Friday, October 17, 2008

Orang Udik ada di Oxford


Kapan Sungai Arut, Kumai atau Ciliwung bisa begini ya?






The Thames River




Ditcley Park dari ruang sayap kanan tempat saya menginap.

Mimpi jadi kenyataan. Inilah hari pertama suatu pagi di Oxford, diluar cuaca cerah sekali, walaupun, matahari mulai menyinari cerobong-cerobong asap rumah-rumah tua di Oxford. Putih awan mulai kelihatan, dan bayangan pagi terlukis lembut karana matahari tidak bersinar terik, sinar agak redup itu terlihat menyembunyikan banyangan cerobong menjadi semacam lukisan yang diarsir saja.

Hotel Victoria House tempat aku tinggal rupanya hotel kecil yang asri dan apik, penginapan dengan brand bertuliskan putih berwarna biru ini terletak di tengah kota. Jadi aku bisa gampang untuk melihat kehidupan di kota pelajar ini. Tidak banyak yang diterima di hotel ini, rupayanya mereka hanya memiliki 14 kamar saja. Bayarannya £85, untung saja Shita Puspitasari, mahasiswa PhD dan sekarang bekerja di Departemen Lingkungan di Oxford, secara sukarela membookingkan hotel saya dengan menjaminkan kartu kreditnya.

Tidak banyak warga negara Indonesia yang beruntung seperti Shinta, bisa bersekolah di luar negeri dengan beasiswa ’Chivening Award’. Di Oxford pun tidak banyak pula mereka yang sekolah cerita Shinta, hanya ada 11 orang dan tiga diantanya mahasiswa PhD. Saya pikir orang seperti Shinta harus menggunakan waktunya sebaik-baiknya kesempatan ini dan menimba ilmu lalu pulang ke negerinya dan ikut membangun negeri. Indonesia perlu orang pintar dan jujur lebih banyak. Dalam hitungan jari, negeri ini baru memiliki 6700 doktor menurut direktori doktor Indonesia (http://www.directoridoktor.net/), dibandingkan dengan penduduknya yang 283 juta jiwa sekarang, hanya berarti 0.00028 hampir tidak kelihatan dalam angka matematika dan bisa dianggap tidak ada!

Setelah bangun pagi dan beberapa kali tadi malam night mare, karena mesti beradaptasi, enam jam lebih lambat dari tanah air. Jadi waktu tidur saya seharusnya digunakan untuk bangun. Sedangkan waktu bangun digunakan untuk tidur, jam 3, bangun pagi---karena tidak bisa tidur lagi-- di Oxford, akus shalat tahajud. Kulihat, ini sama dengan jam 9 pagi di Indonesia, waktu aku sering mengejakan Shalat Dluha.
Pagi ini lari sebentar dari keluar hotel, pasang jaket kulit, celana blue jeans dan sarung tangan ala tukang ojek Indonesia—baju dan sarung tangan yang sama ketika dipakai naik motor menuju kantor-- jalan lurus tanpa peta ketemu Christ Church (http://www.chch.ox.ac.uk/) yang merupakan gereja tua dengan tanah yang luas, merupakan salah satu college dari 40 Institusi perguruan tinggi yang ada adi Oxford University. Gereja ini didirikan oleh Raja…. Pada abad 15, ditengah turbulensi kejayaan kerajaan Inggris. Tidak sempat masuk, karena masih harus bayar £4,9 untuk yang dewasa dan £ 3 untuk anak-anak atau £9 untuk yang membawa rombongan. Enggak keburu juga.

Setelah itu saya lari ke ujung jalan, melihat Sungai Thames yang terkenal itu, saya menukik kekiri masuk di pintu gergam Head of River sebelum menuju jembatan penyebrangan Folly Bridge. Subhanallah! Inilah bukti mimpi saya saat masih SMP. Waktu itu saya menceritakan pada ayah, bahwa, saya akan pergi melihat negeri Britania Raya (Inggris) dan melihat Jembatan Sungai Thames ini. Bayangan mimpi itu masih saya simpan setelah hampir 30 tahun, di usia saya yang mendekat 44 tahun inilah mimpi itu rupanya diwujudkan oleh Tuhan. Ini bukan mimpi cita-cita ala Laskar Pelangi, tapi mimpi benar!

Di bagian kiri, sebelah jalan Abingdon Road --sebelum menaiki jembatan---inilah ada restoran pinggir kali beruliskan kapital berwarna emas Head of River yang kursinya mejanya masih kosong, kelihatannya restoran ini belum buka karena terlalu pagi, atau hanya dipakai sore hari, entahlah. Seperti orang sinting—saking udiknya--saya memotret dua dari berbagai arah jembatan sungai bersih ini. Sesekali memencet pemutar otomatis untuk menjebak diri ala camera trap. Saya melihat di tengah kota ada perahu bersusun-susun, mungkin itu untuk disewakan dengan sungai yang tidak ada sampah satu pun, walaupun ada rumah di pinggir kali. Sungai ini telah terawat ratusan tahun, sangat sulit menjumpai kawasan semacam ini di Jakarta.

Mereka sebenarnya menggunakan bantaran kali sebagai tempat yang paling indah dilihat, bukan pembuangan sampah seperti di Jakarta. Aku melihat masih ada hutan sedikit dipinggir kalinya dan menyaksikan bebek beriringan berenang. Aku membayangkan, jika di Jakarta atau daerah lainnya semacam Sungai Martapura yang sehari-hari dipakai untuk kehidupan atau Sungai Arut dan Sungai sampit yang bersih, bukan menjadi TPA penduduknya. Kehidupan akan lebih menyenangkan. Syaratnya, tidak ada orang yang miskin dan bodoh!

Kemiskinan dan kebodohanlah yang menyebabkan—saya kira—penduduk kita tidak mempunyai empati pada lingkungan apalagi masa depan anak cucu.

Dichley Park
Rupanya cek out hotel diharuskan jam 11, hotel sempit ini tidak sepi peminat, selalu penuh. Ketika koper dikeluarkan petugas pembersih kamar langsumg membersihkan kamar. Untung saja saya buru-buru kurang seperempat jam dari jam 12.00 petugas hotel mengingatkan saya harus memindah barang-barang. Tepat pukul 12 satu menit, petugas dari Dicthley park sudah menjemput saya dengan mercedes van yang khusus dikelola oleh The Dictcley Foundation. Jarak tempuh 20 menit tidak terasa karena menikmati pemandangan rumah-rumah ala eropa yang tertata dan asli.

Rumah-rumah batu yang saya lewati sepanjang menuju dictley yaitu ke arah utara menunju Woodstock city, masih berwana putih atau bata merah dan hitam dan massif bisa bertahan mungkin ratusan tahun. Cuaca di kawasan temperate memang tidak seperti di negara tropis yang banyak rayap dan cenderung berdebu karena panas dan melapukkan jendela dan kayu disaat musim bergantian ekstrim.

Saya tidak melihat ada bangunan-bangunan baru yang sedang direhab seperti halnya rumah di Jakarta. Beda sekali kalau saya lewat di perumahan elit dan kelas menengah, di Ibukota, mereka saat ini merubah bagian depan mereka yang tadinya trend 80 dan 90an dengan gaya spayol, lalu dirubah menjadi arsitek minimalis, modern. Bukankah itu ongkos mubajie yang dibuang setiap 20 tahun?

Dicthley Park rupannya sebuah Mansion House, rumah ningrat Inggris yang sengaja dibangun tahu 58 oleh Sir David Wills, untuk tempat perundingan dan pertemuan penting para elit para ilmuwan kelas dunia dan pengambil kebijakan untuk derdiskusi dan berkonferensi memperdebatkan persoalan dari mulai politik, sosial, agama hingga budaya misalnya: the politic of identity and relitiond: must culture clash?

Atau tentang The Future of the United Nation yang diadakan pada 22-24 June, sedangkan sekarang 17-19 October, adalah tentang Islam and Environment: Kali ini lingkungan dan Islam merupakan salah satu topik penting di Inggris, sehingga perhatian dicurahkan juga untuk fenomena lingkungan terutama di Dunia Islam. Ada sekitar 35 orang yang hadir disini rata-rata bergelar PhD dan guru besar.

Dari Indonesia, sayang sekali hanya saya yang diundang, entah mengapa sebabnya (to be honest!), duta besar RI di UK juga diundang, tapi diwakili oleh Mas Herry Sudrajat bagian penerangan, KBRI.
Di ruang perpustakaan, ala Hari Potter ini, berdiskusilah para elit itu, sembil melihat perpustakaan dengan buku dan raknya yang mejulang kelangit. Dr. Farhan Nizami Direktur OCIS mengemukakan diskusi ini memang tertutup dan hanya menjadi catatan pribadi. Jadi saya tidak boleh menuliskan di blog ini, nanti temui saya saja langsung ya! Hehe. Udah ah.

Thursday, October 16, 2008

Oxford!


Ngantar Ibu Irma and Mira didampingi Shinta (paling kanan), ke Train Station Oxford


Didepan sebuth chapel Kampus Oxford University


Makan Malam di Rentoran India, disambut teman Mahasiswa dan staff KBRI yang kebetulan di Oxford

Bus station di Hetrow menuju Oxford
Sambil kecepean, perjalanan 8 jam Dubai-London akhirnya tiba juga. Udara dingin menusuk kulit, ini menjelang musim Autum (musim gugur). Semua orang memakai jaket dan sweater tebal-tabel bersepatu tinggi, dan baju-baju panjang ala Eropa.

Dubai dan TKW Indonesia


Bandara Dubai

Tiba di Dubai perjalanan Sembilan jam Jakarta Bubai, dengan waktu take off dari jakarta menjelang jam satu pagi, tanggal 16/10, berangkat. Tiba di dubai jam 6 pagi ditanggal yang sama, jam saya harus diputar mundur, karena mengulang satu hari.

