Thursday, July 31, 2008

Menghukum Para “Politikus” Perusak Lingkungan

Hari Kamis,24 Juli 2008, meluncur ke Parung, menuju sebuah institusi pendidikan yang dibangun oleh Dompet Duafa (DD) Republika. Disini saya memberikan kuliah untuk 100 mahasiswa yang rata-rata berada di semester pertama. Mereka adalah para mahasiswa berprestasi tetapi berkatagori duafa dan mendapatkan beasiswa kuliah di 11 perguruan tinggi negeri yang disebar di seluruh Indonesia.

Mereka meminta materi tentan global warming dan perubahan iklim yang sekarang tengah menjadi pembahasan di berbagai tempat dalam soal kasus lingkungan.
Sungguh mengesankan institusi pendidikan yang dikelola secara professional ini berdiri sejak 1999 dan sekarang tahun ke sepuluh, banyak menghasilkan langkah yang berarti dan secara swadaya dompet duafa telah membuktikan jika zakat dan infaq dikelola dengan baik, maka akan mempunyai dampak luar biasa.

Di kompleks sekolah ini ada masjid dan asrama, serta sekolah dari tk hingga SMA. Sedangkan para mahasiswa yang menjadi peserta kuliah global warming saya itu adalah mereka yang beruntung lolos seleksi beasiswa untuk perguruan tinggi negeri.
Sebagai masasiswa yang kritis, hampir 80% mengangkat tangannya secara berbarengan ketika sesi pertanyaan dibuka. Ini membuat saya suka, tersenyum dan sekaligus terharu, mereka antusias dengan pengetahuan yang baru dan sanggup berdialog secara kritis.

Salah satu pertanyaanya adalah: “Bagaimana menyikapi penyimpangan lingkungan di era democrazi seperti sekarang ini?” Jawaban saya adalah simple: Mereka membuat list partai dan anggota parlemen yang ternyata terbukti tidak mempunyai komitmen lingkungan bahkan melakukan penyelewengan seperti korupsi dan terlibat suap atas penggundulan hutan, lalu, mengingatkan pada public dan diri mereka sendiri agar “menghukum” partai dan orang-orang tersebut dengan tidak lagi memilihnya pada 2009. Itulah cara yang “paling lemah” dapat dilakukan yaitu menentukan kepemimpinan dan menunjuk pemimpin dengan komitmen perawatan alam dan lingkungan yang lebih baik.

No comments: