakibatkan kesakan karena tekanan ekploitasi yang lebih intensif guna mangejar pendapatan daerah.
Pemboman ikan dan penangkapan ikan dengan menggunakan potassium cukup marak di kawasan ini, juga penggalian batu karang yang kemudian dibuat jembatan dan rumah sehingga bisa membendung pulau menjadi perkampungan. Penduduk muslim disini sangat responsip dengan da’wah Islam. . Mereka spontan datang ke masjid ketika diadakan pengumuman. Ki Husein memberikan kuliah dia masjid dalam satu malam Setelah shalat Magrib dan Isya. Salah satunya di Kampung Bajao.
Kunjungan singkat kami memang tidak akan banyak membawa makna tanpa ada tindak lanjut. Tetapi silaturahmi kami telah membawa bekal, dari Worksop para ulama tentang Fikih Lingkungan (Fiqh-al Biah) dan sosialiasi pentingnya ummat memelihara dan ramah terhadap lingkungan. Dunia Islam terlalu tertinggal dengan ajaran dan praktik ini.
Ki Husein berdialog tentang keprihatinannya terhadap penafsiran yang tekstual terhadap al-Quran dan kitab klasik. Oleh karena itu beliau menyambut baik kitab yang saya tulis tentang Konservasi Alam dalam Islam. Walaupun beliau mengkritik otoritas saya –yang bukan orang pesantren—bisa bisanya menulis tentang Islam. Saya katakan, sebagai muslim saya ingin beribadah dan perlu landasan spiritual dalam saya bekerja sebagai konservasionis. Adalah yang saya kerjakan ini mempunyai kekuatan dalam Islam.
Saya berhujjah, ini adalah permulaan dan harus dimulai, daripada tidak ada. Kini buku tersebut—saya dengar-- mendapatkan sambutan di berbagai fakultas Islam di tanah air. Termasuk Prof. Richard Foltz, yang sekarang secara intensif mengkaji tentang ajaran lingkungan (Islamic environmentalism) di dunia Islam. Saya berharap kajian itu bisa memancing kajian lanjutan peran Islam dalam menyelematkan alam dan lingkungan.
No comments:
Post a Comment