Alasan saya ikut Emirate Airline, dengan harapan bisa melatih pendengaran bahasa Arab, agar bukan hanya mendengar pas lagi ada orang Azan atau mengaji saja, bisa mendengar bahasa Arab! Benar juga, di berbagai tempat di pesawat hingga duty free dari pesawat hingga petunjuk arah, semua dalam dua bahasa Inggris dan Arab. Ketika saya mau log ini ke blog, enggak bisa log in, karena salah pencet di bagian navigasi, gara-gara blog saya ternyata bahasa Arab semua!

Bagi saya ada yang menarik di Dubai karena ibukota Uni Emitat Arab ini merupakan salah satu negara kaya minyak dengan kemakmuran yang melimpah, pembangunan yang mereka lakukan dinegerinya tidak tanggung, memakai investor kelas dunia dengan arsitektur yang canggih. Sebab itu, saya melewati bandara ini, isamping itu penasaran ingin melihat Palm al Jumeriah, pembangunan Dubai yang menyedot perhatian banyak orang dan ahli lingkungan karena negeri teluk ini merekayasa kawasan elit mengakomodasi kemewahan dengan investasi milyaran dollar.

Al Jumerian merupakan salah satu kebanggaan Dubai dengan kompleks real estate terlengkap dari mall hingga lapangan golf berkelas dunia.

Pesawat Boeing 777-300, Emirat lebih nyaman dibanding penerbangan luar negeri yang pernah saya naiki, selain agak longgar—karena penumpangnya tidak penuh, fitur teknologi yang mereka miliki juga lumayan canggih. Personal video interaktif, hingga e-mail pribadi dan sms bisa dilakukan dari tempat duduk kita.

Pramugarinya berwajah Indonesia, tapi ternyata ketika saya tanya dia apakah dia orang Malaysia atau Indonesia, dia bilang orang Philipina. ”Banyak orang Indonesia, berbahasa Indonesia menyapa saya” katanya. Memang warga serumpun melayu, wajahnya masih mirip tetangga saya di Kalimantan.

Tapi pengalaman yang sama saya jumpai di Amerika, ketika orang Filipina yang bekerja di airport San Fransisco, mengejar-ngejar saya berbahasa tagalok, setelah bertemu, dia mendekati saya, dan menyanyakan:”Philipinos?” dia mengira saya orang Filipina. Benar juga kata Tom Friedman, dalam bukunya yang terbaru (Hot, Flat and Crowded, 2008) Indonesia masih belum mampu mengekspor tenaga kerja dengan skill, baru banyak memproduksi babu rumah tangga.

Mereka adalah TKI yang dijadikan pahlawan devisa oleh negara. Disebelah saya dalam perjalanan ke Dubai, duduk seorang wanita berkerudung, orang Indonesia, rupanya dia menjadi pembantu di Saudi Arabia, dalam perjalanan ke Jeddah. Perempuan Majalengka ini sudah dua tahun bekerja di Saudi Arabia, tapi masih belum bisa naik haji, karena jarak tempuh Makkah dengan tempatnya tinggal lebih kurang sepuluh jam perjalanan mobil. ”Saya insya Allah naik haji,” katanya berharap.

Dua tahun bekerja dia mendapatkan kesempatan cuti dua bulan dan bekerja mendapatkan gajih 800 real (Rp2jt). Dan karana gajihnya bersih, dan pulang pergi ditanggung majikan, dia lumayan dia bisa pulang uang sekitar Rp10.000 (Rp20juta) setahun. Kalau bisa berhemat, karena gajih bersih, TKW bisa membangun rumah dikampungnya. Kalau anda mau tahu, gajih sebesar itu juga sama dengan gajih pokok guru besar di Universitas Negeri. Seorang dosen sekarang ini, kalau tidak rajin, ngojek—istilahnya mengajar kesana kemari, tidak cukup hidup, apalagi untuk tinggal di Jakarta. Jadi pahlawan devisa ini sesungguhnya sudah senang sekali, walaupun dia harus meninggalkan dua orang anak dan suaminya yang masih kerja serabutan di kampung halaman.

Bila dilihat secara garis besar kurang beruntungnya bangsa kita karena satu sebab, tidak dipakainya bahasa Inggris sebagai bahasa resmi yang diakui (tertulis) oleh pemerintah. Penguasaan bahasa menjadikan bangsa sangat cepat tertranformasi dan beradaptasi dengan perubahan dan kemajuan. Di era globalisasi sekarang ini, bahasa inggris menjadi bahasa utama dunia. Dua bangsa di Asia tenggara, Malaysia dan Filipina menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris sejak di bangku SD dengan tidak meninggalkan bahasa nasional mereka. Jadilah mereka, setidaknya tamatan SMAnya bisa menjadi pramugari atau pekerja di Airport di Luar Negeri, atau minimal sopir.

Saya masih ingat ketika Sutan Takdir Alisyahbana menganjurkan bahasa Inggris sebagai bahasa utama di Indonesia. Padahal dia sendiri pengarang buku bahasa Indonesia. Tidak ada masalah... dunia ini semakin mengecil dan menyempit. Aksen inggris pun berkembang, coba anda dengar kalau orang India ngomong, whaa.. lidahnya kelipat lipat sambil goyang goyang, dengan aksen mereka.

Orang Malaysia semua ujungnya ditambah 'kah' dengan 'lah'. ” I can..lah, don’t worry lah...” toh bahasa Inggrisnya bisa dipahami. Karena lidah kita diciptakan Tuhan berbeda-beda, tidak mesti persis seperti orang England. Bahkan tiga bangsa Induk pengguna bahasa Inggris: US, UK dan Australia, semua aksen berbeda, sehingga anda bisa mengenal tuturan kata-kata mereka dari dialek yang mereka miliki. Yang penting standar penulisan saya kira pasti sama.
Udah ah jadi ngelantur!

Saturday, October 11, 2008

Empati dan Dukacita untuk Keluarga Sulaiman

Innalillahi wainnailahi rajiun. Tidak ada yang kekal hidup di muka bumi semua pasti akan kembali kepada Yang Maha Kuasa. Jumat malam lalu saya bersama Dr Sugajito dan Dr Barita Manulang, mengunjungi keluarga H Sulaiman Sumantakusuma, untuk ta’jiah tujuh hari meninggalnya beliau. Meluncur ke jalan Menteng, Jakarta.

Saya melihat banyak sekali orang yang hadir di Jalan Cendana Menteng itu. Jalan Suwiryo sepanjang jalan dipenuhi mobil sampai ke seluruh trotoar. Kami agak keder memilih tempat, Pak Jito menyetir sambil bercerita, betapa Pak Sulaiman memang orang besar dan baik dan mempunyai rasa empati luar biasa untuk berhubungan dengan seseorang. Senang membantu dalam kesulitan, bahkan mendidik siapa saja sehingga menjadi mandiri. Pernah salah satu anak asuhnya yang tidak berkecukupan, kemudian dikursuskannya atau disekolehkannya. Salah satunya saya masih ingat, dia menganjurkan juga kursus untuk pembantunya sehingga bisa mandiri dengan mengambil kursus sederhana sebagai tukuang pijat. Pak Sulaiman juga tidak segan untuk tetap menjalin silaturahim, bahkan Barita bercerita tentang jalinan silaturahim yang hangat selalu beliau pelihara, sehingga beliau sendiri mengantarkan undangan ketika Aishah Nicole Sari, anak beliau menikah. “Ini amanah dari Ibu almarhum”, tutur beliau
Pertemuan terakhir saya dengan Pak Sulaiman adalah akhir tahun 2001, di rumah beliau di Pejaten, itu pun beliau masih menawarkan kalau ada kesulitan dalam kehidupan, supaya mengontak beliau. Beliau masih mempunyai rasa sosial yang luar biasa. Pantas saja derajatnya selalu terangkat sehingga banyak empati ketika orang ta’jiah banyak sekali yang hadir.

Pak Sulaiman adalah suami dari Nina Sulaiman yang juga telah berpulang 17 tahun silam. Nina Sulaimanlah yang banyak menghantar para mahasiswa Fakultas Biologi Unas seperti Barita Manullang, Sugarjito, Jatna Supriatna, Soeharto, Endang Sukara, Jaumat Dulhajah atau bang Jojo, Undang Abdul Halim, Dedi Darnaedy, dll ke station riset penelitian orangutan atas dana dari Belanda van Teienhovven, untuk penelitian primata di Tanjung Putting. Hampir saja Nina menjadi dekan di Fakultas Biologi, karena urusan sesungguhnya yang beliau emban sebagai dosen di Sastra Inggris Unas tetapi banyak kegiatan dan pelibatan aktifitas bergerak di Fakultas Biologi.

Sebelumnya, tentu orang kenal, Birute Galdikas juga dihantar oleh Nina Sulaiman. Birute menjadikan kedua orang ini menjadi ibu dan bapak angkat, sehingga saya masih ingat di Tanjung Putting ada nama orangutan yang ditabalkan oleh Birute sebagai nama: Sulaiman. Ada juga namanya Rini, (nama salah satu orangutan yang mengambil nama anak beliau Rini Sulaiman). Bagi kami orang konservasi, mendapatkan nama untuk ditabalkan pada nama orangutan adalah sebuah penghormatan dan sama sekali bukan pelecehan. Sama dengan trend orang dibarat yang memberi nama artis, seperti misalnya: Britney , Alpacino,Mariah, dll untuk anjing dan kucing mereka.

Semata-mata untuk mengenang atau memudahkan panggilan. Saya masih ingat, ada orangutan yang bernama Soegarjito, anaknya Siswoyo (orangutan betina). Soegajito lucu sekali, bila bemain di pinggir jembatan kalau kita mandi di Ujung Jembatan di TN Tanjung Putting, kupingnya yang kecil itu suka saya tarik dan jewer! (Pak Jito senang sekali dan tertawa ngakak, kalau saya cerita ini), sebab beliau waktu itu adalah dosen perilaku hewan di UNAS.

