Thursday, March 26, 2009
Jangan Berhenti Hanya Earth Hour
Menurut Wikipedia, Earth Hour adalah sebuah acara internasional tahunan yang diadakan oleh WWF (World Wide Fund for Nature/World Wildlife Fund), diselenggarakan setiap Sabtu terakhir bulan Maret, yang meminta rumah dan perkantoran untuk memadamkan lampu yang tidak diperlukan dan peralatan listrik selama satu jam untuk memunculkan kesadaran atas butuhnya tindakan menghadapi perubahan iklim. Dirintis oleh WWF Australia dan Sydney Morning Herald tahun 2007,dan memperoleh partisipasi dunia tahun 2008.
Umpama saja WWF Indonesia yang mempelopori, saya anjurkan mengadopsi Hari Bumi Nyepi atau Earth Silent Day seperti hari ini (26 March 2009), satu Pulau Bali sekarang menyepi tidak ada aktifitas, merenung dirumah, tidak bekerja, tidak boleh keluar rumah, tidak boleh mendengar musik (kan musik pakai listrik ya?). Penghematan karbon di Bali cukup tinggi ketika tidak ada aktifitas dan pernah dibuktikan saat UNFCCC tahun 2007.
EARTH HOURS in YOU tube
Wednesday, March 11, 2009
Jepang, tidak ada Sorga dan Neraka
Suasana Pembukaan Konferensi
Pembukaan ini dihadiri oleh sekitar 200 orang dan acara yang cukup meriah juga, dikiri kanan ada pameran yang diadakan oleh berbagai departemen, termasu dari ministry of awqaf sendiri, juga dari Jepang.
Rupanya forum ini merupakan tukar pendapat para peneliti, dan kebanyakan akademisi yang sifatnya akademis dan sekadar sharing informasi untuk saling belajar tentang kultur masing-masing antara dunia Muslim khususnya Arab dan agama serta kultur Jepang.
Yang menarik saya adalah pemaparan Prof Soko Muchida, tentang perkembangan agama di Jepang. "Tidak ada sorga dan neraka di Jepang, itulah yang membedakannya perkembangan bangsa ini dengan agama semit yang lain seperti agama Yahudi dan Kristiani plus Islam. Kalaupun mereka memeluak suatu agama, tetap hanya secara kultural dan mereka pergi ke candi hanya karena tradisi. Namun orang Jepang punya keyakinan yang kuat bahwa mereka merupakan bagian dari alam, oleh karenanya menjadi wajar bila mereka bisa menyatu dengan alam atau bahkan menguasai alam. Kalau diyakini ini merupakan suatu agama inilah namanya dalam Islam disebut wahdatul wujud (penyatuan manusia dalam alam).
Sebagian diskusi hingga sore memaparkan tentang perkembangan lingkungan di timur tengah dan tantangan untuk kembali pada ajaran praktis Islam tentang lingkungan.
Saya bertemu dengan Dr Aslam Parpaiz yang mengatakan nilai-nilai islam tentang lingkungan harus masuk terinternalisasi dalam kehidupan praktis sehari-hari dan masuk dalam ajaran Islam yang praktis. Sama halnya dengan kewajiban sosial kita yang diajurkan dalam ajaran Islam. Internalisasi inilah yang sedang dikembangkan oleh Aslam di India, walaupun bukan negara muslim namun mereka mempunyai keinginan kuat untuk berkontribusi untuk perawatan bumi dan dunia.
Tuesday, March 10, 2009
Dialog Lingkungan Jepang dan Dunia Muslim
Yang jelas ini baru pertama kali ke Kuwait, setelah di undang Oktober lalu, saya gagal ketempat ini karena soal teknis. Berangkat pakai pesawat Kuwait Air yang tidak banyak penumpang. Hanya beberapa gelintir plus rombongan 'cristour', para umat kritiani sejumlah 36 orang ingin menuju Kuwait dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Jurussalem, Mesir dan Yordania. Mereka ini semacam pilgrimage (atau omroh (dikalangang Muslim) atau jiarah spriritual saja untuk membuktikan tempat-tampat bersejarah tersebut. Dua pasangan dari rombongan itu datang dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Beberapa mereka adalah dari Barito (pedalaman Kalimantan Tengah).
Tiba hari Selasa (10/3), jalan jalan cukup lengang, ada kemacetan yang tidak berarti, karena fasilitas publik tertata dengan baik. Jalan sangat lebar, dan menjadi ciri khas adalah mobilnya yang besar-besar berkualitas diatas rata-rata 2000 cc. "Orang Kuwait senang mengunakan mobil besar karena harga minyak tidak masalah disini," kata Anura, sopir kami yang berkebangsaan Srilangka, sambil memacu limusinnya menuju hotel. Bensin murah disini, 1 Dinar Kuwait (DK) bisa dapat 15 liter, harganya sekitar Rp2500,- sama lebih murah dari harga air di Jakarta dan tempat lainnya di Indonesia.
Sunday, February 22, 2009
Ayo Bersepeda
Tetapi akhir-akhir ini sepeda telah kembali ramai dipakai. Bahkan ada komunitas bersepeda ke kantor ‘bike to work’. Komunitas ini tumbuh dengan kesadaran bahwa bersepeda merupakan salah satu solusi untuk berkontribusi menjaga kesehatan lingkungan. Tidak itu saja, kemacetan Jakarta akan terkurangi bebannya jika banyak pengguna jalan di Jakarta –ketika pulang pergi—ke kantor menggunakan sepeda.
Bike to work kini mempunyai kegiatan solid mengkampanyekan bersepeda untuk lingkungan. Kini jumlah anggotanya ada 10 ribu orang seluruh Indonesia dan sekarang ada 5000 orang yang pergi ke kantor dengan sepeda. Jumlah ini memang masih sedikit dibandingkan dengan jumlah sepeda motor yang totalnya kini ada ratusan ribu berseliweran ke kantor di Jakarta.
Satu hal yang menarik dari kegiatan bersepeda adalah, kendaraan ini sesungguhnya menyehatkan. Saya pernah menemui seorang ibu yang menuturkan suaminya mempunyai penyakit menahun pernapasan namun setelah rutin bersepeda ke kantor penyakitnya hilang. Jelas sekali sepeda merupakan sarana olahraga, melancarkan seluruh peredaran darah mengeluarkan keringat dan menyegarkan…
Dr. Ahmad Yanuar teman saya yang lulusan Universitas Cambrigde, complain, mengapa di Indonesia –khususnya di Jakarta--ada komunitas bersepeda dan harus diadakan sepeda ramai-ramai? Kalau ke kantor harus dipaneng dengan logo “Bike to Work” menunjukkan orang itu pekerja kantoran tapi bersepeda? “Padahal kan sepeda biasa saja, pakai saja kalau mau ke kantor atau mau ke kampus, seperti di Inggris, tidak usah ada merek.
Lha disana orang semua pakai sepeda kalau enggak jalan kaki. Naik mobil sama sekali tidak efisien, sebab disamping mahal, anda dikenakan ongkos parkir selangit dan parkir mobil anda pun jauh dari lokasi kerja, jadi mesti jalan kaki juga. Disamping harga bensin yang mahal, kalau lagi naik, juga ongkos perawatan mobil akan menguras kantong anda. Jadi lebih baik naik taksi, kereta api atau bus kota kalau bepergian karena fasilitas ini juga menyenangkan dan bus atau kereta tidak berjejal-jejal, tepat waktu, bersih dan sejuk (tidak kalah dengan mobil pribadi).
Selain sepeda ‘Bike To Work’ juga ada sepeda sebagai hobi. Jangan kategorikan orang-orang ini pergi ke kantor setiap hari, karena sepeda yang dimilikinya merupakan sepeda antik ‘tempo doeloe’ yang biasa hanya dipakai seminggu sekali atau kalau ada acara tujuh belasan; karnaval, atau sepeda minggu untuk mengisi Jalan Sudirman hingga Thamrin yang dikosongkan sebagai ‘car free day’ setiap sabtu-minggu.
Komunitas ini sungguh serius dengan romantisme tempo dulu itu. Selain sepeda ontelnya yang antic, cara berpakaian juga disesuaikan dengan suasana tempo dulu. Tidak seragam, tetapi ‘jadul banget’ (kata anak saya): ada yang bersepeda dengan topi kompeni belanda, seragam warna khaki, sepato kulit booth, bawa priwitan dan pakai sensaja pula. Ada juga yang berseragam priyayi Jawa, pakai belangkon, batik garis kacamata frame bulat. Ada lagi yang menggunakan pakaian ala intelectual pergerakan tempo dulu: peci hitam pakai simbul garuda pancasila, kacamata bundar ala Ki Hajar Dewantoro, baju putih dan sepatu hitam. Penggemarnya sepeda ontel ini memang sangat luas dari tukang bakso, seniman, mahasiswa, manager hingga komisaris perusahaan. Mereka solid dan saling menyapa kalau berpapasan, jadi jangan lupa, kalau anda pakai sepeda ontel, bagian kanan harap dikosongkan jangan menggantung barang, sebab ada kalau berpapasan, anda pun harus mengangkat tangan kanan. Paling repot kan kalau sebelahnya ada bawaan, nah harus angkat dua2nya bisa nubruk dong!
Saya memulai bike to work awal februari, baru berani seminggu 2 kali. Sudah lama saya cita-cita tapi enggak kesampean beli sepedanya. Kumpul2 dulu baru dapat sepeda baru, sebab sepeda saya dulu saya tinggalkan di Pondok Pesantren ketika saya bekerja disana. Saya sangat rindu sepeda sejak dulu.
Enak juga, daripada harus beli treads mills hanya untuk cari keringat dan berharga mahal. Mending bersepeda ke kantor!
Biasanya orang pasti mau tahu kehidupan pribadi seseorang apalagi sebagai penulis yang memasang sampul bukunya sebuah sepeda sebagai simbol hidup sederhana dan spartan.
tabik!
Friday, December 26, 2008
Ekologi dan Kerugian Ekonomi
Menurut panitia, mereka mengeluarkan lebih dari 2000 tiket peserta yang akan mengikuti acara ini. Walaupun tiket tidak dipungut biaya, tetapi mereka hanya memperbolehkan masuk mereka yang telah mempunyai tiket. Menurut Dekan Fak Ekologi Manusia, Profesor Hardiansyah, ini adalah kegiatan pertama kali yang dilakukan oleh Fakultas Ekologi Manusia setelah berdirinya fakultas itu empat tahun silam. Peminat fakultas ini sekarang sudah masuk dalam rangking 10 besar di IPB yang diukur dari minat mahasiswa yang masuk di fakultas ini.
Saya kira ini adalah wajar mengingat fakultas ekologi mengajarkan hal-hal yang multidimensi dalam memfasilitasi keperluan masyarakat untuk dapat mengelalo lingkunganya lebih baik. Dan ternyata banyak sekali hal yang belum dipahami oleh khalayak ramai tentang ekologi dan bagaimana sikap hidup manusia yang dapat menjadi ramah lingkungan dan ekologis.
Bersamaan dengan topik itu saya membacakan headline Media Indonesia (21/12) yang mengutip laporan bank dunia tentang kerugian yang diderita masyarakat Indonesia akibat buruknya sanitasi yang mencapai 56 triliun rupiah. Kerugian ekonomi ini antara lain dipicu oleh 89 juta kasus diare pertahun dan 23 ribu orang mati akibat diare tersebut. Saya ilustrasikan: bisa dibayangkan jika IPB mempunyai mahasiswa 20ribu orang semuanya mati, akibat diare? Ini akibat sanitasi dan higienitas lingkungan yang buruk. Laporan WSP-EAP tersebut menyimpulkan dampak kerugian lingkungan yang buruk mengakibatkan kerugian material berupa biaya kesahatan Rp29.512 miliar, biaya air 13.348 miliar, lingkungan 847 miliar, pariwisata 1.465 miliar dan kesejahteraan lain 10.770 miliar yang totalnya sejumlah 55.952 miliar.
Kalau sebuah laporan dibuat oleh Bank Dunia, anda boleh menebak, ujung-ujungnya bisa saran untuk memperbaiki sanitasi infrastruktur yang mendorong pada ‘loan’ yang harus ditanggung utangnya hingga anak dan cucu, karena Bank pasti ingin pemerintah pinjam lagi untuk memperbaiki sanitasi dan infrastruktur yang lebih baik. Maka sebaiknya peliharalah lingkungan kita sendiri. Dirikan wc sendiri, jangan cemari lingkungan yang mengakibatkan bau busuk karena anda membuang sampah sembarang tempat, sebab jika yang demikian kita lakukan, sama saja pada akhirnya ongkos lingkungan harus lebih mahal kita bayar. Air minum saja sekarang kita harus beli dan terkadang lebih mahal dari satu liter bensin harganya! Anda pilih mana? Kehausan atau tidak minum air bersih?
Masalah lingkunga semakin kompleks saja dan memerlukan perhatian semua orang untuk bersikap. Maka penyadaran melalui pekan ekologi yang diadakan oleh IPB ini sungguh positif dan penting diadakan.
Tabik!
Monday, December 15, 2008
Burung Garuda yang Hampir Punah

Species garuda pancasila alias elang jawa (Spizaetus bartelsi), merupakan burung elang atau burung garuda yang paling indah. Disamping corak bulunya yang coklat terang, matanya yang tajam dan bulat. Paruhnya yang menukik runcing kebawah berwarna hitam dah berdasar khaki. Keunikan lain burung ini adalah mempunyai makhota bulu atau jambul diatas kepalanya. Jambul garuda ini sangat terlihat jelas ketika dia duduk atau berhenti.
Burung ini sesungguhnya mitos yang riel yang dilukiskan sebagai burung garuda pancasila lambang negara Republik Indonesia. Dia sekarang juga menjadi lambang partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan selalu mengingatkan pada setiap ujung tongkat komando TNI yang mengambil simbol kepala burung berjambul ini sebagai simbol kekuatan.
Sayang sekali, spesies ini kini terancam kepunahan karena bertelur hanya satu atau paling banyak dua biji dalam beberapa tahun. Penyebab utama lagi spesies ini adalah memang perburuan dan penyusutan habitat.
