Friday, November 23, 2007

16 November Mengunjungi PP Darunnajah, Ulujami

Mendampingi Dubes Inggris Charles Humfrey dan Fazlun Khalid, dalam kunjungan ke PP Darunnajah, mengkaitkan Islam dan konservasi lingkungan. Humfrey mengadakan sosialisasi tentang global warming dan terkesan dengan sistem pondok pesantren semacam Darunnajah.

29-30 Oktober 2007, Lokakarya Sacret Sites MAB LIPI

Peserta Lokakarya Situs Keraman Alami dan Keanekaragaman Hayati

Dr. Herwasono Soejito, mengundang untuk membawa makalah sempena sacret sites di Cibodas. Tempat ini sangat asri dan jauh dari keramaian, sejuk dan nyaman. Emil Salim memberikan pencerahan kepada semua peserta.




Seminar Nasional Kehutanan UNILA


Mahasiswa meminta saya menyumbangkan pemikiran tentang Islam dan Pengelolaan Hutan 2030. diskusi dihadiri oleh sekitar 200 orang mahasiswa termasuk alumni Jaringan Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia (JMKKI). Harus pulang perg Jakarta-Lampung-Jakarta, 15 November 2007.









Friday, November 16, 2007

Arlington, Conservation International Communication Symposium 2007

Global symposium kali ini diadakan dari tanggal 3-11 November 2007, merupakan symposium ke 6, diikuti oleh 70 peserta ( 50 diantaranya adalah tim global Com DC), total peserta merupakan perwakilan dari 20 negara. Dilakukan kegiatan diaadakan di Chespeake Bay Camp, 4 jam dari Arlington, Virginia.
Story Telling
Salah satu strategi baru yang diprakarsai dalam mendekatkan brand dan visi mis CI pada public adalah dengan story telling. Cara bercerita dalam film atau slide pendek dengan musik, (tidak lebih dari 5 menit) ini lebih dianggap praktis dan mengena dibandingkan menyuruh orang membaca (terutama di web).
Jadi untuk berita-berita yang khas, kami juga sudah diajarkan bagaiman meramu story telling. Kang Irman dari Raja Ampat, karena sudah biasa dengan Radio, jadi jagoan favorit story telling dari berbagai negara. Anda bisa melihat web terakhir CI yang sebentar lagi akan lebih smart. http://www.conservation.org/. disamping itu tentu saja didorong untuk seluruh staff supaya mempunyai kemampuan menulis dengan baik.
The Team EARTH

Mondo Delicia

The White House
3 years old brithday





Arrive, at the Camp, two exotic 'Indonesian' in Autum Nov 4, 2007


The Camp, Autum in Tockwogh






Conference room Camp Tockwogh

Monday, September 17, 2007

Memetik Strawberri di Kavling Strawberri



Selamat datang di KAVLING Strawberri

Strawberri matang..





Perolehan taya dibantu ayah...







Fani dengan perolehan strawberri, satu keranjang penuh!
















Dila sedang memeti strawberri. 'awas tangan kepotong'


















Ini Parij van Java, alias Bandung. Anak-anak punya pengalaman baru memetik strawberri. Foto-foto keluarga ke Bandung tanggal 15-16 September 2007.

Sunday, August 05, 2007

Pictures First Colluquium Fiqh al-Biah Jakarta 21-22 June 2007

Prof Hyder, Othman Llewelyn, Dr.Aslam Parpaiz

Prof Hyder, Fachruddin Mangunjaya, Othman Llwelyn, Fahmi Ali Yafie

Dr. Mubariq Ahmad, Fazlun Khalid

Othman Llewellyn, Fahmi Ali Yafie

KH An'im Falahuddin Mahrud, TG Muharrar,
Prof. Tengku Muslim Ibrahim, Ust. Abdurahman Kaoy.

Professor Mohamed Hyder















First International Colluquium on Islamic Fiqh of the Environment,
Jakarta, June 2007.



