Monday, October 04, 2010

Bogor 1962

Satu lagi saya mendengar kesaksian bahwa suhu di beberapa tempat dan daerah memang telah nyata berubah. Kemarin (4/10) saya mengikuti kuliah Prof Hadi Alikodra yang telah tinggal selama lebih dari 40 tahun di Bogor. Beliau menceritakan bagaimana kondisi kota Bogor yang asri pada tahun 1960 hingga 1970an. "Kalau berangkat pagi harus pakai jaket," beliau menuturkan, "Itu saking dinginnya".

"Rumah di Bogor, kala itu tidak ada yang pakai AC".

Kuliah kami adalah Etika Moral Konservasi yang hanya diikuti oleh 4 orang. Tapi professor Hadi mengharapkan dari sini akan timbul inisiatif dan perubahan. Kami semua memang sambil tertawa ketir-ketir, membicarakan fenomena perubahan iklim di ruang kampus yang kecil dengan ruangan ber AC di Fakultas Kehutanan, Bogor. Kampus Fakultas kehutanan, memang penuh hutan-dibawah nenaungan pohon pohon hutan. Itulah asyiknya kuliah disini.

Tapi, ya tapi! sekarang panasnya bukan main, kalau memasuki ruangan kuliah, sekira jam 10-11, lorong memasuki koridor perkuliahan, mungkin karena pengaruh pohon diluarnya, lalu menjadi lembab. Hari ini memang berbeda, yang menurut Prof Hadi ada perubahan sekitar 4 derajad selsius dengan memukul tidak rata. Dulu --1962--suhu ruangan rata-rata 26-27, sekarang jadi 30-31 derajad selsius. Kesejukan di Bogor sudah musnah! Kondisi seperti ini, anda dapat rasakan kalau berada di Puncak Pas, pada hari ini.

Satu hal yang bertahan di bBogor, yaitu, ujan setiap hari. Jawab asal asalannya adalah karena kalau tidak hujan, maka siapa yang menyiram Kebun Raya Bogor?

Tapi tidak juga memang ternyata kontur Bogor yang tampas terjaga lembah Gunung Salak lah yang menyebabkan kota ini selalu hujan. Tapi sekitar Juni -Juli semester lalu, Bogor tidak hujan berminggu minggu, sehingga danau di tengah Kampus IPB menjadi setengah kering.

Duren Parung
Kelelawar atau kalong yang ada di Kebun Raya Bogor, tahun 70an setiap sore dan musim durian, akan terbang ke arah parung. Mereka terbang kesana untuk menyerbuk buah durian yang tinggi tinggi dan tumbuh lebat di kawasan Parung hingga Condet.

Anak cucu kelelawar itu, sekarang yang tinggal tersisa di Kebun Raya, tidak lagi bisa menikmati seperti kakek buyutnya, menikmati bunga durian berwarna putih yang mekar malam hari. Mereka berputar putar merebut nectar yang ada disekitar kebun raya saja. Tidak lagi jalan keluar kebun raya, karena pohon pohon besar di luar kebun raya telah musnah dan tak ada.

No comments: