Thursday, December 30, 2010

Bioprospecting: Kebun Organik Mikroba 'Google' Asal Kalimantan Tengah

Bismillahirrahmanirrahim

Inilah adalah bukti inovasi masa depan dari bioprospecting yang dikelola oleh bangsa sendiri. Banyak yang terlewatkan dalam kesilauan kita yang selalu mengacu pada teknologi luar negeri tanpa menilai kepakaran anak bangsa sendiri yang sudah ada. Saya menikmati dan belajar banyak dari Ali Zum Mashar (35tahun), Putra Purwokerto, tumbuh inovatif ketika bekerja di Kalimantan Tengah.

Lihat: Pekerjakan Mikroba ke Arab Saudi

Week end ini (25/12), mengunjungi kebun Organik Mikroba PT Alam Lestari Maju Indonesia milik Ali Zum Mashar, teman sejawat saya di di Pasca Sarjana PSL IPB. Beberapa kali memang saya penuh cita-cita ingin mengunjungi tempat ini, tapi baru kali ini terwujud.

Lihat tulisan saya tentang Bioprospeksi: Bioteknologi Berbasis Keanekaragaman Hayati

Penemuan mikroba yang diambilnya dari sebuah lahan gambut di Kalimantan membuahkan hasil inovasi pupuk mikroba yang dapat mencari dan memperkaya nutrisi untuk tanaman. Ali memang seorang "pemberontak" yang cerdas, mempunyai mimpi besar dan kepekaan campuran, instink inovasi melihat ada anomali (kelainan) di lahan gambut Kalimantan dan menganalisis kelainan itu yang menjadikan penemuan ini lalu menjadi inovasi besar.

Ali Zum, paling kiri, menjelaskan inovasi yang ditemukannya pada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar

Saya kutipkan wawancara dengan Media Indonesia tentang penemuan yang diciptakannya:

"Pada 1996, Ali ke Palangkaraya. "Saya melihat sendiri, di sana tidak ada satu pun petani yang mengusahakan lahannya untuk bertani. Jadi mereka tefgantung pangan dari Jawa," katanya.

Lahan di Palangkaraya tergolong ganas bagi pertanian konvensional. Lapisan atasnya ditutupi gambut, sedangkan di lapisan bawah terdapat pasir kuarsa. "Ada yang kemudian membakar gambut untuk bertani. Kalau terus-terusan, Palangkaraya bisa jadi gurun pasir."

Saat itu, Ali membawa strain mikroba temuannya saat kuliah. Dia mencobakan mikroba itu ke dalam pot berisi tanah gambut untuk menanam tomat. Berhasil. Meski belum yakin betul, Ali mulai punya bayangan bahwa gambut tidak seburuk sangkaan orang.

Lulus tahun 1997, sarjana baru itu bergabung dengan program transmigrasi andalan Soeharto Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektare. Pada 1998, Ali ditempatkan di daerah Kapuas. Faktor kesulitannya tinggi. "Di atas gambut, di bawah racun. Banyak kandungan pirit (FeS2), aluminium, besi dan mangan (Mn)."

Lantaran itu lahan Kapuas seolah membal. Jika dipaksakan, tanaman tahunan keburu mari sebelum dipanen. Tanaman musiman seperti palawija juga tidak akan bertahan karena unsur haranya sangat minim. Saat itu, solusi instan datang dari pemerintah. Berton-ton kapur dikapalkan ke Kalimantan untuk menetralisasi keasaman gambut. Satu ten kapur ditebar di atas 1 hektare lahan. Saat Sungai Kapuas meluap, tanah itu kembali asam karena kapurnya tercuci. Sistem drainase juga bukan solusi karena pirit justru masuk ke perairan dan membunuh ikan-ikan di Kapuas. Ali makin yakin, substansi masalah terletak pada gambut itu sendiri, yaitu bagaimana mengondisikan kesuburannya.

Pertanyaan itu menggayuti Ali berhari-hari. Ia belum yakin, temuannya yang sukses di Palangkaraya-membenamkan mikroba pada pasir--bisa berhasil di Kapuas. Saat berjalan-jalan mengunjungi temannya yang bertugas di kawasan dekat Barito Selatan, Ali menemui anomali. "Di sana, gambutnya lebih dalam. Tapi ada tanaman sejenis kacang-kacangan, juga ada yang berdaun lebar. Tumbuhan itu bukan vegetasi asli gambut, tapi bisa hidup normal."

Cepat Ali mengambil sampel dan membawanya ke tempat ia bekerja. Ia melakukan isolasi di laboratorium sederhana. Pengalaman saat skripsi menyelamatkan Ali. "Kuncinya api. Kita bekerja pada tabung reaksi diatas api. Yang penting steril," ujarnya, tersenyum.

Strain mikroba yang ia biakkan itu kemudian dicobakan ke petani binaannya. Beberapa kali, kedelai, jagung, dan cabai terbukti berhasil ditanam di lahan gambut yang sudah diberi mikroba. Saat ber-tanam padi, Ali seperti berjudi. Dalam sejarah, belum ada yang mampu menanam padi di lahan gambut. Toh Ali berhasil, panen padi menjadi 6 ton per hektare.

Keberhasilan itu tersiar cepat. Ahli tanah dari IPB, Profesor Goes-wono Soepardi, termasuk yang angkat topi. Ali mematahkan pendapat buruknya Kalimantan untuk pertanian karena tanah tidak subur -mengandung pasir kuarsa, sulfat masam, pirit, dan gambut.

"Tapi orang salah. Iklim di sana luar biasa untuk pertanian. Kalau tanah bisa dikondisikan, kita bisa jadikan Kalimantan sebagai sentra tebu dan singkong. Juga kedelai. Pangan kita bisa mandiri segera. Negara ini akan merdeka lepas dari tekanan-tekanan negara lain," tegasnya.


"Ketika, saya menjumpai pencilan, di salah satu sudut lahan gambut, melihat ada tanaman yang mampu tumbuh di lahan gersang dan penuh pirit yang beracun, saya curiga, pasti ada sesuatu dengan kawasan ini. Ternyata benar, ada mikroba yang bisa memperkaya nutrisi dan mengambil simbiosis dan mencari nurtrisi dari sekitarnya," ujar Ali bercerita pada saya.

"Jadi seperti google yang mencari nutrisi khusus, mikroba ini adalah mikroba google yang membantu tanaman mengidentifikasi dan sekaligus menggunakannya."

Subhanallah. Saya sarankan Ali untuk menyederhanakan penemuannya itu dengan menyebut Mikroba "Google" dalam tanda petik, sambil mendompleng nama populer mesin pencari internet di dunia maya karena pasti orang pusing dengan angka dan gelar pupuk yang dibuatnya--setidaknya saya: BioP2000Z. Jangan lupa membubuhkan tanda petik untuk kata:'Mikroba Google" karena ini bukan nama resmi, salah-salah nanti digugat paten namanya.

Bayangkan, Ali hanya menanam dengan media yang sederhana, berupa air dan sekam, menghasilkan tanaman bersih: bayam, tomat, kacang, cabe, brokoli dan sayur mayur serta anggrek yang siap jual di pasar. Tumbuhannya pun bersih, karena selain ditempatkan di dalam 'green house' yang besar dan modern juga penanganan sangat serius. Popuk P2000Z yang diproduknya kini banyak digunakan untuk meningkatkan produktifitas dan bukti-bukti produktifitas itu ditunjukkan pada kami melalui laboratoriumnya di Cianjur ini.

Foto-foto: Kunjungan ke Lab Ali Zum Organic Farming, Cianjur West Java

Ini contoh konkrit bioprospecting seperti yang pernah saya singgung dalam satu bab dalam buku: Bertahan di Bumi, Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim. Inovasi seperti inilah yang bisa menyelamatkan peradaban dan dapat dijadikan kebanggaan, bahwa Indonesia tidak sekedar kaya biodiversitasnya, tetapi juga kaya dengan intelektual dan praktisi seperti Ali Zum Mashar ini.

Ali, terus maju, dunia akan mendukung anda!
Alhamdulillahi rabbil 'alamin


Thursday, December 23, 2010

Amanah 1 Hektar Adopsi Pohon


Saya merasa terharu di dalam hati, ketika hari ini, setelah berupaya bertahun lamanya untuk memulai program kecil bersama IFEES kemudian terwujud. Betapa kecilnya upaya yang dilakukan, tetapi berapa besarnya effort yang dikorbankan untuk menanam sebatang pohon. Dari Jakarta, London, Birmingham, Jakarta, Sukabumi. wah! jarak perjalanan di Jakarta -Sukabumi pun ditempuh tiga jam.

Syukurlah, Hari ini terwujud jualah sudah penanaman pohon yang semula kami gagas: saya dan Fazlun Khalid, dalam sebuah perbincangan kecil di sebuah lobi hotel di kawasan Kemang pertengahan tahun 2008. Waktu itu saya melemparkan gagasan, bagaimana kalau Madrasah di Inggris (bersama murid-muridnya) mengadopsi pohon untuk menanam di Indonesia.