Nina Sulaiman, adalah keturunan Belanda yang mempunyai empati sosial luar biasa. Semua mahasiswa yang dekat dengan beliau dibantu, hingga saya pun, sebagai mahasiswa kampung yang kemudian diperkenalkan dengan berbekal sepucuk surat dari Birute Galdikas, menjadi ‘pasien’ beliau kalau terlambat membayar uang kuliah. Saya masih ingat ketika kiriman dari orang tua tidak datang, hampir saja tidak bisa ikut ujian di fakultas. Beliau menarik tangan saya ke bagian kasir pembayaran gajih dosen dan memberi kan seluru uang gajihnya untuk melunasi tagihan yang saya harus bayar. Sehingga saya tamat, dan menyelesaikan kuliah, saya menuliskan ucapan terima kasih di tesis yang saya tulis untuk keluarga ini.

Di pertemuan yang khusuk di ruangan ber AC dan dingin rumah yang indah itu, saya ketemu dengan Dr Idris Sulaiman yang rupanya terpanggil untuk berkarya di bidang pembangunan lingkungan dan upaya mitigasi terhadap perubahan iklim. Beliau menjadi CEO di Computers Off Autralia (www.computersoff.org , a green IT initiative yang memberikan sertifikasi pada kelayakan go green pada suatu lembaga. Tidak sempat banyak berdialog dengan beliau karena tamu begitu banyak. Upaya ini tentu saja sangat menarik, katanya Australia mempunyai pemerintahan yang telah berubah dan akan lebih banyak berhubungan dengan negara-negara tropis tetangganya dalam upaya menyelamatkan lingkungan.

Tabik!

Wednesday, October 08, 2008

Laskar Pelangi, Mengingat Lagi Masa Kecil

Siapapun orang kampung seperti saya, kalau menonton Laskar Pelangi pasti akan terharu. Hari Sabtu (4/10), saya mengajak anak dan istri untuk mengisi liburan mereka dengan menyaksikan film fenomenal ini. Datang ke bioskopnya sih hari Jum'at, tapi udah kehabisan tiket, wah! Penontonnya membeludak, terpaksa beli sekarang nontonya besok.

Tapi inilah uniknya, memang aku tidak selesai membaca Novel Laskar Pelangi, lagi jenuh membaca karena harus membaca yang lain, maka nonton filmnya saja jadilah. Bagi saya, menonton laskar pelangi memang menjadi kenangan tahun 70an, dimana kita masih pakai sendal jepit atau nyeker (pakai telapak adam) ke sekolah. Menghitung pakai lidi.

SD saya tidak jauh beda dengan SD Muhammadiyah, tapi mungkin lebih beruntung karena masuk SD Negeri. Sebelum SDN 2 di Kumai, gedung itu malah meminjam tanah wakaf dari Pengurus Babussalam. Gedung sekolahnya sama, kayu. Ditambal sana sini, tapi kayu di Ulin di Kalimantan--waktu itu masih banyak. Maka sekolah itu dibuat seperti rumah panggung, bertiang tinggi sehingga kita bisa bermain dibawahnya. Dibawah sekolah yang berpasir itu, rasanya dingin. Ditanah pasir yang dingin itulah kami suka memancing undur-undur, dan mendengarkan dongeng teman-teman yang suka 'membual' gaya si Mahar itu. Dongeng yang aku paling suka kalau temanku Anang Odon bercerita tentang hantu gergasi. Wah rasanya seram sekali, pintar sekali dia bercerita. Seolah semuanya hidup dan sampai terbawa-bawa mimpi.

Pelepah pinang yang ditarik itu juga sering jadi permainan. Selain itu banyak permainan lain: beasinan, batewah, main balangan, songketan, gasing, layangan, wah banyak. Saya yakin anak sekarang pada enggak ngerti, karena orang tuanya sibuk menyuruh mereka kursus ini dan itu. Sebenarnya pelajaran di alam yang membuat kami berani dan bersemangat. Dengan lingkungan yang masih bersih dan alami permainan apa pun ada dan jadi tidak harus membeli.

Tanpa terasa air mata ku meleleh, istriku yang duduk disampingku pun demikian pula. Film ini sangat indah. Sejak aku melihat si Mahar dengan radionya yang tengil, airmataku tak terbendung, menangis sambil tertawa. This is the best film I ever seen. Biasanya kalau film apapun ditengah-tengahnya ada penyakit kambuhan aku: mengantuk! Biarpun film The Earth yang katanya terbaik untuk bidang lingkungan, penyakit ku tidak bisa sembuh, ditengah-tengah mengantuk...di akhir film istriku meledek: "Baru sekarang aku lihat kamu menangis" katanya. Pasalnya memang yang paling sering ku ledek adalah dia, setiap menonton sinetron sedikit saja langsung menangis. Kini gantian ya.

Jadi anak-anakku, lihatlah kami 30-40 tahun yang lalu dengan sekolah yang seadanya tetapi semuanya berhasil dengan memancang mimpi! Orang yang terdidik sekarang harus berefleksi dengan melihat film ini, betapa pendidikan itu penting tapi yang lebih penting lagi adalah semangat, ketulusan dan cinta pada anak-anak didik. Terima kasih Andrea Hirata, luar biasa! Anda bisa membangkitkan gairah baru pendidikan di negeri tercinta kita ini. Anda telah memberi pengaruh untuk anak-anak kita bermimpi dengan kejayaan Indonesia yang akan datang.

Sunday, September 28, 2008

Ekowisata, Belajar dari Costa Rica

Foto bareng di Javan Gibbon Centre, setelah mengunjungi owa jawa.

Upaya ekowisata di Indonesia, memang tampaknya belum dikelola secara professional. Terbukti dengan bayaran masuk ke Taman Nasional yang hanya 2,500 rupiah. Bandingkan dengan upaya negara berkembang lainnya dalam menjual paket Ekowisata. Untuk melihat monyet endemik Costa Rica, seorang turis harus membayar 120 USD perhari. Itu pun belum tentu bertemu, mereka menjelaskan seluk-beluk hutan tropis, memandu ekowisata sambil melihat jejak-jejaknya saja. Bahkan untuk menjelaskan feces binatang hutan yang dijumpai, pemandu wisatanya bisa menjelaskan berjam-jam mengenai seluk beluk apa yang dimangsa satwa tersebut dan tetek bengeknya.

Jangan heran, ketika tidak bertemu monyet, anda disuruh melihatnya di Kebun Binatang. Tapi kan orang pasti penasaran ingin melihat di alam aslinya. "Ok, kalau mau, anda harus membayar 120 USD lagi hari berikutnya," sayang setelah sore hari, baru terdengan suara dari satwa tersebut dari kejauhan. Untuk itu, anda harus datang lebih pagi dan membayar kembali--bila penasaran--dengan 120USD.

Bayangkan berapa turis harus membayar untuk melihat satwa langka saja. Padahal belum tentu berjumpa. Kalau menyerah, Anda tetap mendapatkan sertifikat penghargaan:

Si A telah menjelajah belantara Costarica, dan bertemu feces (bahasa kasarnya...maaf tai satwa....), dan telah berupaya berjumpa makhluk endemik Constarica.


Itulah yang diceritakan Jatna Supriatna, PhD dalam kuliah khususnya di Stasiun Penelitian Bodogol, untuk pembekalan Miss Indonesia Earth 2008.

Miss Earth khususnya Miss Ecotourism bisa mendorong agar promosi pariwisata di Indonesia menjadi lebih menjual dan menarik. Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia sangat 'sexy' dan tidak boleh 'dijual murah' untuk berjumpa mereka di alam, apalagi diputuskan dengan hanya memungut bayaran 2500 rupiah.

Lihat contoh misalnya Raja Ampat yang telah mampu memperoleh miliaran dengan menerapkan sistem tag bagi para penyelam dalam waktu sangat singkat. Dengan demikian masyarakat dapat merasakan langsung mereka mempunyai kekayaan yang bisa dijual hanya dengan hanya melihat saja.

Miss Earth di Bodogol
Dalam dua hari ini (Sabtu-Minggu, 27-28 September), memang saya disibukkan untuk berpartisipasi bersama teman-teman lain di CI Bodogol memfasilitasi Miss Indonesia Earth 2008. Memberikan mereka pembekalan dan pengenalan secara lebih dekat terhadap upaya konservasi alam. Mereka diperkenalkan rehabilitasi Owa Jawa, pemasangan kamera trap dan melihat satwa nocturnal dimalam hari. Yang sangat seru adalah pagi Minggu (28/9), kita menelusuri punggung gunung yang terjal berjalan sekitar 5 jam ke air Mancur Cisuren, yang mempunyai medan terjal luar biasa.

Miss Earth yang bisa hadir hanyalah Heidhy, Fitri dan Mentari, dua orang yang lain--sayangnya berhalangan hadir. Kegiatan ini diakhiri dengan penanaman pohon di pinggiran hutna TNGGP. Thanks to Anto Ario dengan teamnya yang luar biasa dan berdedikasi tinggi untuk pelestarian kawasan Gunung Gede Pangrango.

salam!

Tuesday, September 23, 2008

Green Ramadhan Angkatan I Masih Kurang Sempurna

Alhamdulillah, Green Ramadhan angkatan pertama berjalan dengan berhasil. Kurangnya hanya pada jumlah peserta yang diluar target dan minim. Ditargetkan 40 atau minimal 30 orang, yang menjadi peserta adalah 19 orang. Padahal dormitori di CICO harus dibayar minimum 30 orang. Semua pembicara memenuhi undangan dan sesuai dengan rancangan seperti: Tentang Shalat Tahajud bersama Dr Sudirman Abbas, penulis buku the Power of Tahajud, Husain Heriyanto, MHum tentang Kosmologi dan Islam, Fachruddin Mangunjaya: Al Qur'an, Ciptaan dan Konservasi, eksplorasi ayat-ayat al-Qur'an tentang konservasi dan kearifan lingkungan, dr. Ratna Nurhayati tentang Konsep diri dan Emosional; Fitrian Ardiansyah tentang Perubahan Iklim, Prof Hadi Alikodra tentang Persoalan Lingkungan dan Konservasi di Indonesia, dan Tib'un Nabawi (Pengobatan Cara Nabi) yang disampaikan oleh Ismanto, Master National Hipnotheraphi Indonesia.