Sunday, July 15, 2007

Ma’had Al-Zaytun Menunju Mekanisasi Pertanian




Sudah lama saya tidak menengok lagi Ma’had Al-Zaytun (MAZ), tentunya sudah ada perkembangan yang pesat universitas sudah berdiri, beberapa bangunan fisik sudah tampak kembali bermunculan. Pintu yang semula ada di kawasan selatan kini pindah ketengah menghadap langsung Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin yang berdiri kokoh. Masjid ini masih belum kelar dan dalam pemasangan granit di bagian mihrabnya.

MAZ tampak masih asri dan penuh hutan jati. Padahal kawasan ini dulunya adalah tanah yang kering tandus dan lahan pertanian yang kerontang dikala panas. Kawasan ini memang dibangun dengan idealisme dan penuh dengan ujian, dari berita yang menyanjung hingga yang memojokkan dengan stigma lama sejarah berkembangnya kebangsaan dan Negara Islam di Indonesia. Walaupun sebenarnya tidak lah tabu untuk membicarakan Negara Islam dalam dunia yang serba demokratis, namun kendali minda manusia Indonesia tampaknya terpatri pada sebuah Islam garis keras yang tidak toleran.

Setelah hampir 8 tahun lembaga pendidikan ini berjalan sejak dibuka Habibie 1999, sekolah ini masih menjalankan program besarnya untuk menyumbangkan sesuatu bagi umat dan kemanusiaan. Saya kira tidak lebih dari itu. Ketika saya datang kemarin (June 2007), kami diperkenalkan dengan kawasan garapan baru di Desa Suka Slamet, MAZ sedang mencoba membuat lahan sawah untuk mempersiapkan pertanian secara mekanik, karena itu petak sawah dibuat lebih besar ada yang 1 ha ada yang 1,5 ha. Mempersiapkan itu kelihatannya MAZ serius dengan mempertiapkan infrastruktur dan bendungan yang dibuat secara mandiri untuk menampung hujan dan limpahan air dan stok air saat musim kemarau.

Di sebelah desa MAZ membangunkan sekolah dasar untuk penduduk kampung guna mengganti sekolah yang rusak dan hampir roboh beratap bocor. Disini mereka membayar tidak dengan uang melainkan dengan barang, sayur dan padi. “Tidak harus pakai uang. Mereka mampunya bawa sayur atau cabai, boleh untuk bayar sekolah” kata Syaykh Panji Gumilang. Tapi yang jelas sekolah disini tidak gratis, karena kalau gratis orang tua menjadi tidak bertanggung jawab dan anak seenaknya bisa masuk dan keluar sekolah, begitu alasan Syaykh Gumilang.***


LOKASI AL ZAYTUN:


View Larger Map

Thursday, April 19, 2007

Masjid Kubah Emas!

Luar biasa…saya seperti berada di sebuah taman firdaus. Walaupun menempuh jarak yang berkelok-kelok dari Jalarta menuju Meruyung Depok, ternyata sampai juga. Masjid ini dibuka untuk umum. Karena hari kerja saya tidak sempat penuh mengelilingi masjid dan hanya bisa mengantar saudara yang dari Kalimantan Tengah ingin menyaksikan masjid yang sangat asri ini. Setelah salat tahyatul masjid dan dhula di masjid yang menyenangkan itu, jam sebelas siang aku kembali kekantor lagi. Fotonya belum sempat di upload... cerita tentang Masid kubah emas sudah banyak beredar. Diantaranya beritanya seperti ini:

Decak Kagum di Masjid Kubah Emas

Marsiah, nenek berusia 70 tahun itu, tak henti- hentinya berdecak kagum. "Sepintu engselnya lapan. Banyak emasnya. Mana lantainya adem bener, ya."
Selasa (24/10) pagi itu Marsiah adalah satu di antara sekitar 9.000 anggota jemah yang melaksanakan shalat id di masjid Kompleks Islamic Centre Meruyung, Depok. Marsiah mengenakan mukena putih bertuliskan Yayasan Dian Al-Mahri pada bagian punggung.