Elang berjambul ini kemarin saya saksikan (14/12) di ujung catwalk Bodogol bersama rombongan US Ambassador. Syukurlah masih ada tempat terbaik seperti Taman Nasional Gunung Gede sebagai tempat terakhir mereka. Salam untuk burung garudaku!
(foto elang diambil dari website Gunung Halimun)
Monday, December 08, 2008
Mentari: Menjelaskan Satwa untuk Anak TeKa
Sewaktu kecil kita suka bingung bro... membedakan. Saya pernah mendapatkan laporan bahwa di Jawa masih ada harimau, eh tahunya itu macan tutul. Harimau jawa sudah lama tidak hadir dan punah...ada lagi saya mati-matian diyakinkan mereka bertemu anak macan tutul, tapi ternyata itu anak musang 'civet' yang bulunya memang berbelang-belang waktu kecil.
Beberapa hari yang lalu saya mendapat laporan dari Mentari Paramitha, Miss Indonesia (Water) tentang upayanya memberi pemahaman perbedaan satwa-satwa itu, sambil membawa majalah TROPIKA. Tropika adalah majalah alam dan konservasi tempat saya bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. Syukurlah kalau majalah itu bermanfaat, ternyata masih banyak anak-anak yang belum tahu perbedaannya satwa, lihat tulisan Mentari ini:
Sewaktu kunjungan ke TK sepupu saya, yaitu TK Al Azhar Pusat, Jakarta, saya membawa majalah2 Tropika. Di sana saya bercerita tentang satwa-satwa yang terancam punah dan gambar2 menarik yang terdapat di sampul majalah Tropika sangat membantu saya menerangkan seperti apa rupa hewan2 tersebut. Dengan bahasa yang sangat simpel mereka pun jadi mengerti, bedanya harimau dengan singa, orang utan, badak (banyak yang belum paham semua itu)...mungkin hanya dengar tapi masih asing untuk mereka. Mereka jg tak sabar untuk membolak-balik halaman yang ada, untuk melihat gambar2 interaktif di dalamnya."
Terima kasih mentari, memang majalah TROPIKA terlalu berat untuk anak tk, tapi tidak apa-apa disana ada foto-foto yang colourfull yang membantu.
Thursday, December 04, 2008
Lagu Favoritku Alleycat
Aneh juga, saya waktu itu tidak pernah mendengar radio RRI melaikan Malaysia Kucing yang ditayangkan dari Sabah dan Sarawak, juga dari Brunai Darussalam.
tabik
fm
Imam Masjid Al Jazair Belajar Lingkungan
Ayyuhal ihwah..., al mukharram al asatizd wa imam li masajid min Al Jazair..,ahlan wa sahlan bi kudumikum... Assalamualaikum warahmatullahi wabarkatuh.
Hari ini saya memberikan presentasi dan berbagi pengalaman dengan para Imam Masjid Al Jazair bertempat di Hotel Niko, Jakarta. Mereka berjumlah 12 orang, beberapa diantaranya adalah imam masjid senior di Al Jazair yang difasilitasi oleh GTZ. Saya diminta untuk membagikan pengalaman tentang kerjasama dengan para ulama Indonesia dalam soal lingkungan. Sebagian dari peserta diskusi adalah para imam muda dan ada juga yang setingkat syaykh (kiyai). Mereka baru saja difasilitasi untuk studi banding ke Aceh dalam hal penerapan Islam dan Lingkungan.
Berbagi pengalaman merupakan suatu yang sangat penting, dan mereka berterima kasih atas diskusi ini. Bersama para imam yang amat bermohmat ini saya titipkan laporan Fiqh al Biah yang diproduksi oleh INFORM dan Conservation International.
Salah satu yang saya sampaikan adalah bahwa masalah lingkungan adalah persoalan hari ini, dan ulama tentunya dapat memberikan kontribusi tentang pentingnya perawatan terhadap alam dan lingkungan melalui ajaran Islam yang dipandang mempunyai jawaban lengkap atas persoalan manusia, dulu, kini dan akan datang.
Presentasi dilakukan dalam bahasa Arab, sayang bahasa Arab saya masih tidak lancar alias Suaya..syuaiya.., jadi saya perlu penterjemah. Penterjemahnya adalah Muhammad Al Talal dari Aceh dengan bahasa Arab yang fasih.
Terima kasih atas kesempatan berharga diberikan pada saya untuk berjumpa imam masjid dari Al Jazair. Jazakallahu bil al-khair, Ila liqo.'
Wassalamualaikum warachmatullahi wabaraqatuh.
Pembukaan pertemuan dengan lantunan Ayat Suci Al Qur'an
Bagian Penggalan Presentasi untuk Imam Masjid Al Jazair, terima kasih pada Pak Tengku Azuar Rizal dari GTZ.
Saturday, November 22, 2008
Senja di Kaimana
Hutan Lindung Sasrawa Sasanau, Kaimana
Bekerja di konservasi, kata Tom Friedman Penulis buku Hot Flat and Crowded, ibarat menjadi 'Nabi Nuh' tapi dari bentuk aktifitasnya karena ingin menyelamatkan makhluk Tuhan, bukan saja manusia tetapi alam dan spesies yang ada didalamnya. Sedangkan Taman Nasional atau Kawasan Konservasi, adalah ibarat sebuah "Kapal Nuh" yang memuat satwa flora dan fauna yang harus diselamatkan ditengah gelombang badai nafsu konsumerisme manusia sehingga dikhawatirkan spesies tersebut menjadi terancam punah tanpa tersisa lagi untuk diwariskan kepada anak cuku dan generasi yang akan datang.
Profesi konservasionis di lembaga-lembaga konservasi memang tugasnya memberikan informasi, data data ilmiah, strategi dan pembelaan terhadap alam dan warisan alam agar tidak rusak dan punah. Tentunya tidak semua tempat menjadi sangat penting untuk dilindungi, karena hanya beberapa tempat tertentu saja di muka bumi ini ternyata yang mempunyai titik penting.
Hutan tropis memang penting, tetapi mustahil semuanya diproteksi karena harus berhadapan dengan kepentingan manusia. Jadi ibarat mencari sebuah mata air kehidupan di hutan belantara, atau melindungi jantung yang penting untuk memompa darah keseluruh tubuh, kawasan konservasi, dilindungi bersama komponen pentingnya alam lainnya. Namun, upaya mulia ini bukannya tanpa kendala. Dapat anda bayangkan, tempat mana yang sekarang ini belum diketahui dan terjamah oleh manusia? Dari pelosok barat dan timur, pulau kecil dan besar, hampir semuanya telah berpenghuni. Batas-batas penguasanyapun jelas, klik saja Google Earth. Setiap jengkal bumi telah terpetakan, dan semuanya terkapling menjadi negara-negara kecil dan besar, dan penguasaan itu terus mengerucup hingga pada tingkat bangsa, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa, kampung, dan famili.
Dalam hal Pembagian kawasan tanah dan lahan di Papua, dengan otonomi daerah yang kuat, pemerintah pusat bahkan pemerintah daerah tidak dapat berjalan sedirian tanpa persetujuan masyarakat adat. Celakanya batas hak kepemilikan adat hanya diwariskan secara cultural dan tradisi oral untuk mengkapling kawasan sehingga banyak kawasan adat yang satu dengan yang lain bisa menjadi tumpang tindih. Oleh karena itu jika tidak berhati hati, dan menggunakan ‘hati’ bekerja di Papua dapat memicu konflik.
