Wednesday, April 19, 2006

Berperahu Menyusuri Santa Fe River

Santa Fe River merupakan tempat keindahan alam yang mengesankan, di Kawasan Utara Florida. Tempat ini mempunyai mata air yang terus mengalir dari ke mengaliri kawasan lainnya.

Setelah penat selama tiga hari mengadakan sebuah konferensi akademik di kampus University of Florida Gainesville, sasaran terakhir prosesi penutupan adalah jalan-jalan di alam: acara berperahu menyusuri Santa Fe River.
Florida merupakan salah satu Negara bagian AS yang mempunyai banyak sumber mata air (springs). Sumber mata air ini menjadi bagian yang menciptakan air bagi anak-anak sungai yang mengalir ke beberapa bagian Negara itu. Karena sumber mata air yang besar, terkadang mata air yang jernih ini menyembul keluar menimbulkan arus pusaran air yang cukup kuat dan mengalir mengairi sungai. Mata air ini terdapat di dataran rendah dan mengalir tidak terlalu deras. Dari kawasan seperti inilah didapat sumber air bersih (water spring) yang mempunyai kandungan mineral yang menyehatkan.
Berperahu di tempat ini hanya menuruti arus yang tenang sambil menikmati alam sekitar. Berbeda dengan apabila kita berperahu di kawasan pegunungan yang terkadang membahayakan dan harus berpelampung, di Sungai Santa Fe relatif datar dan arusnya pun tidak berbahaya, sehingga berperahu santai dapat dilakukan sepanjang sungai.

Kampus University of Florida, Gainesville
Santa Fe River, tidak jauh dari keramaian kota. Tiga puluh lima menit dengan kendaraan (mobil) dari kampus University of Florida. Sebagaimana kehidupan Negara-negara maju lainnya di berbagai perkotaan di Amerika, Santa Fe merupakan salah satu tujuan wisata yang unik karena kota ini selain mempunyai alam yang masih terpelihara dengan baik, juga hutan yang dan tata kota yang tertata rapi. Santa Fe merupakah daerah pertanian dengan pemandangan pertanian yang cukup luas.
Sepanjang jalan bisa menikmati pemandangan ranch peternakan sapi dan kuda ala Amerika. Juga pemandangan hunian perumahan yang rata-rata mempunyai halaman sangat luas dan tidak berpagar.

Kampus Universiti of Florida yang luasnya kurang lebih empat kali tiga kilometer dengan bercampur dengan kota kecil, Gainesville. Ada 52 ribu mahasiswa dari tingkat sarjana muda hingga doktoral yang belajar di University of Florida. Belum termasuk dengan staff civitas akademis University of Florida. “Ini merupakan salah satu dari top 50 besar kampus yang ada di Amerika,” kata Kris McCormick yang membawa saya berkeliling melewati kampus yang luasnya sama dengan satu kecamatan ini.

Jadi kota Gainesville memang merupakan kota universitas dan berpenduduk jarang. Keseluruhan penduduknya hanya 250 ribu orang. Tidak heran kalau anda berjalan kaki di kompleks universitas hanya bisa menemukan ada satu dua orang dijalan. Tentu saja mereka dengan kesibukan masing-masing yang kadangkala ‘ogah’ ditanya karena terburu-buru waktu. Tetapi tidak jarang pula banyak yang bisa melayani pertanyaan dengan ramah, apabila mereka cukup mempunyai waktu.

Menyusuri Santa Fe River
Kami menggunakan jasa Santa Fe River Canoe Outpost of High Srpings, Inc. Disini telah tersedia puluhan perahu yang terbuat dari aluminium yang dirancang khusus untuk menyusuri sungai. Grup kami terdiri dari dua puluh orang dan menyewa perahu itu seharga 20 dollar untuk satu orang. Perjalanan terlebih dahulu mendapatkan pengarahan, sambil masin-masing kelompok kendapatkan ‘plastic bag’ untuk menampung sampah, supaya tidak membuangnya disembarang tempat di sungai. Masing-masing individu yang tertarik bisa mengambil fotokopi peta yang tersedia di meja tour guide sebagai pedoman menyusuri sungai. Tour guide tidak lupa memberikan nasihat untuk menggunakan pelampung bagi masing-masing pendayung. Walaupun tidak terlalu ditekankan karena sungai mengalir dengan perlahan dan cukup dangkal. Tetapi pemilik tempat piknik ini tetap menyediakan pelampung penyelamat dan menyarankan kepada masing-masing peserta piknik untuk menggunakan pelampung.

