KAIMANA, PAPUA--Kegiatan safari ramadhan dilakukan berkat kerjasama antara Majelis Muslim Papua (MMP) dan Conservation International International (10-14 September 2009), tujuannya adalah untuk mendekatkan diri pada masyarakat, terutama di perkampungan Muslim di Kaimana. “Safari’ diambil dari istilah safar, yaitu perjalanan, kata ini ada dalam bahasa al Qur’an (arab), aw alaa safarin…dan kalau kamu dalam perjalanan.
Ini sebenarnya merupakan cara lain dari menyambung silaturahim sesama muslim. Karena bulan ramadhan diajurkan berbuat kebaikan termasuk melakukan silaturahim.
Beberapa distrik yang kami kunjungi merupakan distrik berpengaruh di Kaimana. Misalnya pada hari pertama kami mengunjungi Kampung Kambala, Distrik Buruwai bersama Mohammad Lakotani, SH Ketua Umum MMP Kaimana yang juga Camat Buruwai dan Dian Wasaraka staff CI Kaimana Program.
Kami tinggal di tempat pak camat orang Papua memanggilnya Kepala Distrik, beliau adalah camat ke lima di Buruai dan putra asli daerah tersebut. Naik speed boat dari Kaimana ke Distrik Kambala memakan waktu sekitar tiga jam, menyebrang teluk dengan ombak yang lumayan besar dan ganas. Desa Kambala merupakan salah satu dari tiga desa di Distrik Buruai mempuynai sekitar 900 kk merupakan distrik baru. Kampung muslim yang harmonis. Semua orang kenal dan saling sapa menyapa satu dengan yang lain.
Pantai desa ini sangat panjang pasirnya, sehingga ketika kami berlabuh, sedangkan air surut, kami harus berjalan kaki sekitar dua ratus meter menuju muara.
Ceramah dihadiri oleh camat dan kapolsek sambil menyerakan jam kegan kenangna dari CI Indonesia.
Bersama anak anak Kaimana di Kampung Seram
Naik speed boot dengan kakuatan 230 tenaga kuda, kampung Kabala yang ditempuh 7 jam hanya dapar dicapai dua jam dari Kaimana. Rupanya gelombang cukup besar sehingga membuat nyali menjadi ciut ketika dihempas ombak. Ayunan ombak menghempas-hempas speed boat warna merah yang melaju di tengah laut yang tak bertepi.
Selamatkan Kapolsek
Hari kedua Jum’at, Kaimana Arguni atas (Arguni Tua), Ibukota Kec Arguni, bertemu masyarakat. Sebuah kampung yang luar biasa jauh dari keramaian, Bufwer namanya, hampir saja kami tidak batal ketempat ini karena siang sebagaimana rencana akan berangkat setelah Jumat, tetapi speed boat ternyata digunakan dulu untuk mencari ‘Kapolsek’ yang hilang memancing…Angin dan gelombang sangat besar kemarin, membuat speedboat warna merah dengan mesin ganda itu terkadang terhuyung huyun dihempas gelombang.
Pak distrik mendadak mendapat telpon memohon pertolongan untuk mencari pen roda speed boat kapolsek yang patah. Kami di drop duluan ke Kaimana, dan aku sempat shalat Jumat disebuah masjid jami tidak jauh dari pantai. Setelah mandi dan bersiap kami kembali menuju pelabuhan untuk berangkat ke Arguni Atas. Ternyata keberangkatan ditunda sampai jam empat, setelah pencarian kapolsek yang untungnya ketemu setelah beberapa jam hanyut.
“Angin timur ini memang cukup besar dan kadang gelombang tidak pasti,” kata Om Ibrahim yang mencoba meramal tentang kondisi cuaca. Kami bercengkrama bersama masyarakat sambil menunggu kedarangan speed boat, termasuk aku berkenalan dengan Thaha al Hamid salah satu tokoh yang disegani di Papua.
Rombongan ke Arguni menjelang sore, tanpa Pak Kepala Distrik Buruwai tapi katanya di Bafwer, desa yang kami akan singgahi sudah ada Pak Jaffar Worfete, sekretaris Majelis Muslim Papua (MMP), KUA, Wakadis Buruai Arsyad Lakotani ? Kami mulus berangkat. Menikmati pemandangan, menyebrang teluk dan menikmati kesegaran udara laut yang tidak ada duanya. Masuk ke Teluk Arguni, saya diceritakan tentang Gunung Genova, yang penuh misteri tempat para raja memperoleh kesaktian. Mereka –konon—memperoleh keris dan kesaktian dari tempat ini adalah: Soekarno Presiden RI pertama, Raja Ternate, Raja Namatota, Raja Buton, dan Raja Maluku. Ada juga legenda Gunung Nabi yang sangat misterius, konon, puing bekas pahatan kapal Nabi Nuh ada di atas gunung ini. Mendaki atau mengunjungi kawasan ini bisa menyebabkan kematian.
Bufwer merupakan adalah salah satu desa kecil dari tiga desa dengan jumlah hanya ratusan kepala keluarga. Disini komunitas muslim tumbuh harmonis dengan toleransi yang tinggi dengan agama Kristiani. Mereka saling tolong menolong bahkan untuk berburu, mereka meminjam anjing dari umat nasrani tetangganya. Pak Abdullah bercerita kepada saya, setiap ada acara di kampung Bufwer, mereka menjamu dan menghormati tamu dan seringkali untuk menyiapkan perjamuan mereka harus mencari daging rusa atau kasowari. (catatan: Kasowari adalah binatang yang dilindungi. Masyarakat tidak banyak tahu tentang ini rupanya!)
FOTO-FOTO Perjalanan di KAIMANA
Kalau yang pinjam anjing mereka adalah untuk menjamu seorang muslim, maka anjing-anjing ini tidak mau menggigit mangsanya. “Saya juga heran, setiap orang muslim yang pinjam anjing orang nasrani, lalu anjing itu berburu. Mereka cukup hanya mengepung mangsa tersebut, menyalak dan menunggu kita,” tutur Abdullah. Seolah anjing tahu bahwa Muslim diharamkan untuk memakan buruan yang digigit anjing dan kemudian mati. Berlainan kalau tuannya yang melepas untuk keperluannya. Mereka akan langsung menggigit mangsa tersebut.
Di kampung Bufwer, kami disambut dengan rebana dan gendering terbang oleh anak anak dan pemuda desa. Saya tidak menyangka mereka menghormati sedemikian ramah. Mereka mengalu-alukan kami, menggiring kami ditengah hujan gerimis ke sebuah tenda yang tampaknya dipersiapkan dengan janur dan umbul umbul.
Gagal ke Namatota
Sayang sekali rencana kunjungan ke Namatota gagal total, karena kami terhambat dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Nakhoda speed boat tampaknya tidak mau mengambil resiko setelah melihat angin rebut dan gelombang besar minggu siang. Saya pun tinggal di mess dan memanfaatkan waktu dengan sebaiknya membuat laporan ini. Tabik!
Thursday, September 17, 2009
Safari Ramadhan Kaimana, Ditantang Ombak Besar
Subscribe to:
Posts (Atom)