Oleh karena itulah peranan masyarakat di Papua perlu didengar dan sangat penting. Menteri sekalipun harus diterima secara adat dan pemerintah daerah harus resmi mendapatkan mandat adat untuk mengadakan pembangunan termasuk sebuah kawasan konservasi. Kelebihan mandat seperti ini adalah, adanya dukungan kuat dari masyarakat apabila kita mampu meyakinkan program ini bermakna dan investasi konservasi tidak perlu ‘menggurui’ melainkan hanya memfasilitasi dan memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber dayanya sendir.
Mentri Fredy Numberi, yang kelahiran Papua mengingatkan pentingnya memelihara kawasan laut dan merencanakan kawasan ini –termasuk pembangunan daerah—untuk dengan visi jauh, 100 tahun kedepan. Kata dia, KKLD tidak harus dilihat hasilnya dalam 10-20 tahun, melainkan 50 tahun dan 100 tahun.
Negeri ini begitu beragam dengan etnik, agama dan adat istiadat. Menapikan unsur adat di Papua sama dengan ibarat memercik air di dulang, terkena muka sendiri. Adat tampaknya menjadi suatu yang sangat dipegang teguh. Disinilah pentingnya istilah, dimana bumi dipijang disitu langit dijunjung, masyarakat yang secara cultural memang masih mempunyai keterkaitan erat satu sama lain, populasi penduduknya yang masih sedikit, khasanah social modern tidak berlaku untuk masyarakat majememuk sepeti itu.
Senja di Kaimana
Selain lautnya yang ternyata mempunyai khasanah yang luar biasa dengan terumbu karang sangat tinggi dibuktikan dengan lebih dari 350 spesies ikan karang sekali menyelam. Laut Kaimana menyimpan keunikan yang luar biasa dan harus dilestarikan.
Potensi laut sudah tidak perlu diragukan, tetapi sehari setelah saya tiba di Kaimana, saya dibawah ke tempat yang unik 14 kilometer dari kota Kaimana menuju Hutan Lindung Sawrawa Sasanau sebuah kawasan hutan dengan luas 10 ribu hektar lebih memiliki aliran anak sungai dan air bersih dengan warna biru hijau tembaga. Kata Albert Nebore teman saya warna itu kemungkinan diakibatkan pengaruh warna nikel yang terkandung di bumi Papua ini. Kejernihan air mengingatkan saya pada Santa Fe River , Florida yang menjadi obyek wisata berperahu dengan bayaran 40 USD per orang untuk menyewa sampan alumuniun dan berdaung menghilir selama satu jam.
Saya berpikir, 100 tahun kedepan, mengikuti petujuk Pak Fredy Numberi, jika Kaimana mampu mempertahankan hutan dan sungai yang mengalir ini, kelak, 50 tahun mendatang orang akan banyak berkunjung dan terkesan menikmati pemandangan alam yang unik ini. Saya yakin, tidak banyak tempat seprti ini di Indonesia dan kemajemukan alam Kaimana tentu bis memberikan alternatif lebih guna menhindarkan kerusakan alam yang parah di kawasan ini. Semoga!
Wednesday, November 19, 2008
Peluncuran Buku Bertahan di Bumi, Gaya Hidup 'Sepeda Ontel'.

Buku Bertahan di Bumi akhirnya resmi diluncurkan. Ini adalah buku ke 9, dari buku-buku yang pernah saya tulis sebelumnya. Peluncuran ini dibarengi dengan diskusi serius tentang Politik Lingkungan dan Perubahan Iklim, menghadirkan pembicara Dr. Firdaus Syam (Dosen FIP Unas), Dr. Marissa Haque (Artis dan Politisi), Fitrian Ardiansyah (WWF), dan Acara yang dimoderatori Oleh Dr. TB Massa.
Acara ini terselanggara kerjasama Fakultas Biologi UNAS, Pasca Sarjana Ilmu Politik Unas, CI, WWF dan Yayasan Obor Indonesia.
Even ini cukup meriah dan banyak yang datang, mungkin antara 250-300 orang yang membanjiri aula blok I Lt 4, Universitas Nasional, surprise juga; biasanya acara seperti ini sepi peminat. Tapi mungkin juga karena ada 'icon' Marissa Haque yang datang dan membawa rombongan infotainment.
Selama diskusi dan talkshow berjalan, saya melihat tidak banyak juga yang pulang. Acara dimulai dari bangku yang setengah terisi jam dua siang, lalu masih penuh terisi hingg jam lima sore. Mungkin karena dijanjikan para peserta mendapat kesempatan memenangkan undian 30 buku untuk 30 peserta yang beruntung karena diundi. Jitu juga cara itu rupaya.
Penting lagi diingat, buku ini mendapatkan sambutan positif dari pembahas. Dr Firdaus Syam secara akurat dan kritis mencatat kelebihan dan kelamahan buku sekaligus. Kata Firdaus,"
Penulis berani melawan arus, terhadap apa yang kini
sendang berkembang di pasar buku di Indonesia yakni pasar buku yang
lebih banyak menyoroti tema-tema politik kontemporer, atau novel sastrawi
...
Appresiasi kepada penulis adalah, pilihan ide, gagasan dan
pesan orientasi masa depan umat masia..Buku ini membincangkan mengenai
masalah masa depan kemanusiaan dan lingkungan kehidupan di planet
bumi...adalah kajian langka, sekaligus sikap penulis yang
memposisikan diri keberpihakan kepada persoalan mendasar yang jauh kedepan
mengenai apa yang disebut dengan biofilia."
Tentu saya merasa tersanjung, juga agak merasa banyak kurang sempurnanya buku ini bila dipikirkan ulang. Tapi, inilah manusia ada lebih dan ada kurang. Saya persembahkan buku 'sepeda ontel' ini untuk negeri dan bangsaku tercinta. Betapa cintanya aku pada negeri ini, negeri yang hijau kaya dengan flora dan fauna, pemilik biodiversitas terbesar di planet bumi, tapi bangsanya masih kurang bersyukur. Bukan tidak bersyukur, tapi syukurnya masih kurang, terbukti dengan bangsa ini masih belum perduli dengan kekayaan yang dimiliki ini, belum berupaya mengolahnya secara efisien dan menghargai dengan makna yang tinggi.
Terima kasih untuk datang dalam peluncuran buku yang ingin menambahkan khasanah pengetahuan lingkungan di negeri ini. Terima kasih pada para alumni dan anggota milis fabiona yang datang Bang Bahang, yang kini mengisi kegiatan pensiunnya (fabional angkatan 70an), Mas Prasetyo yang selalu memberikan support dan mau terus belajar, teman-teman muda yang lain. Bang Noer Kertapati, Bang Massa dan Firdaus Syam, adalah tiga teman saya sewaktu aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam. Jalinan saya dengan mereka di Fisip membuat saya tidak perlu membedakan apakah saya orang biologi atau politik, saya diterima hangat di kedua tempat dengan persahabatan. Last but Not Least, Pak Dekan Fakultas Biologi Unas Tatang Mitra Setia, orang yang selalu sabar, tidak pernah marah dan gembira. Maka lihat saja beliau awet muda!