seterusnya klick Decak Kagum di Masjid Kubah Emas

Masjid Berkubah Emas Dibangun di Depok

FOTO-FOTO bisa dilihat disini

Friday, March 09, 2007

FATWA MUI TENTANG: PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

A. DISKRIPSI MASALAH
Tidak bisa dipungkiri bahwa kekayaan alam Indonesia sangat melimpah ruah. Potensi kekayaan alam Indonesia antara lain, kekayaan hutan, lautan, BBM, emas dan barang-barang tambang lainnya. Kawasan hutan Indonesia termasuk yang paling luas di dunia, tanahnya subur, dan alamnya indah. Menurut laporan Walhi yang diterbitkan tahun 1993, rata-rata hasil hutan di Indonesia setiap tahunnya ketika itu adalah 2,5 miliar dolar. Kini diperkirakan mencapai sekitar 7-8 miliar dolar AS. Kekayaan minyak Indonesia juga sangat banyak. Menurut catatan Waspada (12-11-2005), Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan jelas sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri.


B. KETENTUAN HUKUM
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam (SDA) pada hakikatnya milik absolut Allah SWT yang diamanatkan pengelolaan, pemanfaatannya dan pelestariannya kepada manusia.
SDA yang termasuk milik umum seperti air, api, padang rumput, hutan dan barang tambang harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.
Dalam pengelolaan, eksplorasi dan eksploitasi SDA harus memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan serta keberlanjutan pembangunan.
Pengelolaan SDA, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui, harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan sosial budaya masyarakat, untuk mencapai efisiensi secara ekonomis dan ekologis (ekoefisiensi) dengan menerapkan teknologi dan cara yang ramah lingkungan;
Penegakan hukum merupakan suatu keniscayaan dalam pengelolaan SDA untuk menghindari perusakan SDA dan pencemaran lingkungan;
Perlu senantiasa dilakukan rehabilitasi kawasan rusak dan pemeliharaan kawasan konservasi yang sudah ada, penetapan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu serta peningkatan pengamanan terhadap perusakan SDA secara partisipatif melalui kemitraan masyarakat


C. DASAR HUKUM
Firman Allah SWT. :
Lukman: 20
Al-Haj :65
Al-Baciarah:29
Thaha:6
walaa tufsidu fil ardhi …..
walaa tabghil fasada fil ardh…
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput gembalaan, dan api. Harga (menjual-belikannya) adalah haram”. (HR. Ibn Majah)

  • Hadits tentang pengelolaan lahan tidur (ihya mawat). “Barang siapa yang mengelola lahan tidur, maka tanah tersebut menjadi miliknya” (HR Ahmad dan Tirmizi).
    Menurut Ibnu Chaldun, manusia harus memanfaatkan kekayaan alam untuk kemaslahan manusia dengan tetap menjaga kelestariannya.
  • Abu Yusuf, Mawardi dan Abu Ya’la menegaskan agar tidak membiarkan kekayaan alam tidak termanfaatkan (idle). Abu Yusuf mengatakan, Kepala Negara tidak boleh membiarkan tanah yang tidak bertuan tanpa pengelolaan dan Kepala Negara dapat menyerahkan hak pengelolaan tanah tersebut kepada rakyat (masyarakat).
  • Ketetapan Umar bin Khattab sebagai pemerintah tentang pengelolaan lahan yang mempercayakan kepada masyarakat dalam mengelola kekayaan alam berdasarkan hadits tentang ihyaal mawat (pengelolaan lahan tidur)

Monday, February 12, 2007

Reflections from Jogjakarta


CRCS Research Seminar Jogjakarta, January 2007

What scholar can do for environment? First consider perhaps to think that the realities need to be response. Second, it should be written in a paper—based in some scientific research-- and being discussed as a topic and dialogue. Research is the basis of the discourses, hence then we understand the roots of the problems. Of course it’s not enough, a scholarly though is a quite utopia because they still in the ivory tower. Then we should start to influence the society—as well as the decision makers-- what should be the
approach to be implemented. Although, we should not get frustrated at the end that the society are not realize and consider what the scholars recommend.