Dilihat dari segi materi, saya menilai komposisi ini sungguh bagus. Sekali lagi peserta--setelah di evaluasi--dari segi beratnya materi akan diambil nantinya hanya yang berumur antara kelas 1 SMU hingga Perguruan Tinggi tingkat 1. Karena minimal sudah mengetahui basic science dan analisis.

Karena ini peserta bersubsidi--thanks to WWF board yang menyumbang peserta plus akomodasinya--maka tidak banyak waktu untuk memilih. Salah satu yang dipikirkan adalah bagaimana acara ini tidak berhenti disini, tetapi bisa menular pada kader yang lain. Nantinya mungkin dari SMA harus diambil aktifis Rohis atau OSIS yang mempunyai leadership, atau dari senat Mahasiswa, melihat mutu materi yang diberikan adalah relevan dengan tangkatan umur tersebut.

Bagaimanapun, semoga ini menjadi amaliah yang baik di bulan ramadhan ini, terutama untuk keperdulian lingkungan dan kontribusi merawat alam Indonesia !

Walhamdulillah...


Agenda Kegiatan
GREEN RAMADHAN


HARI I
(Sabtu, 20 September 2009)
Jam
Acara
Nara Sumber/PIC
09.00-10.00
Perkenalan, pembagian kamar dan tour the place.
Panitia
10.00-11.30 :
Pembukaan dan Sambutan oleh WWF Indonesia. Perkenalan
Prof Dr. Hadi S Alikodra
10.30-12.00
Perkenalan dan Istirahat
12.30-13.00
Shalat Juhur
13.30-15.30
Al Qur’an, Ciptaan dan Konservasi Eksplorasi tentang Kaitan Al-Qur’an Dengan sistem kehidupan dan Konservasi. I
Drs Fachruddin Mangunjaya, Msi
15.30-16.30
Istirahat (Shalat Ahshar) dan diskusi kelompok
Soni Razali dkk
16.30-17.30
Film Lingkungan
Rini, WWF, CI
17.30-19.00
Buka puasa, sholat maghrib
Imam sekaligus pembimbing
Dr. Ahmad Sudirman Abbas,MA
19.00-21.00
Sholat tarawih dan Materi Shalat Tahajjud (diskusi buku The Power of Tahajud).
Dr. Ahmad Sudirman Abbas,MA
21.00-22.00
Tuntunan Praktis Shalat dan Perbaikan Ritual Shalat (Tanya jawab).
Dr. Ahmad Sudirman Abbas,MA
HARI II
(Ahad, 21 September 2008)
03.00-03.30
Tahajud Berjamaah
Dr. Ahmad Sudirman Abbas,MA

Ust.Hasan & Ustdzah Santi
03.30-04.30
Makan sahur
Ust.Hasan & Ustdzah Santi
04.30-05.00
Persiapan sholat subuh dan Kuliah Tujuh Menit
Ust.Hasan & Ustdzah Santi
05.00-06.00
Permainan & Olah Raga
Soni Razali dkk
06.00-09.00
Istirahat dan persiapan mendapatkan materi berikutnya
09.00-10.30
Kosmologi: Pengenalan Islam terhadap penciptaan alam semesta.
Husain Heriyanto, Mhum
10.30-12.00
Konsep Diri dan Kecerdasan Emosional
Dr. Ratna Nurhayati
12.00-12.30
Shalat dzuhur
Ustz Oman
12.30-14.00
Kailulah (tidur siang)
14.00-15.30 :
Stadium Generale: Indonesia dan Perubahan Iklim
Fitrian Ardiansyah, WWF Indonesia
15.30-16.30
Al Qur’an, Ciptaan dan Konservasi Eksplorasi tentang Kaitan Al-Qur’an Dengan sistem kehidupan dan Konservasi. II (Presentasi)
Drs Fachruddin Mangunjaya, Msi
16.30-17.30
· Talk Show: Tib’un Nabawi bersama Drs Ismanto, Master Hypnotherapy Nasional
· Buka Puasa, Sholat, Maghrib
Moderator: Soni Razali
19.00-21.00
Tarawih berjamaah ceramah.
Ust.Hasan & Ustdzah Santi
21.00-23.00
Api unggun performance
Sony Rozali dkk

HARI III
(Senin, 22 September 2008)
23.00-03.00
Tidur
03.00-04.00
Tahajud berjamaah
Ust.Hasan & Ustdzah Santi
04.00-05.00
Sahur,sholat subuh
Ust.Hasan & Ustdzah Santi
05.00-06.00
Permainan
Sony Rozali dkk
06.00-09.00
Istirahat
09.00-10.30
Stadium Generale: Masalah Lingkungan di Indonesia.
Prof Dr. Hadi Alikodra
10.30-11.30
Komitmen Dan Muhasabah untuk Alam
Nana Firman & Diah Sulistiowati
11.30-12.30
Pesan kesan
Sony Rozali
12.30-13.30
Shalat dzuhur
Ust.Hasan & Ustdzah Santi
13.30-14.00
Persiapan pulang
Panitia
14.00 s/d selesai
Pulang

Wednesday, September 17, 2008

Kemusyrikan Dalam Konservasi

Salam,

Adopsi praktis konservasi modern memberikan apresiasi atas segala bentuk kultur dan tradisi positif dalam menghormati alam demi untuk kelestarian alam itu sendiri. Ada dilemma bagi seorang muslim yang memandang secara normative nilai-nilai Islam secara rigid—secara praktis, sebagai muslim yang baik—dengan ikut-ikutan mengakui dan mengapresiasi bentuk praktik konservasi yang dianggap masih primitive dan terkadang berbau ‘paganisme’ seperti misalnya: lahan keramat, hutan larangan dll yang didalamnya dilestarikan karena kepercayaan bahwa hutan tersebut mengandung nilai mistik dengan keyakinan akan kekuatan roh-roh jahat.

Ada kekhawatiran, bahwa hal ini akan membahayakan aqidah dan membuat seseorang Muslim—apabila mengapresiasi hal tersebut – akan menjadi syirik atau mempersekutukan Tuhan.

Bagaimana sikap seorang muslim?

Memang terkadang saya juga berpikir –dan merasa khawatir –bisa terjebak pada kerangka yang sama, mengadopsi saja nilai –nilai modern konservasi yang menghormati sacret sites, secara totalitas. Padahal sesungguhnya, keyakinan tersebut bukanlah dimiliki orang yang diluar dimana kawasan tersebut dianggap keramat, tetapi hanyalah sekelompok orang (masyarakat) yang mengakui dan percaya akan hal tersebut sehingga kawasan hutan, laut pantai dan sumberdaya yang ada disana terjaga secara utuh. Artinya, kita kan tidak ikut percaya, apalagi yakin.

Tetapi sebagai seorang saintis atau aktifis konservasi, tentu saja standar yang paling bermakna untuk memberikan apresiasi adalah nilai-nilai lain, secara intrinsic kawasan yang terjaga tersebut. Misalnya, ketika ada hutan yang masih utuh, tentu saja nilai penting ilmiah kawasan tersebut akan semakin tinggi, juga nilai keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Sehingga pengakuan seharusnya bukan pada keramat karena ‘mistisnya’ tetapi secara sains kawasan tersebut legitimate untuk diterima sebagai kawasan konservasi.

Jadi segala sesuatu harus menjunjung tinggi ‘ilmu’nya atau sains yang mempunyai nilai objective dan universal. Karena itulah saya kira Islam sangat mengajurkan bila ingin melakukan atau memutuskan sesuatu –jalan, aktifitas, kehendak dll—seyogyanya menggunakan ilmu:”Man aradhaddunya bil ilmi, waman aradhal akhirah, bil ilmi, waman aradhahuma faialaihi bil ilmi”.

Renungan ini menjadi jawaban yang saya sampaikan juga pada Forum Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Lauching Kelompok Studi Primata “Tarsius” di UIN Syarif Hidayatullah, Rabu 17, September. Seminar ini dihadiri sekitar 150an mahasiswa biologi dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta: UIN, UNAS, UNJ,UI dll, tentunya yang beragama Islam yang mempunyai interes keterkaitan Konsevasi dan Islam. Gairah mahasiswa untuk mengorgasisasi diri menjadi kelompok kajian akan banyak manfaatnya seperti halnya saya yang belajar banyak menulis karena adanya kelompok-kelompok mahasiswa yang mengorganisir diri sehinggi kita bisa belajar dari para senior maupun antar teman sendiri pada saat aktif di kemahasiswaan.

Alhamdulillahirabbil 'Alamin.

Thursday, September 11, 2008

Seleksi Eco Pesantren

Menjadi Juri Eco Pesantren, menuju Ever Green, Puncak. Membantu KNLH dengan Eco-Pesantren. Ada sepuluh orang yang hadir sesuai dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani Deputy Menteri KNLH: diataranya, Bambang Widiantoro, Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan KNLH,Dr. Dedi Djubaeri MA, Dr. Ahmad Sudirman Abbas, Wartim, Morasakti, Nuthayati, H. Mardhani Juhti Emi Mardiati, dan Heri Suprianto.

Secara keseluruhan hanya ada 17 pesantren yang lolos untuk tahap verifikasi dan ditetapkan nominasinya sesuai dengan kategori: Pengelolaan Sampah, Pemanfaatan lahan, Perpustakaan Lingkungan dan Sistem informasi lingkungan.