Tepat November 6, 2009. Gayung bersambut, ternyata madrasah Inggris belum tergarap, tetapi komunitas Muslim UK yang banyak itu dikumpulkan untuk diadakan fund raising dengan tambahan Greening Indonesian Charity Dinner (Makan malamnya benar-benar masakan Indonesia). Terselenggaralah pertemuan itu di Toynbee Hall London.

lihat: Charity dinner yang meriah.

Tantangannya bukan kumpul saja, tapi uangnya tidak kumpul untuk satu hektar, sehingga kita tunggu cukup lama untuk mengumpulkan dana peny demi peni, sen demi sen dan pon demi pon, terkumpul jualah satu hektar penanaman.

lihat: JUST GIVING ifees.

Alhamdulillah, sesuai dengan cita-cita dan mimpi, hari ini penanaman itu terwujud bersama santri di Pondok Pesantren Husnayain 2, Kabandungan Sukabumi. Ratusan santri hadir dan ujian yang seyogyanya terus ada hari ini, diliburkan oleh Pak Kiyai Cholil Ridhwan, demi penanaman ini.

Saya membacakan sambutan Mr Fazlun Khalid yang dikirimya dengan penuh rasa syukur dengan narasi yang singkat didepan ratusan santri dan ustadz, kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan rekan-rekan dari Gedepahala dan Conservation International. Berikut ini pidato Fazlun Khalid:

Sambutan Mr Fazlun Khalid, IFEES

When Allah says in Surah Ar Rahman "Wn najmu wassajaru yasjudan" he tells us that the plants and the trees do sujud to him in the totality of their existence. Just by doing this the trees play a part in giving us the oxygen we breathe lock the carbon dioxide in themselves, lock the soil and prevent erosion and mud slides, provide us with fruits we could eat, provide shelter for birds and other wild life and much, much more.

Husnayain is now playing a leading role in trying to save the forests of Indonesia and setting a wonderful example that should be repeated not only in this country but all over the world. I ask Allah to give this initiative every success and make it possible for us to increase the support we are already giving it.

Fazlun Khalid

Founder IFEES

Ketika Allah berfirman dalam Surah Ar Rahman "Wan najmu wasajaru yasjudaan" IA mengatakan kepada kita bahwa tanaman dan pohon-pohon melakukan sujud kepadan Nya dalam totalitas keberadaan mereka. Hanya dengan melakukan hal ini pohon-pohon berperan dalam memberikan kita oksigen yang kita hirup mengunci karbon dioksida dalam diri mereka, kunci tanah dan mencegah slide erosi dan lumpur, memberikan kita dengan buah-buahan kita bisa makan, memberikan tempat tinggal untuk burung dan kehidupan liar lainnya dan banyak, banyak lagi.

Husnayain sekarang memainkan peran utama dalam berusaha menyelamatkan hutan Indonesia dan menetapkan contoh yang indah yang harus di
tiru tidak hanya di negeri ini namun di seluruh dunia. Saya berdoa semoga Allah untuk memberikan inisiatif ini menjadi keberhasilan dan memungkinkan bagi kita untuk meningkatkan dukungan pada apa yang sudah kami berikan.
Fazlun Khalid
Pendiri IFEES

Sekali lagi rasya syukur saya pada kegiatan mulia ini semoga menjadi amal ibadah yang berguna!
tabik...

Sunday, December 12, 2010

Ketika Santri dan Ustadz Bersahabat dengan Lebah

"Apa yang bisa diberikan lebah untuk pesantren?, apakah kita bisa hidup beternak lebah?" pernyataan ini yang dilontarkan oleh Kiyai Ahmad Yani, pengasuh Ponpes Daarul Ulum Lido, Bogor, menuturkan kesangsian ustadz dan santrinya, tentang keterampilan memelihara lebah dan budidaya lebah. Secara menyakinkan, dan diplomatis beliau berpesan, jangan dahulu mengharapkan sesuatu dari lebah, tetapi anggap saja kita berbuat baik pada makhluk Tuhan yang bernama lebah. "Kalau sudah berbuat baik, pasti lebah akan membalasnya," kata Ustadz Yani, yang memberikan pengantar sebagai shohibul bait dan sekaligus menyambut kedatangan peserta training "Sustainable use of natural resources" yang diadakan oleh Yayasan Owa Jawa, CI dan IFEES, di Pondok Pesantren Daarul Ulum Lido, 12 Des 2010.