Tak kalah penting, buku ini dihadiri tamu manca negara, Dr. Crist Margueles, Vice President CI, Angela Kirkman, Director of Communication CI Indo-Pasific, lihat komentarnya, saya cut and paste:
"Congratulations Rudy on a successful event! I enjoyed it even
though I did't understand too much. I agree that even though many of the media
seemed more interested in Marissa Haque hopefully this will help get your
message out to a bigger audience."juga Kristin Berganz dari US:
We're so proud of you! Thank you for everything you do to support CI and increase awareness of these important issues in Indonesia.
Terima kasih pada Dr. Jatna Supriatna, yang menjadi guru saya sekaligus Boss tempat bekerja. Kebebasan berkreasi dan kalemnya Pak Jatna membuat saya bisa mencurahkan kreatifitas dan memberikan sesuatu yang optimal, bukan saja untuk profesi saya, juga untuk pembangunan lingkungan dan konservasi di negeri ini. Saya jadi ingat pada sebuah catatan persembahan yang ditulis Jatna tahun 80an disebuah bukunya dengan mengutip Khalil Gibran:
"A man can free without doing great, but a great man cannot doing great
without free"
Berita Tentang Peluncuran Buku
- Marissa Haque, Pikirkan Bumi
- "Marissa Luncurkan Buku" (Dikasih tanda kutip karena berita ini kurang lengkap ditulis, dengan mengatakan "Marissalah yang menulis buku," hehe. Wartawannya enggak datang kali ya?)
- Celeb TV: Marissa Haque Prihatin Bumi
Friday, November 14, 2008
Dua Putri Indonesia di UK
Rondang Siregar
Tidak banyak mahasiswa Indonesia yang mempunyai kesempatan juga berkeinginan kuat untuk mengejar PhD, salah satunya termasuk Rondang Siregar. Beliau alumni UNAS satu tahun diatas saya, tengah menyelesaikan disertasinya tentang orangutan. Karena kadung janji sudah di negeri orang, October 24, 2008 saya terbang dari Edinburgh menuju Gatwick Airport, pakai pesawat Easy Fly, beli tiket pakai online, print langsung bawa tikenya sendiri ke airport. Mudah sekali hidup di jaman ini.
Rupaya Ka Rondang, begitu saya memanggilnya, tengah sibuk di labnya ketika saya tiba di alun-alun kota Cambrigde, sudah agak sore telp tidak nyambung membuat saya agak khawatir tidak dijemput. Padahal--besok paginya baru saya sadar--kota ini memang sesungguhnya kecil tetapi massif dengan bangunan yang banyak diantaranya kuno, termasuk bangunan Katedral Cristian Chruch (kalau tidak salah) yang berada di pinggir kali Cambrigde University. Tiba pakai bus. Rondang menjempus saya pakai sepeda, saking dinginnya saya masuk kompleks kolam renang dipinggiran alun-alun duduk di meeting point, setelah janjian sama Rondang.
Shinta Puspitasari
Akhirnya datang juga!
Karena datang sekitar pukul tujuh malam, kita jalan kaki ke asrama kampus yang disewanya. Dengan senang hati saya dipersilahkan tidur dikamar mahasiswa yang hanya cukup untuk satu orang, nah, Kak Rondang menjadi 'korban' tidur dengan sleeping bag di lab University of Cambridge. Penghormatan tamu yang luar biasa! Tapi kedatangan saya tampaknya mengobati rindunya dengan tanah air terlebih lagi saya membakannya bumbu rendang dan bumbu nasi goreng yang dia pesan dari tanah air.
Sebenarnya Rondang sebentar lagi selesai, tetapi karena dia juga harus bekerja untuk bertahan hidup, menyelesaikan disertasi tanpa beasiswa, menyebabkan dia lama untuk selesai. Begitulah seninya, sambil tidak banyak berhadap pada negeri sendiri yang sedang banyak uang, tapi dikorupsi oleh para pejabat yang seenaknya membagi-bagikan uang negara! Jangan heran kalau ada anggota parlemen cepat kaya mendadak karena konspirasi politik seperti ini. Tidak adakah bujet dari parlemen untuk membantu mahasiswa seperti mereka?
Saya tidak habis pikir, kedua putri kita ini ibaratnya tengah 'pontang-panting' untuk menyelesaikan disertasinya dengan sambil bekerja, tentu saja kita bisa berharap mereka segera selesai dan berkarya di tanah air. Mereka ini bukan hanya Raden Ajeng Kartini, tapi orang yang harus didorong untuk segera menyumbangkan kontribusinya untuk negara, jangan lagi orang yang baru ingin belajar memberanikan diri memimpin negara. Berapa orang mempunyai pengalaman dan bergelar S2 dan S3 di parlemen? Bahkan yang memalukan, ada yang mencoba masuk parlemen dengan ijasah palsu! Habislah negara ini!
Shinta Puspitasari menuturkan Dia berlinang air mata ketika memutar lagu Indonesia Raya, di blog kanan saya ini. Ini edisi lengkap Indonesia Raya yang memang menimbulkan semangat warisan perjuangan. Baitnya reffnya dinyanyikan lengkap dan tidak dibaca separo. Ini yang saya usulkan ketika pelantikan para pejabat, atau anggota DPR RI lagu ini harus dinyanyikan secara lengkap, karena ini pedoman umum mengelola negara selain UUD. Indonesia Raya Edisi Lengkap penuh dengan cita cita dan semangat membela tanah air dan pengorbanan. Please simak lagu ini., tidak banyak orang Indonesia yang tahu!
"Sadarlah hatija, sadarlah boedija untuk Indonesia Raja"
"Indonesia tanah jang akoe sajangi,..."
Kembali ke Cambridge
Universitas ini merupakan salah satu University terbaik di UK, Pangeran Charles adalah alumni Trinity college Cambrigde. Masih ingat Watson dan Crick? penemu double helix DNA, ini adalah bekarja di Lab Cambrigde. Pagi-pagi ketika berkeliling dengan kak Rondang, saya ditunjukkan tempat konko-konkonya Watson Crick sebuah restoran yang kemudian menjadi sejarah penemuan tersebut. Jadi tentu sekolah di Cambrigde bukan sembarang orang.
Di pusat kampus Cambridge kita bisa menyaksikan orang berkeliling kampus dengan menggunakan perahu dan membayar 4 pond sterling, yang mendayung adalah mahasiswa yang kemudian menjelaskan tentang kanal yang dibuat itu.
Tentu bisa menjadi sumber pendapatan untuk kampus. Saya juga ke masuk ke Gereja Anglikan yang menurut Rondang koor Gerejanya luar biasa bagus, sehingga ditayangkan ke seluruh dunia pada saat hari natal oleh BBC London dan channel penting lainnya. Saya menyaksikan piano yang besarnya sama dengan metro mini. Pengunjung dengan tertib mengelilingi gereja yang cukup sakral ini.
Nah, terakhir, saya berkunjung ke lab Ka Rondang. Disitu tertulis siapa saja yang sudah mendapatkan gelar PhD, ini khusus yang dibimbing oleh Dr David Chievers promotornya Rondang. Ada belasan, orang, termasuk diantaranya Dr. Yanuar (alumni UNAS) yang baru saja tamat sebagai ahli primata juga.