Ini merupakan tahap awal dari langkah jauh kedepan untuk melibatkan pesantren yang jumlahnya ada 15ribu di seantero negeri dan baru sekitar 450an yang mengikuti sosialisasi dalam cluster yang diadakan oleh KNLH.

Semoga saja ini menjadi amaliah yang baik di bulan Ramadhan.

Perkembangan pesantren dalam gerakan lingkungan bukan hal yang baru, tetapi upaya menularkan kebaikan ini pada pesantren pesantren yang masih belum ketularan bukan hal yang mudah. Masih banyak pesantren yang 'jorok' dan belum mengenal kebersihan lingkungan sama sekali.

Wednesday, September 03, 2008

Selamat Puasa Ramadhan...

Menjelang Ramadhan Senin (1/9), sms dan e-mail terus berdatangan. Isinya bukan soal bisnis, tapi ucapan-ucapan ramadhan selamat Menjalankan Ibadah Ramadhan. Bulan yang diajurkan untuk dicintai dan dimanfaatkan sepenuhnya sebagai bulan intimewa untuk beribadah, berbuat kebaikan yang mendapatkan ganjaran beribu kali lipat dan seterutnya. Anjuran meminta maaf memang disarankan sebagaimana hadist yang dikirim oleh rekan saya Asep Firman ini:

Do'a malaikat Jibril menjelang Ramadhan " "Ya Allah tolong abaikan puasa umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

* Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada)
* Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami isteri
* Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Maka Rasulullah pun mengatakan Amin sebanyak 3 kali. Dapatkah kita bayangkan, yang berdo'a adalah Malaikat dan yang meng-aminkan adalah Rasullullah dan para sahabat, dan dilakukan pada hari Jumaat.

(Saya belum mencek tentang hadits ini bagaimana statusnya, tetapi tentu meminta maaf dan membuka pintu maaf adalam merupakan suatu kebaikan).

Di sebuah e-mail Pesantren Virtual ada pertanyaan dan jawaban sebagai berikut:

Tanya Jawab (452) Meminta Maaf Menjelang Ramadhan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Ustad yg kami hormati , saya mau ebrtanya mengenai :

1. 'Adat' atau kebiasaan masa kini yg kerap saling meminta ma'af menjelang ramadhan, padahal Rasulullah tidak pernah mencontohkan yang demikian itu. Bukankah suatu amalan akan diterima jika " 2 I " ikhlas & ittiba' kepada Rasulullah, meskipun meminta ma'af suatu amal baik namun jika dilakukan pada momen tertentu dgn maksud sebagai ibadah, seakan kita menciptakan suatu syariat baru. Apakah itu kita tidak terjebak dalam bid'ah sedangkan semua ibadah dasarnya haram, kecuali diperintahkan dan bid'ah adalah sesat.

2. Adat saling meminta maaf & mengucapkan "minnal aidin wal faizin" setelah iedul fitri bagaimana hukumnya? saat ini hampir semua kalangan muslim melakukan hal itu, sedangkan rasulullah menyunnahkan kita saling mendo'akan "taqaballahu minna wa minkum" sudah hampir ditinggalkan, apakah karena dampak kita membiarkan suatu perbuatan bid'ah yang
menjamur shg dianggap suatu perbuatan ibadah? dan mengabaikan perbuatan sunnah yang memang dianjurkan Rasulullah, Utusan Alloh ? mohon segera untuk jawabannya , Jazakumullah khairan katsiraan

Abdul Majid

Jawab (Abdul Ghofur Maimoen):

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

[1] Nabi Muhammad SAW. mengatakan: "Barang siapa menciptakan di dalam Islam suatu kebiasaan yang bagus [sunnah hasanah], kemudian diamalkan sesudahnya, maka ia akan mendapatkan seperti pahalanya orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka ini. Dan barang siapa menciptakan kebiasaan buruk [sunnah sayiah],
kemudian diamalkan sesudahnya, maka ia akan mendapatkan seperti dosanya orang-orang yangmengamalkannya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka ini". HR. Imam Muslim.

Saling memaafkan dan saling berjabat tangan menjelang Ramadhan adalah termasuk kebiasaan bagus. Dalam bahasa Nabi seperti saya kutip di atas, kebiasaan ini adalah "sunnah hasanah".

[2] Kalimat "Minal 'Aidin Wal Faizin" adalah juga doa, seperti kalimat "Taqabbalal Laahu Minna Wa Minkum". Artinya semoga kita semua termasuk orang-orang yang kembali fitri seperti semula, dan termasuk orang-orang yang beruntung.

Doa, apapun kalimatnya dan dalam bahasa manapun, adalah amal baik. Tak ada larangan untuk menciptakan kalimat doa dari kita sendiri, asalkan kandungannya baik. Demikian, semoga membantu.



Macam-macam sms permintaan maaf, ada yang berupa humor, bersajak, serius dan ada yang sekedarnya, coba lihat sms di telpon saya ini:

Berbalas Pantun:

Saya tidak tahu teman yang baik ini siapa yang jelas dia memberikan tahniah dengan berbalas pantun:

”Batu kecubung dari kalimantan
Cantik disanding dengan berlian
Berhubung Senin Bulan Ramadhan
Salah dan Khilaf mohon dimaafkan”

Professor Djalal Tanjung, yang saya kenal di UGM memberikan ucapan selamat:
Taqabal Allah minna waminkum taqabbal ya karim. Mohon maaf atas segala khilaf dan salah semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah swt.

Sedangkan sahabat saya H. Kaspinoor dan keluarga mengucapkan demikian:
”Marhaban Ya Ramadhan. Ya Rabb, walaupun kami tidak saling menyapa dengan orang tua kami, saudara kami, sahabat kami, dan orang yang berjasa dengan kamipun tidak tahu apakah akan bertemu dengan ramadhan tahun deapn, karena itu sinarilah hati kami dan jadikan Ramadhan tahun ini bisa kami lalui dengan kemenangan di Akhirnya.

Hamdhani, Anggota DPD asal Kalimantan mengirim SMS:
”Sahabatku pls maafkan saya lahir bathin. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah swt dan mengokohkan perjuangan kita—”

Sedangkan Prof Tengku Muslim Ibrahim, yang saya hormati dari ujung Banda Aceh memberikan ucapan pula:
”Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga Allah menerima ibadah kita, mengampuni dosa kita dan memberikan keredhaaNya kepada kita, Amin..”

Bang Noer Kertapati (Dr)
Memberikan tahniah sebagai berikut:
Ass, kami sekeluarga mengucapkan selamat memasuki ibafah ramadhan. Smg Allah menerima amal ibadah kita. Amien:
Sungguh indah pantai pandan
Tempat bermain anak nelayan
Sebentar lagi jelang Ramadhan
Salah dan khilaf mohon maafkan.

Yang angak kocak (menurut saya) ucapan Dari teman saya Zulkifli Lubis di Mandailing:
”Welcome Ramadhan Great Sale! Jangan lewatkan obral pahala besar-besaran diskon dosa s/d 99%+Doorprize ”Lailatul Qadar” hanya 30 hari.” Mohon maaf lahir bathin.
(saya lihat spanduk dengan isi sama dipasang oleh Partai Amanat Nasional (PAN)

Ada lagi yang menarik pesannya: ”Selamat memasuki hari Republik ”BBM” (Bulan berkah maghfiroh) tingkat kan kualitas PREMIUM (prei makan minum) dan jangan lupa SOLAR (solatlah dengan rajin) seta Minyak Tanah (Memperbanyak tadarus dan amanah). Jangan lupa isi pulsa (Puasa lebih sabar)....

Terima kasih semua atas ucapan tersebut, ada yang saya balas ada yang tidak, lewat blog inilah balasan saya.

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA 1429 H

Selamat Puasa Ramadhan...

Menjelang Ramadhan Senin (1/9), sms dan e-mail terus berdatangan. Isinya bukan soal bisnis, tapi ucapan-ucapan ramadhan selamat Menjalankan Ibadah Ramadhan. Bulan yang diajurkan untuk dicintai dan dimanfaatkan sepenuhnya sebagai bulan intimewa untuk beribadah, berbuat kebaikan yang mendapatkan ganjaran beribu kali lipat dan seterutnya. Anjuran meminta maaf memang disarankan sebagaimana hadist yang dikirim oleh rekan saya Asep Firman ini:

Do'a malaikat Jibril menjelang Ramadhan " "Ya Allah tolong abaikan puasa umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

* Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada)
* Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami isteri
* Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Maka Rasulullah pun mengatakan Amin sebanyak 3 kali. Dapatkah kita bayangkan, yang berdo'a adalah Malaikat dan yang meng-aminkan adalah Rasullullah dan para sahabat, dan dilakukan pada hari Jumaat.

(Saya belum mencek tentang hadits ini bagaimana statusnya, tetapi tentu meminta maaf dan membuka pintu maaf adalam merupakan suatu kebaikan).

Di sebuah e-mail Pesantren Virtual ada pertanyaan dan jawaban sebagai berikut:

Tanya Jawab (452) Meminta Maaf Menjelang Ramadhan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

Ustad yg kami hormati , saya mau ebrtanya mengenai :

1. 'Adat' atau kebiasaan masa kini yg kerap saling meminta ma'af menjelang ramadhan, padahal Rasulullah tidak pernah mencontohkan yang demikian itu. Bukankah suatu amalan akan diterima jika " 2 I " ikhlas & ittiba' kepada Rasulullah, meskipun meminta ma'af suatu amal baik namun jika dilakukan pada momen tertentu dgn maksud sebagai ibadah, seakan kita menciptakan suatu syariat baru. Apakah itu kita tidak terjebak dalam bid'ah sedangkan semua ibadah dasarnya haram, kecuali diperintahkan dan bid'ah adalah sesat.