Berita Press Release Lihat disini: Pemanfaatan SDA Berkelanjutan Berbasis Pesantren: Budidaya Lebah

Semula masih merasa ragu, kemudian para usdadz dan santri senior itu kemudian merasa menikmati pelatihan, terlebih setelah turun ke lapangan. Disamping meninjau kawasan harim zone pondok pesantren yang hijau dan teduh, juga memberanikan diri untuk mulai memegang lebah. Beberapa ustadz mulai bersahabat dan meminta terapi sengat labah.

"Tadinya takut, sekarang seru," kata seorang santri menuturkan.

Kegiatan ini diikuti oleh 23 pesantren dari 10 pesantren dan komunitas masyarakat di sekitar TN Gunung Gede, Halimun dan Salak.

Insya Allah, beternak lebah akan membawa hasil, kalau kita berbuat baik dengan lebah, meletakkan mereka pada kawasan pohon dan tumbuhan berbunga dan mempunyai madu. Merawat lingkungan dan pepohonan agar selalu rindang (bukan menebangnya), memelihara lingkungan tanpa pestisida dan memperhatikan apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh lebah, tambah Eureka Zatnika, pelatih dari Asosiasi Perlebahan APIARI.

Memang saya sebagai pengemban inisiatif tidak akan berharap banyak, melainkan sedikit tetapi dengan suatu keyakinan, bahwa kelompok kecil yang dilatih ini akan memberikan dampak yang besar dikemudian hari.

Seperti madu yang bentuknya khasiatnya ajaib dan lebah sendiri yang disebut oleh Al Qur'an mempunyai kelebihan strategis sebagai makhluk. Belum apa-apa, kelihatan sekali bukti lebah memang akan membantu dan menolong manusia. Pelatihan belum usai, banyak ustadz yang meminta dirinya diterapi oleh lebah.

Lihat Videonya ya!



BERITA TERKAIT

Thursday, November 11, 2010

Biophila dan Obama

"...Dan saya belajar untuk mencintai Indonesia dengan menerbangkan layang-layang dan berjalan di sepanjang pematang sawah dan menangkap capung..." (Barack Obama, Pidato di UI 10 November 2010

Sawah, capung, kambing, kerbau, layang-layang. Menjadi memori indah Obama masa kecil pada tahun 60an. Obama ternyata menikmati alam Indonesia dengan sawah menghampar dan sungai serta setu (danau) yang penuh air. Dia juga anak Kampung Menteng Dalam. Saya menganalisa, rasa altruisme dan biophilia (kecintaan pada alam dan makhluk hidup), sangat mempengaruhi karakter kepemimpinan Obama. Terlebih dia berada di Indonesia pada masa emas pertumbuhan kedua secara psikologis, pada umur usia kelas 3-kelas 5 SD. Kegiatan kecil dan ingatannya yang kuat terpatri kemudian ketika dia memimpin lalu sangat perduli pada alam dan kemanusiaan. Kepandaiannya mengemas pidato dan bakat alam dan inspirasi tentang plurarisme Indonesia, ternyata bisa mengubah dunia dan Obama membuktikannya.

Lihat transkrip Pidato Obama dalam Bahasa Indonesia

Dalam Bahasa Inggris: Obama Speech in University of Indonesia 10 November 2010



Alam mamberikan inspirasi dan memori yang baik untuk kesegaran berpikir, perkembangan imaginasi anak dan inspirasi manusian. Sebab itu EO Wilson, pencetus hipotesis biophilia, menganjurkan anak-anak kita pergi ke alam: bermain di sungai, lumpur, sawah, masuk hutan, dan menghirup kemurnian udara segar agar kecerdasan alamiah anak menjadi terpateri.

Lihat EO Wilson Call for Kids set free outside

Biophilia merupakan warisan genetik yang dimiliki oleh semua manusia untuk sehat dengan melihat, menikmati dan mencintai alam.

Lihat Bab: Biophilia dalam Buku Bertahan di Bumi.

Manusia memerlukan alam, demi kelangsungan hidupnya.

Tabik!

Friday, October 29, 2010

Gayo..Amboi Kopinya

Tiga hari saya di Aceh Tengah, 26-29 Oktober 2010. Kabupaten baru, bernama Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukota Takengon. Cantik sekali kawasan ini. Berada di kawasan ketinggian 1000 kaki dari permukaan laut, Ibukota Takengon yang mayoritas di huni oleh Suku Gayo terkenal dengan produk kopinya. Panorama pemandangan berbukit bukau, perjalanan bak diselimuti awan. Turun naik gunung bagai cerita pewayangan. Udara sejuk, aku lupa bawa sweater. Selama dua hari hujan turun, dan acara kami diadakan di sebuah hotel yang baru dibangun, Penemas namanya.