Saya sangat beruntung, dan mensupport semua mimpi kedua putri kita ini, walaupun nanti kalau ke UK lagi saya hanya bisa bawa kacang atom (yang tak ada di UK), sambel rendang dan bumbu nasi goreng. Selamat mengerjar mimpi anda!
Thursday, November 06, 2008
Indonesia First Interfaith Conference in Climate Change
Other action was also conducted in Ohito, Japan, and created other expression of concern of the planet such as:
• The health of the planet is being undermined by systemic breakdowns on several levels. Faith communities are not taking effective action to affirm the bond between humankind and nature, and lack accountability in this regard.
– Human systems continue to deteriorate, as evidenced by militarism, warfare, terrorism, refugee movement, violations of human rights, poverty, debt and continued domination by vested financial, economic and political interests.
– Biological systems and resources are being eroded, as evidenced by the ongoing depletion, fragmentation and pollution of the natural systems.
Recognising the important parallels between cultural and biological diversity, we feel a special urgency with regard to the ongoing erosion of cultures and faith communities and their environmental traditions, including the knowledge of people living close to the land.
• As people of faith, we are called to respond to these concerns. We recognise that humanity as a whole must face these concerns together. Therefore we recommend these principles as a basis for appropriate environmental policy, legislation and programmes, understanding that they may be expressed differently in each faith community. (quoted from Harfiah Haleem Presentation, 2008)
I am surprised to participate at the first conference Indonesia’s Interfaith and Climate Change held by NU and the British Embassy, as about 100 interfaith leaders as well as some grass root activism shared their ‘best practiced’ to response to the global warming actions: such as planting millions trees, changes the electric to micro-hydro power which can avoid the used 300.000 liters gasoline/year, recycling garbage and financing 50% of operational cost to run the an environmental television program. I believe this emerging attention to the faith group for climate action could become much more significant in the future.
I attended the meetin in order to facilite Mrs Harfiah Haleem as she replaced Fazlun Khalid –bacause of the health problem—that cannot attend the conference. Its firs time to acquaintance Harfiyah as I understand she is an important environmentalist to represent IFEES from UK//
Monday, November 03, 2008
Bertatap Muka Dengan Pangeran Charles
Sebagai orang yang turut merintis kearah ini, saya bisa bergembira dengan sambutan yang luar biasa pemimpin agama untuk terlibat dalam melestarikan lingkungan. Sejak lama saya berharap gerakan ini memberikan kontribusi signifikan dalam menyelamatkan lingkungan. Sebagai Muslim, saya bisa memberikan kontribusi yang lebih pada dunia Muslim karena sadar betul bahwa Islam mempunyai keunikan ajaran yang baik dalam memberikan solusi terhadap gaya hidup yang lebih spartan dan ramah lingkungan.
Pangeran Charles, gembira ketiaka saya ceritakan bahwa kemarin saya adalah salah satu peserta Dictley Conference, begitu beliau menyebutnya. Saya adalah satu satunya dari Indonesia yang diundang dalam symposium yang cukup penting tersebut, dan saya lihat, NU telah menterjemahkan hasil pertamuan Dictley untuk disosialisasikan pada peserta forum Konferensi Agama-agama dan perubahan iklim.
Tidak aneh bagi saya, Pangeran Charles karena beliau mempunyai perhatian yang lebih terhadap perkembangan Islam dan mampu memahami kearifan Islam lewat akarnya agama Ibrahim. Saya menemukan pandangan yang sama dengan Professor Northcott, yang menjadi host saya di Edinburgh oktober ini: “Saya yakin, kita mempunyai Tuhan yang sama,” katanya.
Prince of Wales atau Pangeran Charles seperti ayahnya Duke of Edinburgh atau Pangeran Philips akan menjadi pewaris tahta Kerajaan Inggris dan menjadi pemimpin tertinggi Gereja Anglikan. Sejarah panjang pertarungan agama-agama dalam politik memang tidak perlu lagi diperdebatkan, karena semuanya ternyata mempunya akar yang satu.
Sadar betul tentang sejarah, bahwa peradaban dibangun secara sambung menyambung. Universitas tua di Inggris seperti Oxford dengan Komplek Gereja Kristusnya merupakan kelanjutan peradaban yang banyak terinspirasi oleh Islam Spanyol dan desain kota-kota muslim yang juga kompleks di Baghdad dan Andalusia (Spanyol). Wallahu ‘alam.
Saya mengisi waktu dengan acara penting hari ini, selain menjadi moderator untuk Menteri Lingkungan Hidup, karena didaulat Sdr Imam Pituduh, dari NU, juga bertatap muka dengan Pangeran Charles.
Thursday, October 23, 2008
Presentation at CASAW University of Edinburgh

To me its a previlage to deliver a presentation about Islam and Environmental movement in Indonesia at the Centre of Advance Study for Arab World or Al Markaz al Dirasah Al Mukadamiyah li Alam al Arabiy (CASAW) at the University of Edinburgh. Even thoungh quite few people coming (around only 10) but proudly the study was thanks me regarding they are hosting for the first time on this kind of topic.
There must be a conciousness of Indonesia, because the country is very important in term of the largest population of embranched muslim in the world as well as there a growing attention to the environmental problems in the country. I believe , there is rather an un explored dicipline to understand Islamic Ethic for the environment, as it being undestood by many Islamic schoolars at the academic levels. But unfortunately, environment need a real praxis actions in the field, theory is not enough of course in respond the current exacerbated situation of greedy behaviour of capitalism economy.
What I am doing in partnering with ulama' in Indonesia, being honest, is only a first start and suppose to be a scaling up to this new invention of approach for the environment. I believe one time, there will be a 'change' if there are, collective conciousness about the Islamic teaching in environment and the growth spiritual intention that as human being, a Muslim not only bestowed by the wise environmental Islamic teaching, but also their piety will growingly if Muslim understand that whole creation is praise to GOD!
Wednesday, October 22, 2008
Benarkah Islam Akan Bangkit dari Eropa?
Ketika tiba di Birmingham hari Senin dan Selasa (20-21 October) saya merasa surprise sebagai seorang muslim. Negeri ini dihuni oleh 50% muslim, dan pagi-pagi ketika Daud mengantar saya ke kantor IFEES saya menyaksikan banyak sekali masjid yang ada di Birmingham. Walaupun banyak pendatang, mayoritas kegiatan disini dilalukan seperti suasana yang Islami, seperti restoran Islam dan banyak wanita-wanita yang berjilbab bahkan pakai cadr di jalan raya. Datang agak malam di Birmingham, dinginnya mungkin sekitar 10 derajat, ini menjelang autum atau musim gugur di UK. Jaket kulit yang kukenakan terasa tidak cukup, bahkan pakai sarung tangan, yang biasa kupakai untuk naik motor--dari kulit--dingin masih masuk juga, dan terpaksa dimasukkan lagi ke kantor baju kulit, ditambah topi kupluk warna coklat pembelian dari istri di Jakarta!