Perjalanan dimulai dengan mendayung ke hilir mengikuti arus. Perjalanan akan have fun selama 3 jam dengan tujuan terakhir di Rum Island yang berjarak sekitar 7 mil. Kondisi Santa Fe River memang unik, warna airnya bening tetapi karena telah banyak zat organik lain, sungai menjadi agak coklat seperti kopi. Satwa yang pertama kami temukan adalah kura-kura Amerika yang bentuknya sama dengan kura-kura di Kalimantan tetapi mempunyai tiga garis-garis hijau di pipi. Sungguh unik-kura-kura disini, tidak terlihat takut dengan kami yang berdayung. Mereka nangkring diatas dahan-dahan mati yang menyembul ditengah sungai.“Lihat itu, satu, dua..14,17,21…banyak sekali,” kata Karsten Otto (11 tahun) yang menjadi pendayung saya di bagian depan.

Saya memang ingin menikmati keadaan sambil memotret, jadi hanya mengikuti keluarga Staphen Otto (43 th), yang ikut mendayung dibelakang saya. Staphen mengerti kalau saya adalah pendatang yang jauh dari Indonesia dan ingin mengabadikan foto-foto. Jadi setiap ada pemandangan menarik dimana kemera dibidikkan, dia akan menahan laju perahu. “Jangan lupa kirim foto-kura-kura itu lewat e-mail,” katanya mengingatkan.

Kami mendayung kehilir, tetapi Staphen ternyata belum terbiasa mengemudi, sehingga perahu kandas di bagian sungai yang dangkal. “Hoi, kandas,” Karsten berteriak. Beberapa menit kami herus berhenti sehingga tidak bisa bergerak dan mencoba menggoyang perahu dari aluminium itu karena tersangkut batu cadas di bagian sungai yang dangkal.
Air sungai yang dingin mengalir di Santa Fe ini menjadi daya tarik keluarga di kawasan selatan Amerika untuk pergi berlibur. Kawasan High Spring, sebagiannya memang menjadi milik pribadi. Tetapi di bebarapa bagian memang merupakan kawasan lindung (protected zone) yang dijaga oleh pemerintah Negara bagian. Tentu saja tidak ada kawasan pertanian di pinggiran sungai. Jadi semata-mata hutan sangat terpelihara sebagai sumber air. Selain bisa mandi sumber air sungai, di jarak tertentu juga siapkan tempat pemberhentian, untuk menikmati makan bekal makan siang.

Menariknya sepanjang sungai kami menemui berbagai jenis hidupan liar yang berkeliaran. Antara lain seekor alligator alias buaya, sepasang burung merak America (turkey), bangau biru (blue heron), burung elang, raja udang dan burung hantu yang nangkring dengan tenangnya di pinggiran sungai tanpa merasa terganggu. Kalau melihat dinamika flora-fauna yang ada memang mirip dengan bila kita menyusuri kawasan hutan bakau (mangrove). Tetapi hutan yang kami telusuri merupakan hutan sub tropis Amerika yang jumlah spesiesnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan beberapa kawasan tropis.


Lily Spring
Perjalanan berperahu, dan rombongan yang berjumlah delapan perahu singgah sebentar di Lily Spring. Sebuah lokasi membentuk teluk (simpangan) mata air yang kemudian mengalir menjadi anak sungai. Disini kita bisa leluasa menceburkan diri untuk mandi air bersih dan menyegarkan. Tempat ini memang disapkan untuk piknik, ada toilet, beberapa shelter untuk istirahat bersama keluarga, juga disediakan tempat barbeque untuk membuat daging panggang atau sate. (bersambung ah.. soalnya sedang dikirim ke KORAN belum dimuat nanti di post lagi ya)