The one I like from this seminar of CRCS, UGM Jogjakarta 7-9 January 2007, in Jogjakarta is, the source scholar not just tried to enlighten the society by thinking and writing, but start their thought practice and preliminary action perform with their personality. Dr. Rita Gross, for example from years of studying Buddhism, but then started practice Buddhism principles in her life because she believe –as many scholars do—that Buddha teaching is the most environmentally friendly than other teachings. And Dr. Nawall Ammar, a Muslim woman born in Egypt tried advocating and explains Islam in the western society in the intellectual ways. At the end, it’s important to held a dialogues and talked many discourses, but the wise thing practically for the environmental solution is how we can start every actions from ourselves, the to the family, hence to the society at large.

I was presented my paper: “The current environmental issues in Indonesia” see lots of discourses had talked but the society not changing their behavior to threat the environment. At the end this proven by the worst flood inundated Jakarta in this February 2-3, 2007. Hence what can we says, there is no culprits except human who tried to put their pose in opposition to the nature. Plenty of riverside areas were converted by buildings as well as the bogs and wetlands areas were being changed to hypermarkets and apartments. At the end it’s a misery for this nations!

Tuesday, January 30, 2007

Warning Light for Aceh Forests

by Fachruddin M. Mangunjaya

Quoted from: Koran Tempo Tuesday, 9 January, 2007

EnvironmentalistTWO years after the tsunami catastrophe in Aceh, the fears of other ensuing disasters voiced by environment lovers and several non-governmental organizations (NGOs) turned out to be proven. Floods recently hit five regencies in Aceh. Head of the Mount Leuser National Park, Ir Wiratno, affirmed that the floods had resulted from illegal logging already left uncontrolled for years in the zone (Koran Tempo, December 26, 2006).

A year ago (December 5, 2005), the Aceh Forest Advocacy Working Group rejected the Minister of Forestry Decree to increase Aceh's timber quota from 47,000 cubic meters in 2005 to 500,000 cubic meters in 2006 by reactivating forest concessions. According to the working group comprising various NGOs, the move taken by the Department of Forestry was hasty and unreasonable.

Carefully calculating, even preventing, deforestation in Sumatra constitutes an absolute condition to forestall any recurrence of ecocide (killing of people by natural disasters) due to faulty policies.The World Bank estimated that the remaining lowland forests in Aceh were increasingly reduced. Its records for 15 years from 1982 to 1997 concluded that the forest damage affecting this region reached an average of 22,500 hectares a year.

Global Forest Watch noted that until the mid-1990s, Aceh's degraded forest areas covered 1,025,858 hectares and denuded areas 362,835 hectares. These figures have not yet been revised following the tsunami and destruction caused by widespread post-reform illegal logging over the last 10 years.>>more

Monday, January 29, 2007

My New Children Book: The Last Tigers, Harimau Harimau Terakhir


I am surprised with my new book, that finally published entitle The Last Tigers (Harimau-Harimau Terakhir) published by Wahyu Media, Jakarta (December, 2006). Dolly Priatna (the second author) has tried his effort to make the book published with the sponsor of Denver Zoo so the books will be available free for school children in Sumatra. We tried to popularize the book and make it as much as posible children to touch it. So the book available also in some book stores in Jakarta, Medan dan other cities.

This books is actually the friends of other series--Orangutan Pesta Buah Durian and Keluarga Gajah-- triying to replace the 'old stile' of malay fabel (on animal stories, popularize by the kancil or the mouse deer). If the old story was telling our children with the wisdom of cleaver mouse deer with its trick (and lies). Then our book telling children of science fiction: it based on the scientific evidance in the real life of the animals. Hopefully the book will help children--including parents-- begin to understand of the real condition of the wildlife in Indonesia. We are keen if sometimes this little book could be translated in some other languages, including english to make children aware of this critical conditions to the animals.

Both Dolly and I, was experienced in seeing the plight of the tiger since we worked in the conservation organization. We have been in the deep forest for months to see their natural habitat degraded by human greed. If we stand up in the forest and the seeing the human being just like 'pacman' to tractors, land clearing, logging and others, there seem nothing you can do. But we tried the last devotion to our childrens, hopefully they inspired with our real stories and change their mind to manage the nature better than us.