2. Adat saling meminta maaf & mengucapkan "minnal aidin wal faizin" setelah iedul fitri bagaimana hukumnya? saat ini hampir semua kalangan muslim melakukan hal itu, sedangkan rasulullah menyunnahkan kita saling mendo'akan "taqaballahu minna wa minkum" sudah hampir ditinggalkan, apakah karena dampak kita membiarkan suatu perbuatan bid'ah yang
menjamur shg dianggap suatu perbuatan ibadah? dan mengabaikan perbuatan sunnah yang memang dianjurkan Rasulullah, Utusan Alloh ? mohon segera untuk jawabannya , Jazakumullah khairan katsiraan

Abdul Majid

Jawab (Abdul Ghofur Maimoen):

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

[1] Nabi Muhammad SAW. mengatakan: "Barang siapa menciptakan di dalam Islam suatu kebiasaan yang bagus [sunnah hasanah], kemudian diamalkan sesudahnya, maka ia akan mendapatkan seperti pahalanya orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka ini. Dan barang siapa menciptakan kebiasaan buruk [sunnah sayiah],
kemudian diamalkan sesudahnya, maka ia akan mendapatkan seperti dosanya orang-orang yangmengamalkannya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka ini". HR. Imam Muslim.

Saling memaafkan dan saling berjabat tangan menjelang Ramadhan adalah termasuk kebiasaan bagus. Dalam bahasa Nabi seperti saya kutip di atas, kebiasaan ini adalah "sunnah hasanah".

[2] Kalimat "Minal 'Aidin Wal Faizin" adalah juga doa, seperti kalimat "Taqabbalal Laahu Minna Wa Minkum". Artinya semoga kita semua termasuk orang-orang yang kembali fitri seperti semula, dan termasuk orang-orang yang beruntung.

Doa, apapun kalimatnya dan dalam bahasa manapun, adalah amal baik. Tak ada larangan untuk menciptakan kalimat doa dari kita sendiri, asalkan kandungannya baik. Demikian, semoga membantu.



Macam-macam sms permintaan maaf, ada yang berupa humor, bersajak, serius dan ada yang sekedarnya, coba lihat sms di telpon saya ini:

Berbalas Pantun:

Saya tidak tahu teman yang baik ini siapa yang jelas dia memberikan tahniah dengan berbalas pantun:

”Batu kecubung dari kalimantan
Cantik disanding dengan berlian
Berhubung Senin Bulan Ramadhan
Salah dan Khilaf mohon dimaafkan”

Professor Djalal Tanjung, yang saya kenal di UGM memberikan ucapan selamat:
Taqabal Allah minna waminkum taqabbal ya karim. Mohon maaf atas segala khilaf dan salah semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah swt.

Sedangkan sahabat saya H. Kaspinoor dan keluarga mengucapkan demikian:
”Marhaban Ya Ramadhan. Ya Rabb, walaupun kami tidak saling menyapa dengan orang tua kami, saudara kami, sahabat kami, dan orang yang berjasa dengan kamipun tidak tahu apakah akan bertemu dengan ramadhan tahun deapn, karena itu sinarilah hati kami dan jadikan Ramadhan tahun ini bisa kami lalui dengan kemenangan di Akhirnya.

Hamdhani, Anggota DPD asal Kalimantan mengirim SMS:
”Sahabatku pls maafkan saya lahir bathin. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah swt dan mengokohkan perjuangan kita—”

Sedangkan Prof Tengku Muslim Ibrahim, yang saya hormati dari ujung Banda Aceh memberikan ucapan pula:
”Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga Allah menerima ibadah kita, mengampuni dosa kita dan memberikan keredhaaNya kepada kita, Amin..”

Bang Noer Kertapati (Dr)
Memberikan tahniah sebagai berikut:
Ass, kami sekeluarga mengucapkan selamat memasuki ibafah ramadhan. Smg Allah menerima amal ibadah kita. Amien:
Sungguh indah pantai pandan
Tempat bermain anak nelayan
Sebentar lagi jelang Ramadhan
Salah dan khilaf mohon maafkan.

Yang angak kocak (menurut saya) ucapan Dari teman saya Zulkifli Lubis di Mandailing:
”Welcome Ramadhan Great Sale! Jangan lewatkan obral pahala besar-besaran diskon dosa s/d 99%+Doorprize ”Lailatul Qadar” hanya 30 hari.” Mohon maaf lahir bathin.
(saya lihat spanduk dengan isi sama dipasang oleh Partai Amanat Nasional (PAN)

Ada lagi yang menarik pesannya: ”Selamat memasuki hari Republik ”BBM” (Bulan berkah maghfiroh) tingkat kan kualitas PREMIUM (prei makan minum) dan jangan lupa SOLAR (solatlah dengan rajin) seta Minyak Tanah (Memperbanyak tadarus dan amanah). Jangan lupa isi pulsa (Puasa lebih sabar)....

Terima kasih semua atas ucapan tersebut, ada yang saya balas ada yang tidak, lewat blog inilah balasan saya.

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA 1429 H

Wednesday, August 27, 2008

Harapan untuk Miss Earth Indonesia 2008


Rabu Malam (27/8),menghadiri acara gathering dengan Miss Earth Indonesia di Q-Box Cafe Pacific Place Mall. Terlihat hadir beberapa artis: Nugie, Katon Bagaskara dan Istrinya Ira Wibowo, anggota DPR Idrus Markam dan Setya Novanto dan istrinya. 21 finalis Miss Earth kelihatannya hadir semuanya. Maksud pertemuan ini tentu saja dalam rangka memberikan spirit positif pada Miss Earth yang baru: Miss Water, Miss Air, Miss Fire, Miss Eco-tourism dan Miss Earth. Mereka ditantang untuk berkiprah dalam ikut menyelamatkan lingkungan.

Sebagai aktifis tentunya saya bisa berharap konstuen pendukung lingkungan akan semakin banyak dan orang semakin peduli dan mau berbuat untuk menjaga planet bumi yang kecil ini. Alasannya lingkungan bukanlah kerja segelintir orang tetapi keterlibatan semua orang untuk ikut andil dalam upaya menjaga planet bumi: ibarat sebuah rumah tangga yang semakin menyempit karena terlalu banyak penghuninya, bumi memerlukan orang-orang yang perduli dan ikut merawat rumah tersebut, menjaga kebersihannya, menyapu lantainya supaya tidak kotor, menjaga udara di ruangan tetap wangi dan terjaga dan mencegah atapnya supaya tidak bocor dan rusak.

Miss Earth memang belum banyak dikenal kiprahnya, tetapi saya kira kegiatan ini merupakan inisitatif positif yang pantas mendapatkan dukungan, sebab mereka bukan ‘Putri kecantikan biasa’ tetapi adalah putri yang terpilih bukan hanya dari segi beauty tetapi their care to the environment. Setidaknya saya berniat untuk tetap membantu dan memberikan sokongan moral dan spirit sesuai dengan modal yang ada—kalau boleh dibilang, berbagi ilmu—tentang kegiatan lingkungan dan konservasi yang menjadi focus saya dan tertulis dalam buku-buku lingkungan.

Terakhir saya berharap inisiatif ini juga disambut oleh public dan teman-teman media yang bersedia menyokong kegiatan pro lingkungan, untuk menggugah perbuatan baik terhadap planet bumi kita.


Wednesday, August 20, 2008

Indonesia: Contoh Persatuan Bangsa-Bangsa

Selasa Malam (19/8), menghadiri Undangan Centre for Dialogue and Cooperation Among Civililization (CDCC) ulang tahun 1, lembaga interfaith yang digagas oleh cendekiawan nasional antara lain Prof Din Syamsudin. Hadir Prof Juwono Sudarsono, Menlu Nurhasan Wirayuda dan beberapa Duta Besar dari negara sahabat: Mesir, Palestina, Belanda, Swedia, Australia dll. yang mengesankan saya adalah pemaparan Dr Juwono Sudarsono tentang bangsa Indonesia yang menjadi contoh dialog peradaban yang cukup berhasil. Negara ini tadinya adalah bangsa yang majemuk dengan kesultanan dan kerajaan yang ada di mana-mana dan kemudian lebur pada tahun 1945 memproklamasikan Republik Indonesia.

Oleh sebab itu Juwono mengingatkan pidato Soekarno yang menghargai kekuatan bangsa-bangsa yang mempersatukan Indonesia. "Lemah gemulainya orang-orang Solo (bangsa Mataram), Gagah beraninya bangsa Aceh, dan bangsa-bangsa lain seperti Papua nun jauh di ujung Timur yang harus didengarkan."

Pusat harus mempertimbangkan daerah, karena bangsa ini didirikan atas amanat konstitusi yang dirintis dan diperjuangkan dengan gigih. Dan wujud amanat yang dibawa oleh daerah seharusnya dipahami oleh para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang harus tampil bersuara mewakili daerah dan menuntuk keadilan dari pemerintah pusat.

Suara-suara lain, kegelisahan dalam dialog CDCC tentu juga perlu didengarkan misalnya kata Din yang mengeluhkan tertinggalnya perkembangan bangsa ini dibandingkan negeri yang lain. Namun Din tetap bersamangat dengan menambahkan slogan SBY, Indonesia Bisa menjadi: Indonesia Pasti Bisa.

Thursday, August 14, 2008

Eco Pesantren: Belajar dari Pesantren Al Amin, Sukabumi

Pesantren selalu mengagumkan. Selasa lalu (12/8), saya diminta oleh Imam Pituduh, sohib saya dari NU untuk berbagi pengetahuan tentang lingkungan dan konservasi alam di PP Al Amin, Sukabumi. Ada 2ooan warga pesantren yang berkumpul di dalam aula pertemuan pesantren yang menurut saya cukup megah. Rembuk ini tentu saja membicarakan tentang upaya berkontribusi terhadap alam dan lingkungan. Pesantren ini telah lama menjadi pelopor rupanya. Kiyai Abdul Basith mengatakan pada saya, beliau telah menanam puluhan ribu pohon termasuk pohon suren dan albasia.