Kabupaten baru yang sibuk dengan pembangunan fasilitas yang baru dan jalan-jalan dibangun lurus. Cukup banyak penduduknya. Kesibukan terasa sejak pagi. Hari kedua diikuti rasa penasara, saya jalan ke arah tenggara dari lokasi hotel, menuju Danau Laut Tawar di takengon. Danau ini sungguh potensial sangat cantik. Sekilas, saya melihat belum dimanfaatkan sebagai obyek wisata, danau yang disebut Lut Tawar, oleh masyarakat Aceh ini, memiliki kekayaan ikan endemik yang ditangkap untuk dikonsumsi.

Kabupaten ini, terkenal dengan kopi Gayo yang sungguh populer itu. Beberapa tahun silam, kopi gayo yang enak ini, dipatenkan oleh orang belanda. Paten tersebut akhirnya kembali direbut haknya oleh Masyarakat Gayo yang memang perduli pada kopi mereka.

Adalah H Mustafa Ali, ketua Forum masyarakat kopi gayo salah satu yang menjadi pelopornya. Kalau dihitung, katanya ada 100 ribu ha petani kopi di Gayo, dan belum sepenuhnya bergabung dalam asosiasi petani kopi Gayo.

Menikmati kopi, Gayo tidak lengkap hanya di ruang hotel saya, saya pergi ke Koffee Bargendaal yang letaknya di Kampung Teritit,9 km dari Takengon. Hujan gerimis tidak menyurutkan hati untuk menikmati kopi khas Takengon ini dalam aroma yang sesungguhnya.

Ibu Saodah Lubis, Project Leader dari Conservation International, membawa kami ke gerai kopi yang konon, tidak kalau rasanya dengan gerai Starbuck. Benar juga. Saya menikmati kopi yang luar biasa...nikmat. Oh Amboi.., rasa kopinya masih terasa terkecap ketika menulis blog ini dua hari kemudian.

Beberapa sample kopi dijual disini dengan harga relatif mahal dengan kemasan yang baik. Tapi buat pencinta kopi, saya kira uang bukan masalah. Berbagai macam kopi tersedai di Bergendaal. Kalau tak kesini, bila mengunjungi Takengon, jangan anda cerita apa-apa!

Bermula dari Ulama
Kunjungan ke tujuh kali saya ke pelosok Aceh, saya memberikan pelatihan tentang konservasi alam dalam hubungannya dengan Islam, membuka kembali ayat-ayat Al Qur'an yang mempunyai relevansi dengan lingkungan dan pelestarian alam bersama para tokoh ulama dan masyarakat Gayo.

Ada 17 peserta yang hadir dalam acara ini. Sabagian mereka datang sangat jauh, di pelosok, sepert Tengku Samsu Rizal, dari Linge yang letaknya 40 km dari Takengon. Mengingatkan, merupakan cara yang tepat karena training ini bukanlah bermaksud menggurui, namun menelaah bersama isi Al Quran baik secara tekstual dan menganalisa dengan cara kontekstual.

Ketika diminta menilai secara tertulis, pakah peserta mendaptkan manfaat dalam partisipasi lokalatih Islam dan Konservasi ini, "Saya sangat berterima kasih sekali, karena telah mendapat manfaat dan menambah khasanah yang akan diterapkan kepada masyarakat," ujar Tengku M Yusuf Yuzar, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kecamatan Pegasing.

Hampir seluruh peserta merekomendasikan dengan rentang angka 7-10 tentang pentingnya keterlibatan ulama (imam dan khatib) jumat dalam mengingatkan masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan.

"Saya kan berusaha dalam memperdayakan masyarakat dalam rangka melestarikan alam, melaui dakwah," tambahnya.

semoga pertemuan ini bermanfaat.

wallahu'alam.

Monday, October 04, 2010

Bogor 1962

Satu lagi saya mendengar kesaksian bahwa suhu di beberapa tempat dan daerah memang telah nyata berubah. Kemarin (4/10) saya mengikuti kuliah Prof Hadi Alikodra yang telah tinggal selama lebih dari 40 tahun di Bogor. Beliau menceritakan bagaimana kondisi kota Bogor yang asri pada tahun 1960 hingga 1970an. "Kalau berangkat pagi harus pakai jaket," beliau menuturkan, "Itu saking dinginnya".

"Rumah di Bogor, kala itu tidak ada yang pakai AC".

Kuliah kami adalah Etika Moral Konservasi yang hanya diikuti oleh 4 orang. Tapi professor Hadi mengharapkan dari sini akan timbul inisiatif dan perubahan. Kami semua memang sambil tertawa ketir-ketir, membicarakan fenomena perubahan iklim di ruang kampus yang kecil dengan ruangan ber AC di Fakultas Kehutanan, Bogor. Kampus Fakultas kehutanan, memang penuh hutan-dibawah nenaungan pohon pohon hutan. Itulah asyiknya kuliah disini.

Tapi, ya tapi! sekarang panasnya bukan main, kalau memasuki ruangan kuliah, sekira jam 10-11, lorong memasuki koridor perkuliahan, mungkin karena pengaruh pohon diluarnya, lalu menjadi lembab. Hari ini memang berbeda, yang menurut Prof Hadi ada perubahan sekitar 4 derajad selsius dengan memukul tidak rata. Dulu --1962--suhu ruangan rata-rata 26-27, sekarang jadi 30-31 derajad selsius. Kesejukan di Bogor sudah musnah! Kondisi seperti ini, anda dapat rasakan kalau berada di Puncak Pas, pada hari ini.

Satu hal yang bertahan di bBogor, yaitu, ujan setiap hari. Jawab asal asalannya adalah karena kalau tidak hujan, maka siapa yang menyiram Kebun Raya Bogor?

Tapi tidak juga memang ternyata kontur Bogor yang tampas terjaga lembah Gunung Salak lah yang menyebabkan kota ini selalu hujan. Tapi sekitar Juni -Juli semester lalu, Bogor tidak hujan berminggu minggu, sehingga danau di tengah Kampus IPB menjadi setengah kering.

Duren Parung
Kelelawar atau kalong yang ada di Kebun Raya Bogor, tahun 70an setiap sore dan musim durian, akan terbang ke arah parung. Mereka terbang kesana untuk menyerbuk buah durian yang tinggi tinggi dan tumbuh lebat di kawasan Parung hingga Condet.

Anak cucu kelelawar itu, sekarang yang tinggal tersisa di Kebun Raya, tidak lagi bisa menikmati seperti kakek buyutnya, menikmati bunga durian berwarna putih yang mekar malam hari. Mereka berputar putar merebut nectar yang ada disekitar kebun raya saja. Tidak lagi jalan keluar kebun raya, karena pohon pohon besar di luar kebun raya telah musnah dan tak ada.

Friday, July 02, 2010

The Climate Project Grand Training di Nashville

Keramaian di sekitar Broadway street Nashville

Berkunjung ke Nashville negeri music country. Dari tanggal 24 hingga 30 Juni menyertai rombongan Pelatihan The Climat Project (TCP). Sekitar 40an orang dari tanah air mengikuti International Grand Training untuk presenter bersama Vice President Al Gore (Iya memang dipanggil begitu, mereka tidak pernah manggil Al Gore ‘former vice president’ melainkan vice president), untuk pimpinan tidak ada barang bekas disini. Hanya pakai nomor. Itulah penghargaan yang tinggi untuk pemimpin.

Beberapa kali aku ke US, rasanya melihat negeri ini seperti negeri ‘ liliput’, bak mimpi kerena perbedaan kesejahteraan dan kondisi penduduknya yang makmur. Negara bagian Nashville adalah ibukota Tennessee yang mempunyai sejarah cukup panjang. Kesan saya orang disini memang luwes dan ramah tamah. Selain disudut down town tertulis disetiap tempat, Nasville Music City, beberapa pengamen jalanan sangat interaktif dengan masyarakat. Mereka serius ngamennya. Tidak ecek ecek dibayar terus pergi. Lalu lalang lalu lintas terutama di downtown sekitar Wildhorse Saloon, antara jalan Broadway, banyak berjajar pub dan club malam. Isinya live music. Siang sepanjang hari pun sebuah salon dipinggir jalan tidak berhenti memutar music country, jadi kota tidak sepi dari music.


Nasville sebenarnya penduduknya sedikit saja, sensus tahun 2008 menghitung
hanya 626,144. Itupun dianggap kota yang sangat padat populasinya padat dibandingkan dengan Memphis. Total penduduk di 13 county di Nasville adalah 1,6 juta orang, Sebanding dengan Jogjakarta yang berpenduku 500 ribu untuk kota dan 2 juta untuk seluruh propinsi.


Sekitar 600 an peserta dari 26 negara yang ikut dalam training ini memang mempunyai selera masing masing –mungkin –dalam memandang Nasville. Dominasi para presenter memang dari AS dan Canada yang paling banyak pesertanya.


Al Gore memberikan kuliah umum dan pelatihan sehari penuh, ditambah dengan materi materi yang lain terkait dengan tata cara presentasi yang baik dan bagaimana mengatasi tantangan dan bersikap optimis terhadap persoalan termasuk lingkungan.


Materi
training meman g berkisar pada buku Al Gore yang terbaru Our Choice yang memberikan jalan keluar solusi dan alternative baru terutama dalam penggunaan energi. Sesungguhnya tidak ada yang terlalu baru tentang ini, tapi Al Gore telah memberikan angka-angka keuntungan dan memberikan fakta –fakta baru bahwa hal ini dapat dilakukan dan menguntungkan selain bagi lingkungan juga secara ekonomi. Sesuatu yang selalu dikaitkan untuk menarik semua manusia yang homo economicus dan berasas pada orientasi dan keuntungan untuk melanjutkan kehidupan. Inilah faktanya.

Pelatihan dilakukan di Bar, Wildhorse Saloon, yang dari depan terlihat sempit namun di dalam ruanganan bertingka tiga layaknya ruangan concert. Cukup unik ruangan ini bisa menampung ribuan orang didalamnya. Sound sistemnya bagus dan lay out ruangan sungguh baik. walaupun suasana bar tidak dapat dihindarkan, seperti tempat pelayanan dan patung patung kuda yang terbantung di langit langit secara terbalik. Teman Indonesia saya bilang, “Ini maksudnya supaya kalau ada pengunjung bar yang mabuk , jadi merasa tidak mabuk, bila dia terkapar mabuk”, hehe.


Kelompok musik jalanan bergembira dengan wisatawan malam minggu di Nashville



Meskipun kota Nashville memang selalu gembira dengan music setiap malam, aku melihat mereka tetap ikut aturan. Setiap orang yang masuk bar, diperiksa ktp dan SIM untuk memastikan mereka berumur 18 atau 21 tahun keatas. Pintu dijaga orang angker barbaju hitam dan bertato..hehe. Meski demikian mereka ramah tidak galak.


Setiap sudut kota tidak sepi, gedung gedung dipasang salon dan bernyanyi country sepanjang malam dan siang. Sebuah kota yang ramai dengan musik!

Related News:

Al Gore Says Movement



Sunday, June 20, 2010

Resep Umur Panjang Emil Salim

80 Tahun Emil Salim, hari ini dirayakan oleh banyak kolega dan rekan rekan beliau di Balai Sudirman Jakarta. Berbahagialah Pak Emil Salim, dengan panjang umur dan manfaat umur yang beliau berikan untuk bangsa ini. Tidak terkejut saya melihat sambutan dan antusiasme pada perayaan ulang tahun Emil Salim, dihadiri oleh banyak pejabat dan mantan pejabat, banyak diantaranya para sepuh orde baru, menteri-menteri yang masih panjang umur, seperti --yang tambak oleh saya--Ali Wardhana, Harun Zain, Akbar Tanjung, Subroto dll.

Emil Salim, sosok bersahaja, ilmuwan dan pakar lingkungan dan ekonomi.Penasehat Presiden untuk Lingkungan Hidup. Kebersahajaan itulah membuat beliau selalu didengarkan 'kampanyenya' tentang lingkungan. Hari ini juga, beliau meluncurkan buku: 'Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi'(KOMPAS 2010) kumpulan renungan dan tulisan beliau di berbagai media dan tentunya masih aktual untuk dibaca.

Emil Salim bersama cucu beliau, Daffa, Naya,Dilly dan Jezzie.


Emil memberikan buku itu pada cucunya Delly, Jezzie, Daffa dan Naya orang yang paling dekat dengan beliau, dan kata beliau mengatur jadwal kalau akhir minggu. Bersyukurlah Bangsa Indonesia masih punya orang semacam Emil Salim. Produktif menulis dan kepakarannya dipandang di seluruh dunia.

Dalam usianya yang 80an ini, Pak Emil masih jernih berpikir, mampu berbicara sistematis dan melihat persoalan secara runtut. Beliau tidak berhenti mengajar dan mencurahkan ilmunya untuk penerus dan generasi muda, mau belajar dan mengajarkan sehingga banyak semangat tersentuh olehnya. Itulah resep panjang umur Emil Salim.

Life time Achievement, seluruh hidup beliau tentunya untuk memberikan sumbangan pada perkembangan lingkungan hidup, tentu saja belum selesai. Makanya buku-buku itu diserahkan kepada anak dan cucunya sebagai simbol, penerus perjuangan.

Saya pendatang baru 40 tahun belakangan. Ketika Emil Salim meraih gelar PhD di University of California Berkeley, saya bari lahir (1964!) sebagai orang kampung yang lahir nun jauh di Kalimantan, saya menyempati bertemu beliau dan menyumbangkan essay untuk ulang tahun beliau ke 80. Selamat Ulang Tahun Emil Salim!
wassalam!

Berita Terkait:

Wednesday, June 09, 2010

Tentang Eco Pesantren

Banyak pertanyaan kepada saya tentang ECO Pesantren. Apa dan bagaimana sebenarnya eco pesantren itu? Apakah ada typical ECO Pesantren yang berarti sebuah pesantren dengan wawasan yang ramah lingkungan? Adakah wujudnya, bagaimana bentuknya? Apakah ada standar dan tolok ukur yang dapat dilihat dan diperoleh sehingga Pesantren dapat menjadi sebuah Eco Pesantren.

Saya ingin menjawabnya dengan beberapa diskursus dan alasan karena, sejauh ini --setahu saya--tidak ada standar yang dibuat untuk menetapkan bagaimana sesungguhnya profile sebuah eco pesantren itu.

Sama halnya dengan upaya upaya para aktifis dan pencinta lingkungan yang ingin menghubungkan lembaganya dengan berbagai kegiatan lingkungan dan kecenderungan yang sedang marak, eco pesantren sebenarnya adalah upaya untuk memberikan label (pelabelan) pada lembaga atau institusi tertentu agar bisa menjadi ramah lingkungan. Hal ini terlepas pada penilaian secara objektif apakah jika pesantren --sesukanya--menamakan dirinya Eco-Pesantren, atau Green Boarding School, atau Go Green. Pada tarap ini, tentunya dapat dinilai bahwa pesantren tersebut pada dasarnya sudah punya kegiatan yang terkait lingkungan hidup apa pun jenisnya. Ini tentunya positif, karena dalam strategi kampanye lingkungan ada lima tingkat perubahan perilaku.

Doppelt (2008) merumuskan tentang perubahan perilaku (behavioral change) untuk mengukur tingkat kesadaran dalam lingkungan dengan asas 5 D:

1. Disinterest
2. Deliberation
3. Desingn
4. Doing
5. Defending

Minimal mereka yang memberikan label, Pesantren Ramah Lingkungan (Eco Pesantren) mereka adalah pada tahap berbuat: Doing, --Tahap "Saya berubah" dan Depending (saya telah berbuat dan terus melakukan).

Jadi kalau dipakai tolok ukur tersebut, banyaklah yang dapat diinventarisir dari kegiatan pesantren yang ramah lingkungan (eco-pesantren). Pesentren adalah suatu sistem pendidikan khas Muslim di Indonesia yang biasanya mengutamakan kemandirian. Mengolah sumber daya yang ada dan bahkan dapat menjadi pelopor dan trigger bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Komponen inti pesantren adalah: Ustazd (Kiyai), Masjid, Santri dan pondok. Pondok bermakna bisa saja asrama atau boarding. Jadi pesantren tidak mesti ada kelas, kelas mereka adalah di masjid, sebagaimana pengajaran awal Islam. Kemudian madrasah muncul--disamping masjid-- pada saat khalifah Islamiah berjaya.

Disamping tipologi pesantren yang ber aneka ragam, dari salafiah, khalafiah hingga campuran keduanya (menurut kategori Departemen Agama). Ada pesantren yang hanya berbasis pada pengajaran teks, Al Qur an, tafsir, hadist dan kitab salafi (klasik), sekarang ini --untuk memenuhi kehendak zaman, pesantren menggunakan Kurikulum Departemen Agama yang distandarkan gabungan antara pengajaran pesantren dan kurikulum pendidikan nasional.

Hemat saya banyak hal yang bisa dipenuhi untuk menuju pada eco pesantren yang sesungguhnya, bukan hanya sekolah yang bersih, tetapi pesantren mesti by desingn menetapkan visi dan misi lingkungan atau pembangunan berkelanjutan dalam wadah pesantren dan kegiatan kehidupan mereka.

Sekarang ini banyak bertebaran contoh pesantren yang tengah berubah setidaknya berupaya pada tahap 'desingn' mereka menginkan hidup berwawasan lingkungan. Karena itulah Pemerintah Menyambut kegiatan ini dengan membuat trigger dan dorongan sehingga diresmikannya program Eco Pesantren oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Beberapa pesantren dibawah ini kesan saya adalah merupakan tipical eco-pesantren atau yang sedang berkembang kearah tersebut:



Tabik!