Rupanya teman-teman Muslim di Birmingham sudah kenal saya dari pembicaraan tentang pekerjaan saya dengan Islam dan Lingkungan di Indonesia. "Fachrudd...in, nama yang tidak asing, dan selalu kami dengar dari Sidi Fazlun," kata Shabas Mughal yang menjemput saya. Shabas dengan mobil Audinya meluncur dengan kencangnya. Dia generasi kedua di Inggris, bapak Ibunya hijrah ke tempat ini tahun 50an dan sudah menjadi warga negara Inggris. Mughal berasal dari Kasmir, India. Memperhatikan Shabas, mengingatkan pada penguasa Sultah Shah Jahan, penguasa Mughal India yang mendirikan Taj Mahal, karena tirus muka, tipe jambang dan hidung mancungnya itu mengingatkan saya pada wajah raja paling romantis didunia itu. Anda tahu, Shah Jahan mendirikan Taj Mahal untuk mengenang istrinya yang meninggal ketika melahirkan, saking cintanya: maka didirikanlah museleum (kuburan) Taj Mahal yang cantik dan merupakan salah satu keajaiban dunia.
India menjadi penduduk muslim kedua terbesar setelah Indonesia, tetapi negeri itu tidak menjanjikan untuk sebagian orang hidup lebih baik, dan kebanyakan mereka pergi ke Eropa dan Amerika, dan sebagian lagi tentu menjadi warganegara Inggris dan menetap di Birmingham.
Saya sesungguhnya sangat iri dengan pendirikan yang mereka peroleh dan tipikal ini bisa di bawa untuk madrasah atau sekolah Islam lainnya di Indonesia. Melihat kota Birmingham, saya jadi ingat wacana tahun 80an tentang kebangkitan Islam, tapi sekarang wacana itu tenggelam dan tidak terdengar lagi. London, dan Birmingham merupakan dua tempat dengan Islamic Banking yang kuat. Setelah Lehman Brother bankrut dengan ekonomi kapitalistiknya, dan Ekonomi Islam sudah mulai dipertimbangkan sebagai alternatif, maka teman-teman saya mengatakan, mungkinkan Islam akan bangkit dari Eropa?
Video menarik tentang Demography Islam di Eropa
Tuesday, October 21, 2008
Islam and Environment, Simposium di Oxford Center for Islamic Studies
Simposium di Lybrari Ditchley Park
Bismillahirahmanirrahiem,
Dari kiri Dr. Mahmood Yoseef Ali dan Dubes Yaman untuk Inggris, HE Mr. Mehmet Yigit Alpogan
Banyak isue mendasar di dunia muslim yang menjadi pembicaraan, diantarnya kesenjangan gap antara negara kaya dan miskin, seperti Bangladesh yang sangat menderita karena alamnya yang rentan dengan perubahan, banjir lumpur, dan badai. Hal mendasar seperti ini memerlukan tanggapan yang seharusnya sangat cepat dengan birokrasi yang tidak bertele-tele, orang harus makan setiap harinya dan disuplai ketika terjadi bencana. Fenomena itu dikemukakan oleh Jurist Bangladesh Mustafa Kamal.
Kiranya sudah jelas, ajaran Islam tentang lingkungan dan tidak perlu diperdebatkan hanya perlu pendalaman dan memberikan perbaikan atas pikiran mendasar yang bisa diterima dalam tingkat praktis. Di bagian etika Islam menganjurkan untuk memperbanyak sosialisasi berupa publikasi tentang Islam dan lingkungan serta pada tingkat praktis dalam soal perawatan lingkungan. "Islam adalah agama environmentalist," kata Iman Ahwal praktisi lingkungan UK dan produser film yang melanglang buana dari tinggal di Maroko, Malaysia dan sekarang di Aceh beliau menurut saya adalah seorang Muslim yang taat. Bukankah Muslim sebagai khalifah disuruh untuk berbuat kebaikan dan ishlah dimuka bumi agar dapat mengabdi kepada Allah swt secara sempurna?
Saturday, October 18, 2008
Perubahan Paradigma di Oxford Centre for Islamic Studies
Lantai dua bangunan OCIS
Jam tiga sore, (17/10), rombongan pergi melihat OCIS (Oxford Centre for Islamic Studies), yang merupakan Islamic Foundation pertaman di Oxford yang berdiri secara independent tetapi secara akademik berafiliasi di Oxford. Gedung ini baru dibangun, dan dalam tahap penyelesaian interiornya. Mungkin baru 60 persen. Kami diajak bekeliling ke kompleks dalam gedung yang akan dibuat sangat integrative dengan kegiatan akademis sebuah pusat pengkajian, misalnya ruang perpustakaan, ruang tempat tinggal scholars atau fellow, berdiskusi atau mengadakan workshop hingga masjid yang akan terbuka untuk umum berkapasitas sekitar 700 jamaah.
Bila menengok pada menara anda akan ingat dengan gaya Andalusia, karena memang dibuat mirip, sedangkan kubah masjid disebelahnya dibuat mirip dengan kubah Masjid Madinah.
Dr Basil Mustafa, yang menjadi fellow di OCIS memberikan penjelasan kepada kami, bahwa pusat studi ini sekarang memang telah berubah dari sebelumnya, lebih independen dan dikelola oleh banyak muslim dan mereka bebas mengembangkan khazanah Islam untuk berkontribusi kepada kemanusiaan dan dunia.
Sebelumnya memang Islamic studies dibuat sebagai bagian dari studi orientalisme untuk memahami ketimuran yang didirikan oleh para akademisi dan kemudian menjadikan mereka ahli-ahli di Barat. Abad dua puluh satu ini dimana interdependensi dan dialog peradaban semakin bekembang, fenomena ini kemudian dirubah dengan sebuah pertanyaan:’Bagaimana bisa sebuah pusat pengkajian Islam diisi oleh orang-orang yang hanya memahami Islam untuk pengetahuan saja, tanpa melibatkan Muslim –untuk berkontribusi sebagai seorang Muslim yang memahami bagaimana bersikap--dengan kontribusi mereka untuk bersama membangun peradaban dunia?’
Memang tadinya ada kekhawatiran tentang keterlibatan secara jauh Muslim di Oxford yang tadinya mempunyai cikal bakal sebagai sekolah teologi atau seminari. Tapi kemudian, mereka tersadar, bukankah Oxford yang tua 900 tahun ini, telah banyak belajar tentang pendirian universitas mereka dari peradaban Islam di abad pertengahan? Sejarah mencatat Francis Bacon pernah sekolah di Sevilla, Cordoba dan kemudian menjadi pionir dari Oxford dan peradaban ratusan tahun di UK (baru seingat saya, tolong cek lagi ini benar engga).
Perlahan-lahan, konsep-konsep Islam seperti shariah, mulai diterima karena secara terbuka menjadi diskursus dan dialog dalam menterjemahkannya menjadi sebuah jawaban bagi peradaban manusia secara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan konsep bank Islam (islamic banking) yang kini digunakan dan telah diterima di berbagai tempat. Walaupun ada kritik dimana-mana tentang bias konsep ini digunakan oleh bank konvensional karena adanya kapital dan potensi finansial yang besar dari 1.8 miliar umat Islam, tetapi minimal dalam konsep ini, ada suatu penerimaan global yang –hemat saya—tidak perlu diperdebatkan lagi.
