Sunday, September 28, 2008

Ekowisata, Belajar dari Costa Rica

Foto bareng di Javan Gibbon Centre, setelah mengunjungi owa jawa.

Upaya ekowisata di Indonesia, memang tampaknya belum dikelola secara professional. Terbukti dengan bayaran masuk ke Taman Nasional yang hanya 2,500 rupiah. Bandingkan dengan upaya negara berkembang lainnya dalam menjual paket Ekowisata. Untuk melihat monyet endemik Costa Rica, seorang turis harus membayar 120 USD perhari. Itu pun belum tentu bertemu, mereka menjelaskan seluk-beluk hutan tropis, memandu ekowisata sambil melihat jejak-jejaknya saja. Bahkan untuk menjelaskan feces binatang hutan yang dijumpai, pemandu wisatanya bisa menjelaskan berjam-jam mengenai seluk beluk apa yang dimangsa satwa tersebut dan tetek bengeknya.

Jangan heran, ketika tidak bertemu monyet, anda disuruh melihatnya di Kebun Binatang. Tapi kan orang pasti penasaran ingin melihat di alam aslinya. "Ok, kalau mau, anda harus membayar 120 USD lagi hari berikutnya," sayang setelah sore hari, baru terdengan suara dari satwa tersebut dari kejauhan. Untuk itu, anda harus datang lebih pagi dan membayar kembali--bila penasaran--dengan 120USD.

Bayangkan berapa turis harus membayar untuk melihat satwa langka saja. Padahal belum tentu berjumpa. Kalau menyerah, Anda tetap mendapatkan sertifikat penghargaan:

Si A telah menjelajah belantara Costarica, dan bertemu feces (bahasa kasarnya...maaf tai satwa....), dan telah berupaya berjumpa makhluk endemik Constarica.


Itulah yang diceritakan Jatna Supriatna, PhD dalam kuliah khususnya di Stasiun Penelitian Bodogol, untuk pembekalan Miss Indonesia Earth 2008.

Miss Earth khususnya Miss Ecotourism bisa mendorong agar promosi pariwisata di Indonesia menjadi lebih menjual dan menarik. Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia sangat 'sexy' dan tidak boleh 'dijual murah' untuk berjumpa mereka di alam, apalagi diputuskan dengan hanya memungut bayaran 2500 rupiah.

Lihat contoh misalnya Raja Ampat yang telah mampu memperoleh miliaran dengan menerapkan sistem tag bagi para penyelam dalam waktu sangat singkat. Dengan demikian masyarakat dapat merasakan langsung mereka mempunyai kekayaan yang bisa dijual hanya dengan hanya melihat saja.

Miss Earth di Bodogol
Dalam dua hari ini (Sabtu-Minggu, 27-28 September), memang saya disibukkan untuk berpartisipasi bersama teman-teman lain di CI Bodogol memfasilitasi Miss Indonesia Earth 2008. Memberikan mereka pembekalan dan pengenalan secara lebih dekat terhadap upaya konservasi alam. Mereka diperkenalkan rehabilitasi Owa Jawa, pemasangan kamera trap dan melihat satwa nocturnal dimalam hari. Yang sangat seru adalah pagi Minggu (28/9), kita menelusuri punggung gunung yang terjal berjalan sekitar 5 jam ke air Mancur Cisuren, yang mempunyai medan terjal luar biasa.

Miss Earth yang bisa hadir hanyalah Heidhy, Fitri dan Mentari, dua orang yang lain--sayangnya berhalangan hadir. Kegiatan ini diakhiri dengan penanaman pohon di pinggiran hutna TNGGP. Thanks to Anto Ario dengan teamnya yang luar biasa dan berdedikasi tinggi untuk pelestarian kawasan Gunung Gede Pangrango.

salam!

2 comments:

Anonymous said...

My greatest salute for Pak Rudi! You have an amazing blog...I enjoyed my time navigating through it and reading what you have to say :D

Thank you so much for the opportunity that CI has given to us to spend our weekend in Bedogol. We had so much fun and the experience is unforgettable! Not to mention the knowledge that we obtained.

THANK YOU.

Forever green,

Paramita Mentari K. P.
Miss Indonesia Earth - Water 2008

fachruddin mangunjaya said...

thanks Mentari, have a nice endeavour as Miss Earth Indonesia, save our water.

best,

Rudi