Friday, August 19, 2011

Kiyai yang Berubah dan Membawa Perubahan

Sekitar akhir bulan Juli lalu, Saya berjumpa dengan KH Husein Muhammad. Setelah lama kami tidak berjumpa, ternyata beliau berada di tempat yang sama dalam suatu kegiatan lembaga yang dibinanya. Saya mendapat cerita yang sangat menarik, bahwa beliau telah menanam beribu pohon jati dan tanaman keras lain di pesantrennya. Beliau dengan cerah menceritakan, bahwa trigger itu karena adanya beberapa kali pertemuan tentang Islam dan Lingkungan dan langkah-langkah positif yang bisa dilakukan di lapangan. "Saya menanam jati, 5000. Sepuluh tahun lagi bisa kaya raya!" kata Pak Kiyai Husen tersenyum lebar. Betul kalau punya lahan, tanamlah pohon, anda menjadi kaya, harga jati, diperkirakan 3-4 juta permeter kubik.

Kalau anda punya, 5000 meter kubik! artinya dalam sepuluh tahun anda bisa menabung 15 sd 20 miliar!Perhitungan Wajar, hasil pengamatan pertumbuhan pohon jati emas dan jati lokal diperoleh hasil bahwa pada usia 7-8 tahun volume jati emas sebagai jati unggulan mencapai 0.88 m3/pohon.

Menanam pohon bukan mimpi, tidak terasa dan pohon memberikan berkah kepada semua makhluk baik oksigen, stok karbon maupun kelebihan lain dari sebuah pohon. Masyarakat kita sudah terbiasa manja, menebang tanpa menanam, padahal menebang pun tidak mudah, karena menebang di hutan alam otomatis menghadapi keganasan alam yang tidak menyenangkan. Ada makhluk hidup lain yang terancam, kawasan tangkapan air yang hilang dan abrasi menyebabkan tanah longsong.

Tuan Guru Hasanai Juaini, paling kiri bersama rekan rekan para kiyai mengunjungi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol.


TG Hasanain Juaini, membuktikan lagi betapa berkahnya menanam pohon, beliau menyediakan bibit-bibit untuk masyarakat sekitar berserta santrinya untuk menghijaukan bukit gundul di NTB. Belum sampai sepuluh tahun saya kita, Kiyai ini bertubi-tubi mendapatkan penghargaan atas upayanya itu. Penghargaan Maarif Award tahun 2008 dan kemudian memperoleh penghargaan Ramon Magsasay 2011.

Persis sebuah cerita, ketika seorang sultan yang menyamar ke sebuah kampung. Sejenak sultan berhenti memperhatikan seorang kakek sedang menanam tanaman keras di kebun nya:

Sultan: "Kakek, boleh saya tanya. Untuk apa, kakek menanam pohon ini, bukankan usia kakek tak akan sampai menemui ketika pohon ini berbuah dan menghasilkan?"

Kakek:"Saya tidak pernah berpikir seperti itu. Menanam saja. Kalau berpikir demikian, niscara kita tidak bisa menikmati buah-buahan yang orang tua dulu juga menanam tanpa menunggu harus memakan!"

Sultan: "Masya Allah, betapa mulia kakek ini. Pengawal! coba ambilkan dinar, berikan hadiah untuk kakeh yang mulia ini."

Kakek: "Al Hamdulillah. Belum lagi pohon ini berbuah. Saya sudah bisa menikmati keberkahannya."

Dua orang diatas yang saya amati merupakan kiyai yang tidak hanya menkaji juga menerapkan apa yang pernah dikajinya. Keduanya adalah peserta Penggagas Fiqh Al Biah tahun 2003.

Alhamdulillahirabbil Alamin...

Link Terkait:

Qoluqium Fiqh Al Biah 2007

Konferensi Islam dan Perubahan Iklim 2010