Beliau bukan saja membuat pembibitan, tetapi sudah menanamnya di lahan yang disewanya dengan masyarakat dengan membagi hasil 50%-50%. Pohon suren, 3-4 tahun sudah boleh dipakai untuk mebel dan kayu kusen rumah dan harga permeter kubik cukup lumayan. Jadi sesungguhnya, karena banyak tidak mengerti saja, masyarakat tidak menanam pohon. Menanam dalam beberapa tahun saja, bisa menghasilkan uang begitu besar!

Menurut Kiyai Basith masyarakat senang menanam dan karena itu berapa saja bibit yang di drop ke Pesantren akan cepat habis terbagi. Di pertemuan ini saya juga bertemu dengan Kiyai Al Faruq Najmuddin dari Pawenang Nagrak. Katanya bibit rambutan yang saya beri tiga tahun lalu sudah mulai berbuah, begitu pula pohon petainya. Kiyai satu ini baik sekali, waktu saya kesana dibawa kekebunya di atas bukit, dipetikkan kelapa muda dan saya sangat enjoy! Beliau meminta lagi pohon-pohon untuk ditanam.

Kesan saya, gairah pesantren yang sederhana dapat menjadi cikal bakal gerakan konservasi dan pelestarian lingkungan yang berarti jika terus dirawat dan silaturahim dipelihara.

tabik!


Berita Terkait:

Sunday, August 10, 2008

"Mengusung Mimpi" Menuju Jakarta Hijau

Sabtu Minggu diisi dengan Rembuk Warga Jakarta di Pusat Pemberdayaan Masyarakat Jakarta (LPMJ). Gedung megah yang didirikan oleh pemerintah DKI 2 tahun yang lalu ini, memang didirikan untuk kegiatan-kegiatan positif termasuk pelatihan, workshop, seminar, sarasehan dll. Tempat ini juga digunakan oleh kelurahan-kelurahan se Jakarta untuk meningkatkan kapasitas diri.

Rembuk Warga Jakarta Sabtu -Minggu, 9-10 Agustus, 2008. "Mengusung Tema: Hijaunya Jakarta Adalah Keperdulianku". Diikuti oleh berbagai kalangan yang perduli dengan Jakarta, dan yang lebih penting lagi, menurut Panitianya Prof Paulus Wiroutomo, mereka yang telah melakukan sesuatu yang positif untuk lingkungan di Jakarta. Aku sendiri tertegun, begitu gigihnya panitia mengumpulkan orang yang sangat beragam dari akademisi (guru besar) guru kecil (maksud saya guru biasa), aktifis lingkungan hingga murid SMP.

Niniek L Karim, dari psikologi UI bersama teman-teman beliau menuturkan, pemilihan anggota peserta ini telah diperdebatkan 7 hari 7 malam. Istilahnya, memang penuh dengan pemikiran.

Tujuan mulia pertemuan ini adalah "Menjakartakan warga Jakarta", sesuatu yang terasa tidak mungkin dengan kondisi majemuknya warga Jakarta dan banyaknya penduduk yang menghuni Ibu kota ini.

Metode yang digunakan dalam workshop ini adalah Appreciatative Inquiry (AI) yang telah terbukti berhasil menggerakkan masyarakat Urban di Chichago, Bangkok, Mexico dll untuk berubah dan menjadikan kota mereka yang tadinya buruk menjadi baik.

Kita disuruh menyimpan baik-baik hal-hal negatif dan hanya memikirkan yang positif saja, problem dan masalah tidak akan mengemuka dalam dialog ini. Diganti istilahnya dalam pembicaraan dengan sebutan: 'fenomena' dst. Pokoknya tidak ada menjelek-jelekkan.

Selama dua hari, kami merumuskan apa saja yang terbaik untuk dilakukan oleh kita sebagai warga. Anehnya bertemu dengan istilah-istilah yang tercipta sendiri dan cukup mengagumkan kesepakatan yang terbentuk: misalnya adanya : Komunitas Hijau, Sekolah Hijau, Industri Hijau, dan segala bentuk positif dari gerakan yang akan dilakukan dan ditulis action plannya.

Time frame action plan ini jelas dan membentuk. Mudah-mudahan panitia segera menyebarkannya lewat milis (karena waktu dua hari tidak cukup untuk menuliskan). Saya sendiri selalu memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk lingkungan sekitar, sehingga memilih yang terdekat dan memilih berkelompok dengan "Komunitas Hijau". Disini ada Ibu Bambang, seorang pinisepuh yang gigih menjadikan RWnya hijau dan asri sehingga mendapatkan pengakuan Kalpataru atas kegigihannya. "Ini memang tidak mudah, apa kita bisa melakukannya" begitu Mbak Brigite Isworo Laksmi, wartawati KOMPAS merasa khawatir dalam soal implementasinya. Time frame memang dibuat longgar dari 3 bulan hingga 2 tahun. Memang tidak perlu lama-lama karena 3 bulan kemudian ini, konon kita akan dipertemukan lagi dan dipertanyakan perubahan apa yang dilakukan dan yang mana program yang berjalan dari "Mimpi" yang dirumuskan tentang Jakarta.

Bila melihat komponen dan kesadaran yang terbentuk, rasanya memulai Jakarta yang hijau dari tingkat RT dan RW bukan mustahil. Mudah-mudahan saya bisa memulainya dari keluarga dan mengajak RT dulu.

Tahapan yang dilakukan dalam dua hari ini adalah:
  1. Discovery: tahap mengidentifikasi segala potensi (modal fisik, modal manusia, modal sosial, modal budaya) yang tersimpan di kota ini.
  2. Dream: bersama-sama menemukan citra kota Jakarta yang kita impikan bersama.
  3. Design: perumusan strategi dan langkah-langkah bersama dimasa mendatang.
  4. Destiny: Memantapkan komitmen untuk masa depan dalam bentuk ikrar bersama ”menyelamatkan Jakarta”.

Lebih dari 10 psikolog dari Universitas Indonesia termasuk Niniek L Karim, dan beberapa doktor psikologi UIN memandu Sarasehan ini.

Tabik

Thursday, July 31, 2008

Miss Indonesia Earth 2008


31 Juli 2008, kalau diceritakan tentang kegiatan ceramah lingkungan yang saya adakan hari ini, tentu membuat dosen muda manapun, akan iri tujuh turunan. Saya memberikan kuliah didepan 20an peserta contest Miss Indonesia Earth yang akan mewakili Indonesia dalam ajang dunia Miss Earth bila mereka terseleksi. Mereka adalah hasil seleksi ratusan gadis-gadis potensial yang bukan saja hanya memiliki beuty tetapi juga brain.

Ini adalah kehormatan kedua dan saya tahun lalu diundang di forum yang sama memberikan kuliah tentang konservasi alam Indonesia.

Karena ini adalah pembekalan untuk mereka menjadi duta lingkungan dalam kegiatan yang akan mereka lakukan tahun ini dan tahun depan, tentu saja dengan senang hati jurus-jurus penjelasan tentang kasus lingkungan di Indonesia harus mereka kuasai, misalnya jika mereka mendapatkan pertanyaan tentang hutan di Indonesia dst.

Saya tidak tahu, apakah dengan dua jam kuliah, mereka bisa mendapatkan penjelasan yang lengkap, tapi saya berupaya untuk memfasilitasi dan membekali pemahaman tentang konservasi secara global dan sederhana. Hal penting tentunya, gadis cantik putri bumi ini juga harus sungguh-sungguh belajar dan banyak membaca dan terlibat dalam sejumlah aktifitas lingkungan agar mereka memahami makna penyelamatan lingkungan dan konservasi dalam arti sesungguhnya.

Dalam banyak hal karena mereka mempunyai latar belakang yang berbeda dan kuliah di berbagai bangku perguruan tinggi bukan berencana untuk menjadi miss earth, tetapi menjadi seorang awam yang belajar tentang lingkungan. Nah sebagai orang awam, keperdulian lingkungan menjadi penting, maka ketika mereka menanyakan apa yang harus diperbuat ketika melihat ada anak orangutan diperjual belikan di pasar burung?

Mereka harus mengadukan keberadaan dan perbuatan melanggar hukum (menjual binatang langka) kepada balai konservasi sumberdaya alam (KSDA) setempat. Tentu saja orangutan bukan untuk diperjual belikan, tetapi harus dilindungi di habitat aslinya....

Dialog Kontribusi Pesantren untuk Konservasi Alam, 29 Juli 2008


Walaupun dimulai suasana pagi agak berdebar-debar, untuk menyelenggarakan dialog kecil memfasilitasi pesantren, ternyata berhasil juga. Berdebarnya, pagi-pagi menuju CICO salah jalan, dengan maksud jalan pintas eh, nyasar ke perumahan.

Acara berjalan sesuai dengan harapan, banyak input dari pesantren yang ternyata telah berbuat banyak tetapi tidak tercover secara significant, namun tidak bisa dipungkiri juga ada yang memang masih dalam tarap mempelajari dan ingin terlibat lebih banyak soal konservasi.

Pesantren tentu saja tidak menjadi tumpuan untuk diharapkan berkontribusi banyak dalam soal pelestarian alam, namun posisi institusi pendidikan Islam yang unik di masyarakat ini, sedikit banyaknya akan dapat membantu mensosialisasikan dan bertindak langsung untuk konservasi, minimal dalam cakupan pemahaman bagi para santri mereka yang berjumlah dari ratusan hingga ribuan tersebut. Berikut ini rekaman tulisan yg dibuat sdr Fathi Royyani yang ikut sebagai pembantu umum panitia.