Menjenguk Kerajaan Penyu

OlehFachruddin Mangunjaya

Dikutip dari Sinar Harapan

Udara cerah di Tanjung Redep. Sesaat saja embun pagi yang mengambang di Sungai Segah telah hilang ditelan terik matahari. Saya melangkah ke dalam perahu mesin yang akan membawa ke Pulau Derawan. Perahu ini adalah milik seorang pengusaha kolektor telur penyu “legal” yang diberi izin oleh pemerintah Daerah Kabupaten Berau, untuk panen telur penyu di beberapa kepulauan yang ada di kawasan Berau seperti Pulau Sangalaki, Pulau Semamak dan Maratua.Perahu mesin (kelotok) merupakan sarana paling murah yang bisa ditumpangi orang yang mempunyai kantung pas-pasan. Memang sangat jarang perahu yang datang ke Kepulauan Derawan ini. Sedangkan wisatawan mancanegara –yang biasanya turun dari pesawat di Lapangan Terbang Kalimarau, Tanjung Redep —langsung menuju Pulau Derawan dengan menggunakan speed boat yang telah ditambatkan di pelabuhan khusus. Dengan menggunakan speed boat, ke P. Derawan hanya memakan waktu dua hingga tiga jam. Sedangkan dengan perahu motor, bisa dicapai setelah tujuh jam. Namun, saya tentu saja beruntung, menggunakan perahu motor sekaligus bisa menikmati udara segar dengan perahu yang secara perlahan juga bisa menikmati pemandangan serta flora fauna yang ada di kawasan sungai. Saat perjalanan misalnya, saya bisa sambil mengamati burung-burung raja udang yang bertebangan di pinggiran sungai yang luasnya sekitar satu setengah kilometer hingga dua kilometer itu. Menurut Pak Sofyan, salah seorang tokoh aktivis lingkungan di Kabupaten Berau, disepanjang sungai itu bila beruntung juga ada ditemukan kera berhidung mancung (bekantan). Di Kabupaten Berau, menurut laporan terakhir The Nature Conservancy, ditemukan populasi baru orangutan, yang tadinya diduga telah punah.Tentu saja saya bisa mempunyai catatan tersendiri mengenai perahu yang saya tumpangi. Anda mau tahu? Menurut cerita Amir, perahu yang dikemudikannya itu akan mengangkut sekitar antara 100.000—200.000 telur penyu yang diambil setelah beberapa hari telur itu dikumpulkan di pulau-pulau Maratua, Derawan, Semamak dan Pulau Sangalaki. Pulau pulau kecil di Kabupaten Berau ini surga bagi penyu untuk bertelur. Di Pulau Sangalaki misalnya apabila musim penyu bertelur dapat dijumpai ratusan penyu yang mendarat kemudian bertelur di pulau tersebut. “Sekali bertelur jumlahnya antara 80-200 biji,” kata Amir. Bisa dibanyangkan bila rata-rata ada 50 penyu yang bertelur, maka akan ada 4000 hingga 10.000 telur yang dipanen. Maka kalau satu pekan berarti 70.000 telur yang akan terkumpul. Kalau di Pulau Derawan hanya dua atau tiga ekor penyu yang bertelur setiap malam, tapi di Pulau Sangalaki dijumpai rata-rata 30 ekor penyu yang bertelur setiap malam.Pengumpulan telur itu dilakukan di beberapa pulau setiap malam, langsung setelah sang penye bertelur. Tidak heran Pemerintah Daerah Kabupaten Berau melakukan lelang pada para kolektor telur penyu di pulau ini setiap tahun. Tahun ini dilakukan lelang pulau tempat bertelur penyu tersebut seharga lebih dari satu milyar sebagai sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Berau. Di Kalimantan Timur telur penyu sudah menjadi santapan istimewa dalam setiap pesta. Karena telur ini dipercaya mempunyai khasiat sebagai aprodisiac “obat kuat”. Itu sebabnya ketika sebuah kapal penampung telur penyu tiba di pelabuhan kabupaten, para pengecer telah siap menyalurkan telur-telur tersebut ke pasar bebas. Tidak heran kalau berada di sepanjang pinggiran Sungai Mahakam Samarinda, Anda akan menemukan berderet-deret para pengecer telur penyu yang dibawa dari Berau.Pemungutan telur inilah yang menjadi kontroversi di antara para pelestari lingkungan dan pemerintah daerah. Sementara para LSM memprotes pemungutan telur tersebut, karena akan mengganggu kelestarian penyu itu sendiri, sementara Pemerintah Daerah memasukkan kekayaan laut itu sebagai program pendapatan asli daerah yang tidak boleh diabaikan. Namun pemerintah Kabupaten Berau bukan tidak sadar akan hal itu, Pemda mensyaratkan setiap pemanen agar menyisakan telur yang mereka ambil untuk khusus ditetaskan. Yang dipertanyakan adalah, sejauh mana kontrol dilakukan dan keberhasilan penetasan itu bisa berlangsung dengan baik.Kerajaan Penyu dan Ikan KarangSampai di Pulau Derawan sudah menjelang sore. Saya mencari penginapan yang lumayan murah. Di sini memang banyak rumah-rumah yang disiapkan penduduk sebagai “home stay” yang bisa dibayar antara 30-40 ribu rupiah per malam. Mau yang lebih mahal pun ada, bahkan cottage telah tersedia dengan tarip dolar AS. Baru keesokan harinya saya berkesempatan melihat pantai. Air Pulau Derawan memang sangat jernih. Jelas sekali kalau Anda duduk di ujung jembatan yang mengarah ke laut, terlihat penyu berseliweran dengan jinaknya, berenang di seputar jembatan. Bahkan ada yang berkejar-kejaran. Laut yang bening seperti kolam renang yang transparan, memberikan keasyikan pada mata yang memandang.Saya lihat banyak pencinta olahraga selam, terutama berkebangsaan Jepang dan Australia berkunjung ke tempat ini. Pulau-pulau ini terletak di Selat Sulawesi –yang masuk bagian yang masih berdekatan dengan perbatasan Malaysia itu menyimpan keindahan bawah laut yang menakjubkan. Bila Anda sempat menyelam atau mengambang di permukaan pantai yang bersih dengan menggunakan alat “snorkel” terapung di atas terumbu karang Pulau Derawan, Anda pasti dapat menjumpai Penyu yang cukup jinak berkeliaran sekeliling Anda. Di samping itu jika menyelam di laut yang lebih dalam, Anda akan berjumpa dengan ikan barracuda, ikan-ikan hias, dan ribuan ikan terumbu karang beriringan simpang siur di kedalaman laut. Dr. Carden Wallace dari museum tropis Queensland, Australia pernah meneliti kekayaan laut Pulau Derawan dan menjumpai lebih dari 50 jenis Arcropora (hewan laut) dalam satu terumbu karang. Tidak aneh tempat ini sudah dikenal di mancanegara dan cukup popular di kalangan para penyelam profesional maupun yang amatir. Di Pulau Derawan, saya mencoba mengelilingi pulau yang tidak luas itu. Ada suatu yang sangat mengganggu di sini. Salah satunya pendirian landasan helikopter yang dibuat oleh PT Kiani Kertas Pulp and Paper, sejak zaman pemerintahan Soeharto. Landasan itu menutup ratusan meter luas pinggiran pantai yang merupakan habitat penyu bertelur. Helipad ini memang pernah mendapat kritikan dari beberapa LSM karena mengkhawatirkan pembangunan itu akan mengganggu penyu yang ingin bertelur. Tapi nyatanya pagi itu, saya melihat jejak penyu yang melimpasi beton itu, menuju suatu tempat. Mungkin mereka tidak perduli lagi tanah biasanya tempat mereka bertelur telah menjadi keras. Ketika terus saya telusuri, jejak itu malah menuju pada satu tempat persis di sebelah sebuah cottage. Ini artinya penyu sudah tidak lagi perduli –dan merasa tidak terganggu –untuk mencari tempat yang nyaman meletakkan telurnya.Penyu dapat Anda saksikan hampir setiap malam naik ke darat dan bertelur di samping cottage, atau tidak seberapa jauh dari pelabuhan tempat Anda mendarat ketika berkunjung di P. Derawan.Pulau Derawan memang lebih dikenal di luar negeri dibandingkan negerinya sendiri. Betapa tidak? Travel dari Jepang “tembak langsung” dari Tokyo atau Nagoya, lalu ke Singapura atau Sabah, langsung ke Balikpapan dan kemudian ikut pesawat kecil ke Tanjung Redep, yang ada di Kabupaten Berau. Beberapa wisatawan asing memang memanfaatkan khusus untuk hobi menyelam, karena tempat ini merupakan kawasan terbaik untuk olahraga selam. “Pulau ini merupakan tempat hunian penyu terbanyak di dunia,” ujar Mr. Sergei, seorang pensiunan guru bahasa Perancis yang telah beberapa kali datang berlibur ke Pulau Derawan. “Saya baru saja menyelam dan ikut mengiringi seekor penyu pergi ke tengah laut,” kata Ms.Dianne istri Sergei. Dianne adalah seorang instruktur selam, dia mengajarkan selam secara profesional kepada orang atau institusi yang ingin mengajarkan dasar-dasar menyelam. Kedua orang ini secara khusus berlibur karena Pulau Derawan relatif tidak banyak dikenal dan bukan merupakan sasaran wisata yang ramai. “Kami suka di sini, tidak banyak orang,” katanya.Sebagai pulau yang terpencil dan belum banyak dikunjungi wisatawan, keadaan pulau masih sangat nyaman. Beberapa penginapan itu juga mempersiapkan alat untuk penyelam amatir maupun profesional. Untuk yang profesional biasanya dapat menyewa peralatan yang disediakan oleh Derawan Dive Resort dengan tarif yang dapat dinegosiasikan. Sebenarnya kalau di Pulau Derwan saja, drama alam kalau belum puas untuk dinikmati, Anda dapat meninjau juga pulau yang lainnya misalnya: Pulau Sangalaki, Maratua, dan Pulau Kakaban yang mempunyai keunikan tersendiri. Pulau Sangalaki misalnya, mempunyai populasi ikan pari biru (Manta Rays) yang unik, yang lebarnya dapat mencapai 3,5 meter. Kalau Anda beruntung, dapat juga menjumpai Pari Hitam dengan lebar 6 meter. Sedangkan Pulau Kakaban mempunyai keunikan yaitu berupa Danau Prasejarah, yang ada di tengah laut, satu-satunya ada di Asia (lihat boks: “Danau Laut Berusia 21 Ribu Tahun”).***Penulis adalah pencinta lingkungan, mahasiswa Program Pascasarjana UI.