Saya melihat ukiran bilik lengkung bunga-bunga seperti rumah Malaysia. Tapi rekan saya Nalla, dari Malaysia yakin, kayu ini tidak dibuat dari Malaysia, mungkin outsorching dari Indonesia. Saya tambahkan setidaknya kalau pun dibuat di Malaysia, pasti tukangnya orang Indonesia. Jadi orang Indonesia juga berkontribusi atas bagian dari bilik ini. Tapi bagian pekerja yang diupah oleh Malaysia, seperti biasa memang negara kita belum mampu mengekspor otak, tetapi baru mampu ekspor otot!
Bersama dengan Othman Llwelyn perencana konservasi dari Saudi Arabia.
Prince of Wales, atau Pangeran Charles yang menjadi patron atas organisasi ini sangat terobsesi dengan peradaban Islam, sehingga di bagian belakang dari bangunana akan dibuat taman Islam yang nantinya mirip taman di Andalusia, Sevilla atau Cordoba sebagaiman beliau terkesan dengan taman-taman Islam yang masih bertahan hingga kini dari abad pertengahan.
Friday, October 17, 2008
Orang Udik ada di Oxford
Mimpi jadi kenyataan. Inilah hari pertama suatu pagi di Oxford, diluar cuaca cerah sekali, walaupun, matahari mulai menyinari cerobong-cerobong asap rumah-rumah tua di Oxford. Putih awan mulai kelihatan, dan bayangan pagi terlukis lembut karana matahari tidak bersinar terik, sinar agak redup itu terlihat menyembunyikan banyangan cerobong menjadi semacam lukisan yang diarsir saja.
Hotel Victoria House tempat aku tinggal rupanya hotel kecil yang asri dan apik, penginapan dengan brand bertuliskan putih berwarna biru ini terletak di tengah kota. Jadi aku bisa gampang untuk melihat kehidupan di kota pelajar ini. Tidak banyak yang diterima di hotel ini, rupayanya mereka hanya memiliki 14 kamar saja. Bayarannya £85, untung saja Shita Puspitasari, mahasiswa PhD dan sekarang bekerja di Departemen Lingkungan di Oxford, secara sukarela membookingkan hotel saya dengan menjaminkan kartu kreditnya.
Tidak banyak warga negara Indonesia yang beruntung seperti Shinta, bisa bersekolah di luar negeri dengan beasiswa ’Chivening Award’. Di Oxford pun tidak banyak pula mereka yang sekolah cerita Shinta, hanya ada 11 orang dan tiga diantanya mahasiswa PhD. Saya pikir orang seperti Shinta harus menggunakan waktunya sebaik-baiknya kesempatan ini dan menimba ilmu lalu pulang ke negerinya dan ikut membangun negeri. Indonesia perlu orang pintar dan jujur lebih banyak. Dalam hitungan jari, negeri ini baru memiliki 6700 doktor menurut direktori doktor Indonesia (http://www.directoridoktor.net/), dibandingkan dengan penduduknya yang 283 juta jiwa sekarang, hanya berarti 0.00028 hampir tidak kelihatan dalam angka matematika dan bisa dianggap tidak ada!
Setelah bangun pagi dan beberapa kali tadi malam night mare, karena mesti beradaptasi, enam jam lebih lambat dari tanah air. Jadi waktu tidur saya seharusnya digunakan untuk bangun. Sedangkan waktu bangun digunakan untuk tidur, jam 3, bangun pagi---karena tidak bisa tidur lagi-- di Oxford, akus shalat tahajud. Kulihat, ini sama dengan jam 9 pagi di Indonesia, waktu aku sering mengejakan Shalat Dluha.
Setelah itu saya lari ke ujung jalan, melihat Sungai Thames yang terkenal itu, saya menukik kekiri masuk di pintu gergam Head of River sebelum menuju jembatan penyebrangan Folly Bridge. Subhanallah! Inilah bukti mimpi saya saat masih SMP. Waktu itu saya menceritakan pada ayah, bahwa, saya akan pergi melihat negeri Britania Raya (Inggris) dan melihat Jembatan Sungai Thames ini. Bayangan mimpi itu masih saya simpan setelah hampir 30 tahun, di usia saya yang mendekat 44 tahun inilah mimpi itu rupanya diwujudkan oleh Tuhan. Ini bukan mimpi cita-cita ala Laskar Pelangi, tapi mimpi benar!
Kemiskinan dan kebodohanlah yang menyebabkan—saya kira—penduduk kita tidak mempunyai empati pada lingkungan apalagi masa depan anak cucu.
Dichley Park
Rupanya cek out hotel diharuskan jam 11, hotel sempit ini tidak sepi peminat, selalu penuh. Ketika koper dikeluarkan petugas pembersih kamar langsumg membersihkan kamar. Untung saja saya buru-buru kurang seperempat jam dari jam 12.00 petugas hotel mengingatkan saya harus memindah barang-barang. Tepat pukul 12 satu menit, petugas dari Dicthley park sudah menjemput saya dengan mercedes van yang khusus dikelola oleh The Dictcley Foundation. Jarak tempuh 20 menit tidak terasa karena menikmati pemandangan rumah-rumah ala eropa yang tertata dan asli.
Rumah-rumah batu yang saya lewati sepanjang menuju dictley yaitu ke arah utara menunju Woodstock city, masih berwana putih atau bata merah dan hitam dan massif bisa bertahan mungkin ratusan tahun. Cuaca di kawasan temperate memang tidak seperti di negara tropis yang banyak rayap dan cenderung berdebu karena panas dan melapukkan jendela dan kayu disaat musim bergantian ekstrim.
Saya tidak melihat ada bangunan-bangunan baru yang sedang direhab seperti halnya rumah di Jakarta. Beda sekali kalau saya lewat di perumahan elit dan kelas menengah, di Ibukota, mereka saat ini merubah bagian depan mereka yang tadinya trend 80 dan 90an dengan gaya spayol, lalu dirubah menjadi arsitek minimalis, modern. Bukankah itu ongkos mubajie yang dibuang setiap 20 tahun?
Dicthley Park rupannya sebuah Mansion House, rumah ningrat Inggris yang sengaja dibangun tahu 58 oleh Sir David Wills, untuk tempat perundingan dan pertemuan penting para elit para ilmuwan kelas dunia dan pengambil kebijakan untuk derdiskusi dan berkonferensi memperdebatkan persoalan dari mulai politik, sosial, agama hingga budaya misalnya: the politic of identity and relitiond: must culture clash?
Atau tentang The Future of the United Nation yang diadakan pada 22-24 June, sedangkan sekarang 17-19 October, adalah tentang Islam and Environment: Kali ini lingkungan dan Islam merupakan salah satu topik penting di Inggris, sehingga perhatian dicurahkan juga untuk fenomena lingkungan terutama di Dunia Islam. Ada sekitar 35 orang yang hadir disini rata-rata bergelar PhD dan guru besar.
Dari Indonesia, sayang sekali hanya saya yang diundang, entah mengapa sebabnya (to be honest!), duta besar RI di UK juga diundang, tapi diwakili oleh Mas Herry Sudrajat bagian penerangan, KBRI.
Thursday, October 16, 2008
Oxford!
Ngantar Ibu Irma and Mira didampingi Shinta (paling kanan), ke Train Station Oxford
Didepan sebuth chapel Kampus Oxford University