Saturday, October 11, 2008

Empati dan Dukacita untuk Keluarga Sulaiman

Innalillahi wainnailahi rajiun. Tidak ada yang kekal hidup di muka bumi semua pasti akan kembali kepada Yang Maha Kuasa. Jumat malam lalu saya bersama Dr Sugajito dan Dr Barita Manulang, mengunjungi keluarga H Sulaiman Sumantakusuma, untuk ta’jiah tujuh hari meninggalnya beliau. Meluncur ke jalan Menteng, Jakarta.

Saya melihat banyak sekali orang yang hadir di Jalan Cendana Menteng itu. Jalan Suwiryo sepanjang jalan dipenuhi mobil sampai ke seluruh trotoar. Kami agak keder memilih tempat, Pak Jito menyetir sambil bercerita, betapa Pak Sulaiman memang orang besar dan baik dan mempunyai rasa empati luar biasa untuk berhubungan dengan seseorang. Senang membantu dalam kesulitan, bahkan mendidik siapa saja sehingga menjadi mandiri. Pernah salah satu anak asuhnya yang tidak berkecukupan, kemudian dikursuskannya atau disekolehkannya. Salah satunya saya masih ingat, dia menganjurkan juga kursus untuk pembantunya sehingga bisa mandiri dengan mengambil kursus sederhana sebagai tukuang pijat. Pak Sulaiman juga tidak segan untuk tetap menjalin silaturahim, bahkan Barita bercerita tentang jalinan silaturahim yang hangat selalu beliau pelihara, sehingga beliau sendiri mengantarkan undangan ketika Aishah Nicole Sari, anak beliau menikah. “Ini amanah dari Ibu almarhum”, tutur beliau
Pertemuan terakhir saya dengan Pak Sulaiman adalah akhir tahun 2001, di rumah beliau di Pejaten, itu pun beliau masih menawarkan kalau ada kesulitan dalam kehidupan, supaya mengontak beliau. Beliau masih mempunyai rasa sosial yang luar biasa. Pantas saja derajatnya selalu terangkat sehingga banyak empati ketika orang ta’jiah banyak sekali yang hadir.

Pak Sulaiman adalah suami dari Nina Sulaiman yang juga telah berpulang 17 tahun silam. Nina Sulaimanlah yang banyak menghantar para mahasiswa Fakultas Biologi Unas seperti Barita Manullang, Sugarjito, Jatna Supriatna, Soeharto, Endang Sukara, Jaumat Dulhajah atau bang Jojo, Undang Abdul Halim, Dedi Darnaedy, dll ke station riset penelitian orangutan atas dana dari Belanda van Teienhovven, untuk penelitian primata di Tanjung Putting. Hampir saja Nina menjadi dekan di Fakultas Biologi, karena urusan sesungguhnya yang beliau emban sebagai dosen di Sastra Inggris Unas tetapi banyak kegiatan dan pelibatan aktifitas bergerak di Fakultas Biologi.

Sebelumnya, tentu orang kenal, Birute Galdikas juga dihantar oleh Nina Sulaiman. Birute menjadikan kedua orang ini menjadi ibu dan bapak angkat, sehingga saya masih ingat di Tanjung Putting ada nama orangutan yang ditabalkan oleh Birute sebagai nama: Sulaiman. Ada juga namanya Rini, (nama salah satu orangutan yang mengambil nama anak beliau Rini Sulaiman). Bagi kami orang konservasi, mendapatkan nama untuk ditabalkan pada nama orangutan adalah sebuah penghormatan dan sama sekali bukan pelecehan. Sama dengan trend orang dibarat yang memberi nama artis, seperti misalnya: Britney , Alpacino,Mariah, dll untuk anjing dan kucing mereka.

Semata-mata untuk mengenang atau memudahkan panggilan. Saya masih ingat, ada orangutan yang bernama Soegarjito, anaknya Siswoyo (orangutan betina). Soegajito lucu sekali, bila bemain di pinggir jembatan kalau kita mandi di Ujung Jembatan di TN Tanjung Putting, kupingnya yang kecil itu suka saya tarik dan jewer! (Pak Jito senang sekali dan tertawa ngakak, kalau saya cerita ini), sebab beliau waktu itu adalah dosen perilaku hewan di UNAS.

Nina Sulaiman, adalah keturunan Belanda yang mempunyai empati sosial luar biasa. Semua mahasiswa yang dekat dengan beliau dibantu, hingga saya pun, sebagai mahasiswa kampung yang kemudian diperkenalkan dengan berbekal sepucuk surat dari Birute Galdikas, menjadi ‘pasien’ beliau kalau terlambat membayar uang kuliah. Saya masih ingat ketika kiriman dari orang tua tidak datang, hampir saja tidak bisa ikut ujian di fakultas. Beliau menarik tangan saya ke bagian kasir pembayaran gajih dosen dan memberi kan seluru uang gajihnya untuk melunasi tagihan yang saya harus bayar. Sehingga saya tamat, dan menyelesaikan kuliah, saya menuliskan ucapan terima kasih di tesis yang saya tulis untuk keluarga ini.

Di pertemuan yang khusuk di ruangan ber AC dan dingin rumah yang indah itu, saya ketemu dengan Dr Idris Sulaiman yang rupanya terpanggil untuk berkarya di bidang pembangunan lingkungan dan upaya mitigasi terhadap perubahan iklim. Beliau menjadi CEO di Computers Off Autralia (www.computersoff.org , a green IT initiative yang memberikan sertifikasi pada kelayakan go green pada suatu lembaga. Tidak sempat banyak berdialog dengan beliau karena tamu begitu banyak. Upaya ini tentu saja sangat menarik, katanya Australia mempunyai pemerintahan yang telah berubah dan akan lebih banyak berhubungan dengan negara-negara tropis tetangganya dalam upaya menyelamatkan lingkungan.

Tabik!

No comments: