Thursday, May 14, 2009

Konferensi Kelautan Dunia

MANADO 12-14 Mei saya mengikuti Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference) di Manado, Sulawesi Utara. Kota Manado, menjadi ramai dengan pengunjung para peserta konferensi dari hampir 80 negara. Beberapa tempat penginapan dan hotel fully box dan banyak peserta tidak kebagian tempat tingal sehingga rumah masyarakat di sekitar tempat diadakan konferensi dijadikan tempat yang bisa disewa oleh para peserta. Meskipun menurut saya Kota Manado merupakan salah satu kota yang cukup pesat pembangunannya dengan beberapa hotel berbintang, tapi ternyata ketika menyelenggarakan event berkelas dunia, semuanya jadi serba sempit.

Jalan di Manado seperti daerah-daerah lain di Indonesia –diluar jalan protokol—adalah bukan jalan yang ditata menjadi dua jalur, hanya dapat dilalui oleh dua atau tiga mobil. Lalu pemerintah kota Manado menghimbau masyarakat yang mempunyai mobil pribadi dan angkot untuk keluar jalan raya sesuai dengan tanggal: ganjil atau genap dengan mencocokkan nomor seri belakang mobil. Bila seri belakang ganjil, boleh keluar pada tanggal ganjil, lalu kalau genap bisa keluar pada tanggal genap.

Simposium
Sebagaimana konferensi International yang lain, kegiatan ini tentunya yang paling menarik diisi dengan simposium atau pertemuan para ahli kelautan dalam mempresentasikan hasil penelitian baik sains, teknologi, maupun kebijakan di bidang kelautan. Ada ratusan topik diskusi yang digelar dan tentu tidak dapat diikuti semua. Aku mengikuti dua sesi pertama tentang coral triangle (segitiga terumbu karang) yang membahas tentang jalur hubungan genetik ikan dari kawasan Laut Indonesia timur hinggá ke barat.

Kedua tentang pentingnya Kawasan Konservasi Laut yang dipresentasikan oleh Dr Alan White, seorang marine biologist kawakan dunia. Menarik apa yang dikatakan Alan, bahwa adanya kawasan konservasi laut ternyata menambah peningkatan produktivitas ikan, karena ternyata kawasan-kawasan yang dilindungi ini terlepas apakah dikelola dengan baik atau tidak mempunyai sisi positif bagi pelestarian terumbu karang. Di kawasan coral triangle telah terbentuk lebih dari 1500 MPA network yang menjadi basis konservasi kelautan di kawasan ini. Ikan di kawasan yang dilindungi meningkat hampir 900 persen dibandingkan dengan ikan tangkap yang berada di luar kawasan konservasi yang hanya meningkat 300 persen.


Bersama Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Timor Leste,
Mariano Assanami Sabino (37 tahun), mantan aktifis Unibrawijaya zaman reformasi.


Ini merupakan hasil survey di enam kawasan konservasi laut (MPA): Berau, Tubbataha, Wakatobi, Kimbe Bay, Karimunjawa dan Cebu. Pengamatan saya atas usaha utama pemerintah untuk melindungi kawasan laut memang begitu serius. Sangat disayangkan bila Indonesia hanya menjadi daya tarik luar biasa para peneliti asing dan banyak peneliti berdatangan kesini. Arena WOC ternyata tidak banyak ditangkap manfaatnya oleh bangsa di negeri sendiri.

Satu hal kecil saya perhatikan, di ruangan tempat saya duduk –dari ratusan orang--tidak ada satu pun wajah mahasiswa Indonesia mengikuti simposium penting itu, minimal untuk ikut relajar. Secara sepihak kulihat wajah-wajah graduate student asing berumur sekitar 20an dengan tekun bisa mengikuti acara ini. Kemana mereka?

Prof Hasym Jalal, ahli hukum tata laut Nusantara

Apakah tidak ada mahasiswa di Indonesia yang bisa ikut dengan biaya subsidi untuk belajar ‘Marine Life’ di negara yang 2/3 kawasan teritorialnya merupakan lautan raya? Ketika duduk bersama dengan seorang ibu dosen perikanan dari Universitas Samratulangi, mereka bilang hal ini memang terlepas dari pikiran mereka: “Yang ada ialah, bagaima para dosen bisa ikut arena ini lebih dahulu, bukan buat mahasiswa,” katanya. Saya pun manggut-manggut, tapi ibu ini memahami pentingnya menyertakan mahasiswa S1 atau S2 dalam arena seperti ini supaya keahlian mereka menjadi terasah dan focus mereka tentang laut Indonesia menjadi lebih baik.
Tabik!