My Profile



Fachruddin M Mangunjaya
fmangunjaya@yahoo.com





Environmentalist and Independent consultant.Lecturer at Universitas Nasional, Fellow The Climate Project Presenter. Graduated with a bachelor’s degree from the Faculty of Biology at the National University (UNAS) in Jakarta, and master degree in conservation biology at the University of Indonesia, and PhDfrom Post Graduate Program Environmental Management and Natural Resouces (PSL), Bogor Agricultural University. He is very interested in bringing religion to bear to help conservation goals. One leading eco-activist in the Muslim world and elected as one of four Muslim Eco-Warrior. A member of the Forum on Religion and Ecology and International Society for the Study of Religion Nature and Culture (ISSRNC), environmental journalist and columnist. Treasurer Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin). Adisory and Founder of Borneo Lestari Foundation, Central Kalimantan. He also serves as executive editor of Conservation International Indonesia’s TROPIKA Indonesia Magazine. Editor and Author of several books: Konservasi Alam Dalam Islam -Nature Conservation in Islam (YOI, 2005), Hidup Harmonis Dengan Alam (Living Harmoniously with Nature), -YOI 2006, Menanam Sebelum Kiamat (co Editor), -(YOI 2007), Editor Fiqh al Biah (Fikih Lingkungan), (INFORM 2005) Bertahan Di Bumi: Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim (YOI 2008) and several children books: Keluarga Gajah, Orangutan Pesta Buah Durian dan Kancil Millenium. Khazanah Alam: Menggali Tradisi Islam untuk Konservasi (YOI 2009), Islam Peduli Lingkungan, Suplemen Modul untuk SMK/SMK/Aliyah, ditulis bersama Agus Rahmah, Asep Hilman Yahya dan M Abdullah Darrasz (Ed)(Ma'arif Institute Jakarta). He has authored more than 200 articles for popular science on environment and conservation in the national Indonesia media.


Media coverage:
Features, Cerita Perjalanan:

PROJECT:


LECTURES:


PUBLICATIONS:

  • Books
  • Journal
  • Popular articles
  • Paper
  • Presentation  check here
VIDEO CHANNEL