Sarasehan Peran Pesantren
Dalam rangka “membangunkan” kekuatan besar untuk pelestarian lingkungan di Indonesia dengan memberikan kesadaran lingkungan bagi para Kyai maka dilaksanakan Sarasehan Kontribusi Pesantren Untuk Konservasi Alam di Bogor yang digagas dan diprakarsai oleh Religion and Conservation Initiative CI Indonesia, Yayasan Owa Jawa dan Rufford Small Grant. Sarasehan ini dihadiri oleh 30-an Kyai dan pengurus pesantren dari tiga wilayah (Bogor, Sukabumi dan Cianjur) yang berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.

Di pilihnya pesantren-pesantren tersebut karena diharapkan mereka akan terlibat dalam penjagaan dan juga restorasi Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, dan Taman Nasional Gunung Salak. “Diharapkan usaha pelestarian yang dilakukan kedua Taman Nasional tersebut, tanpa keterlibatan pesantren, kurang efektif. Masih banyak kerusakan dan penebangan ilegal di taman nasional yang dilakukan oleh masyarakat.
Sarasehan ini diisi dengan dua session diskusi.

Pada session pertama yang menjadi pengantar diskusi adalah Prof. Dr. Dudung Darusman, MA dari Fakultas Kehutanan IPB dan KH Thanthowi Musaddad, MA dari Pesantren al-Wasilah, Garut. Prof Dudung membawakan makalah berjudul Membangun Tradisi Islam dalam Memelihara Lingkungan Hidup sedangkan Kyai Thonthowi membawakan makalah seputar kaitan antara Islam dan konservasi. Dalam pembahasannya, Kyai Thonthowi membahas tentang konsep-konsep yang telah ada dalam Islam, seperti ibadah, jariyah, dan lain-lain kearah hubungan manusia dan alam. Selama ini, konsep-konsep tersebut lebih banyak diterapkan pada pergaulan sosial. Diskusi session pertama ini dimoderatori oleh Iwan Aminuddin, salah seorang aktifis lingkungan dan mahasiswa tingkat doktoral Institut Pertanian Bogor.

Pada session kedua, yang bertindak sebagai pengantar diskusi adalah Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA dari Universitas Islam Negeri Jakarta dan Fachruddin M. Mangunjaya dari CI Indonesia. Ahmad Sudirman Abbas membawakan makalah yang berjudul “Menghidupkan Lahan Mati, Ihyaaul Mawat, dalam Kajian Fiqih” sedangkan Fachruddin membawakan makalah “Tradisi Harim dan Hima dalam Konservasi Islam. Diskusi session kedua ini dimoderatori oleh Kafil Yamin dari Media.
Para pengantar diskusi maupun para peserta tampaknya sepakat akan satu hal, bahwa Islam memiliki konsep-konsep konservasi, landasan hukum konservasi, dan tradisi konservasi yang pernah dilaksanakan dalam sejarah Islam. Hanya saja, hal-hal tersebut belum begitu “membumi” di masyarakat sehingga banyak dari masyarakat Islam yang kurang mengetahuinya.

Para kyai maupun pengurus pesantren yang menjadi peserta terlihat antusias dalam mengikuti sarasehan. Antusisme peserta ditunjukkan dengan banyaknya respon yang dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan seputar konsep-konsep konservasi maupun tanggapan-tanggapan dalam session diskusi.

Sarasehan ini juga menghasilkan satu “kesepakatan” umum tentang perlunya meningkatkan peran pesantren untuk melestarikan lingkungan. Peningkatan tersebut bisa berupa pembibitan tanaman dan gerakan pelestarian alam yang dimulai dari pesantren. Para peserta sepakat bahwa pesantren tentu saja memiliki “tenaga” di lapangan yang siap mensukseskan program konservasi namun lemah dalam kordinasi dan ilmu-ilmu tentang lingkungan. Untuk itu diperlukan sinergi antara pesantren, NGO, maupun ilmuwan dan pemerintah.

Sarasehan ini membawa angin segar baru bagi usaha-usaha penyelamatan lingkungan dari kerusakan di Indonesia. Maka sambil terus merapatkan barisan dengan kordinasi yang kuat antar organisasi serta didukung aksi nyata di lapangan, kita boleh berharap sambil menantikan kiprah pesantren lebih lanjut dalam konservasi alam. Semoga...

Berita tentang pertemuan:

Menghukum Para “Politikus” Perusak Lingkungan

Hari Kamis,24 Juli 2008, meluncur ke Parung, menuju sebuah institusi pendidikan yang dibangun oleh Dompet Duafa (DD) Republika. Disini saya memberikan kuliah untuk 100 mahasiswa yang rata-rata berada di semester pertama. Mereka adalah para mahasiswa berprestasi tetapi berkatagori duafa dan mendapatkan beasiswa kuliah di 11 perguruan tinggi negeri yang disebar di seluruh Indonesia.

Mereka meminta materi tentan global warming dan perubahan iklim yang sekarang tengah menjadi pembahasan di berbagai tempat dalam soal kasus lingkungan.
Sungguh mengesankan institusi pendidikan yang dikelola secara professional ini berdiri sejak 1999 dan sekarang tahun ke sepuluh, banyak menghasilkan langkah yang berarti dan secara swadaya dompet duafa telah membuktikan jika zakat dan infaq dikelola dengan baik, maka akan mempunyai dampak luar biasa.

Di kompleks sekolah ini ada masjid dan asrama, serta sekolah dari tk hingga SMA. Sedangkan para mahasiswa yang menjadi peserta kuliah global warming saya itu adalah mereka yang beruntung lolos seleksi beasiswa untuk perguruan tinggi negeri.
Sebagai masasiswa yang kritis, hampir 80% mengangkat tangannya secara berbarengan ketika sesi pertanyaan dibuka. Ini membuat saya suka, tersenyum dan sekaligus terharu, mereka antusias dengan pengetahuan yang baru dan sanggup berdialog secara kritis.

Salah satu pertanyaanya adalah: “Bagaimana menyikapi penyimpangan lingkungan di era democrazi seperti sekarang ini?” Jawaban saya adalah simple: Mereka membuat list partai dan anggota parlemen yang ternyata terbukti tidak mempunyai komitmen lingkungan bahkan melakukan penyelewengan seperti korupsi dan terlibat suap atas penggundulan hutan, lalu, mengingatkan pada public dan diri mereka sendiri agar “menghukum” partai dan orang-orang tersebut dengan tidak lagi memilihnya pada 2009. Itulah cara yang “paling lemah” dapat dilakukan yaitu menentukan kepemimpinan dan menunjuk pemimpin dengan komitmen perawatan alam dan lingkungan yang lebih baik.

Wednesday, July 23, 2008

Sarasehan Pesantren

Kontribusi Pesantren untuk Konservasi Alam, tanggal 29 Juli 2008 CICO Resotr, Bogor

View Larger Map

Friday, July 04, 2008

Pesantren di Mlangi


















Pesantren Arrisalah (atas) dan Pintu Gerban Masjid Mlangi

Jumat Pagi, setelah penutupan International Conference di UGM kemarin, saya mengunjungi pesantren di Kampung Mlangi dan shalat Jum'at di masjid Jami Mlangi, sekitar 25km dari Jogyakarta. Kunjungan semula direncanakan ke Pesan-trend Iman Giri, saya batalkan karena tidak pas waktunya. Di Kampung Mlangi ada 20 pesantren yang berpencar-pencar di
perkampungan, kecil-kecil dengan murid puluhan hingga ratusan. Tidak semuanya dapat tercover dalam perjalanan ini, memang kesan saya pesantren disini tumbuh bersama tradisi masyarakatnya yang guyub dan spartan.

Disini saya dan Pendeta Muda Roni Chandra dari Semarang, bersilaturahim disambut oleh Ustadz Muhammad Mustafid dan beberapa ustad lain. Kami melihat Pesantren Ar Risalah yang ada spesifikasinya untuk menghafal al-Qur'an (tahfizd) 30 juz dan murid-muridnya pun tidak banyak, asramanya sangat sederhana dan muridnya berasal dari masyarakat sekitar juga dari
berbagai daerah.

Komunitas kampung Mlangi mewarisi tradisi pesantren cukup tua, disini ditemukan Makam Kiyai Nur Iman bergelar Pangeran Ngabei (salah satu pengikut Pangeran Diponegoro) dan masih keturunan Kesultanan Mataram (Jogjakarta), makam beliau persis berada di sebelah kiri depan Masjid Jami Mlangi. Tidak banyak cerita yang bisa diperoleh dari kunjungan ini kecuali
sejarah Mbah Kiayi Nur Iman yang merupakan seorang keturunan Raja Mataram (RM Suryo Putro) yang melarikan diri kemudian menjadi santri di pesantren.

RM Suryo meninggalkan kerajaan kemudian menyantri di sebuah pondok pesantren dan mendapat nama samaran Muchsin, sekitar tahun 1703. Saya hanya membayangkan, betapa tuanya pesantren itu yang entah kemana jejaknya kini. Yang perlu dicatat adalah, walaupun bangunan pesantren tersebut, dahulu --mungkin karena zaman perjuangan, maka bentuk mereka mungkin hanya gubuk-gubuk bambu yang sederhana. Bangunan itu bisa roboh, tetapi yang mengagumkan, tradisi pesantren itu yang tumbuh terus melekat, dengan adanya kiayi dan masjid dan proses belajar mengajar. Memang pesantren dilakukan untuk menjadi benteng atas kekalahan strategi melawan kolonial yang mempunyai kecanggihan yang lebih baik baik dari segi politik dan strategi, dan menurut saya, benteng tersebut telah berhasil didirikan dan dilestarikan dalam bentuknya dengan pesantren sekarang ini: pesantren dari bentuk yang pondok-pondok hingga pesantren modern gontor dan super modern seperti Ma'had Al Zaytun.