Thursday, December 30, 2010

Bioprospecting: Kebun Organik Mikroba 'Google' Asal Kalimantan Tengah

Bismillahirrahmanirrahim

Inilah adalah bukti inovasi masa depan dari bioprospecting yang dikelola oleh bangsa sendiri. Banyak yang terlewatkan dalam kesilauan kita yang selalu mengacu pada teknologi luar negeri tanpa menilai kepakaran anak bangsa sendiri yang sudah ada. Saya menikmati dan belajar banyak dari Ali Zum Mashar (35tahun), Putra Purwokerto, tumbuh inovatif ketika bekerja di Kalimantan Tengah.

Lihat: Pekerjakan Mikroba ke Arab Saudi

Week end ini (25/12), mengunjungi kebun Organik Mikroba PT Alam Lestari Maju Indonesia milik Ali Zum Mashar, teman sejawat saya di di Pasca Sarjana PSL IPB. Beberapa kali memang saya penuh cita-cita ingin mengunjungi tempat ini, tapi baru kali ini terwujud.

Lihat tulisan saya tentang Bioprospeksi: Bioteknologi Berbasis Keanekaragaman Hayati

Penemuan mikroba yang diambilnya dari sebuah lahan gambut di Kalimantan membuahkan hasil inovasi pupuk mikroba yang dapat mencari dan memperkaya nutrisi untuk tanaman. Ali memang seorang "pemberontak" yang cerdas, mempunyai mimpi besar dan kepekaan campuran, instink inovasi melihat ada anomali (kelainan) di lahan gambut Kalimantan dan menganalisis kelainan itu yang menjadikan penemuan ini lalu menjadi inovasi besar.

Ali Zum, paling kiri, menjelaskan inovasi yang ditemukannya pada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar

Saya kutipkan wawancara dengan Media Indonesia tentang penemuan yang diciptakannya:

"Pada 1996, Ali ke Palangkaraya. "Saya melihat sendiri, di sana tidak ada satu pun petani yang mengusahakan lahannya untuk bertani. Jadi mereka tefgantung pangan dari Jawa," katanya.

Lahan di Palangkaraya tergolong ganas bagi pertanian konvensional. Lapisan atasnya ditutupi gambut, sedangkan di lapisan bawah terdapat pasir kuarsa. "Ada yang kemudian membakar gambut untuk bertani. Kalau terus-terusan, Palangkaraya bisa jadi gurun pasir."

Saat itu, Ali membawa strain mikroba temuannya saat kuliah. Dia mencobakan mikroba itu ke dalam pot berisi tanah gambut untuk menanam tomat. Berhasil. Meski belum yakin betul, Ali mulai punya bayangan bahwa gambut tidak seburuk sangkaan orang.

Lulus tahun 1997, sarjana baru itu bergabung dengan program transmigrasi andalan Soeharto Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektare. Pada 1998, Ali ditempatkan di daerah Kapuas. Faktor kesulitannya tinggi. "Di atas gambut, di bawah racun. Banyak kandungan pirit (FeS2), aluminium, besi dan mangan (Mn)."

Lantaran itu lahan Kapuas seolah membal. Jika dipaksakan, tanaman tahunan keburu mari sebelum dipanen. Tanaman musiman seperti palawija juga tidak akan bertahan karena unsur haranya sangat minim. Saat itu, solusi instan datang dari pemerintah. Berton-ton kapur dikapalkan ke Kalimantan untuk menetralisasi keasaman gambut. Satu ten kapur ditebar di atas 1 hektare lahan. Saat Sungai Kapuas meluap, tanah itu kembali asam karena kapurnya tercuci. Sistem drainase juga bukan solusi karena pirit justru masuk ke perairan dan membunuh ikan-ikan di Kapuas. Ali makin yakin, substansi masalah terletak pada gambut itu sendiri, yaitu bagaimana mengondisikan kesuburannya.

Pertanyaan itu menggayuti Ali berhari-hari. Ia belum yakin, temuannya yang sukses di Palangkaraya-membenamkan mikroba pada pasir--bisa berhasil di Kapuas. Saat berjalan-jalan mengunjungi temannya yang bertugas di kawasan dekat Barito Selatan, Ali menemui anomali. "Di sana, gambutnya lebih dalam. Tapi ada tanaman sejenis kacang-kacangan, juga ada yang berdaun lebar. Tumbuhan itu bukan vegetasi asli gambut, tapi bisa hidup normal."

Cepat Ali mengambil sampel dan membawanya ke tempat ia bekerja. Ia melakukan isolasi di laboratorium sederhana. Pengalaman saat skripsi menyelamatkan Ali. "Kuncinya api. Kita bekerja pada tabung reaksi diatas api. Yang penting steril," ujarnya, tersenyum.

Strain mikroba yang ia biakkan itu kemudian dicobakan ke petani binaannya. Beberapa kali, kedelai, jagung, dan cabai terbukti berhasil ditanam di lahan gambut yang sudah diberi mikroba. Saat ber-tanam padi, Ali seperti berjudi. Dalam sejarah, belum ada yang mampu menanam padi di lahan gambut. Toh Ali berhasil, panen padi menjadi 6 ton per hektare.

Keberhasilan itu tersiar cepat. Ahli tanah dari IPB, Profesor Goes-wono Soepardi, termasuk yang angkat topi. Ali mematahkan pendapat buruknya Kalimantan untuk pertanian karena tanah tidak subur -mengandung pasir kuarsa, sulfat masam, pirit, dan gambut.

"Tapi orang salah. Iklim di sana luar biasa untuk pertanian. Kalau tanah bisa dikondisikan, kita bisa jadikan Kalimantan sebagai sentra tebu dan singkong. Juga kedelai. Pangan kita bisa mandiri segera. Negara ini akan merdeka lepas dari tekanan-tekanan negara lain," tegasnya.


"Ketika, saya menjumpai pencilan, di salah satu sudut lahan gambut, melihat ada tanaman yang mampu tumbuh di lahan gersang dan penuh pirit yang beracun, saya curiga, pasti ada sesuatu dengan kawasan ini. Ternyata benar, ada mikroba yang bisa memperkaya nutrisi dan mengambil simbiosis dan mencari nurtrisi dari sekitarnya," ujar Ali bercerita pada saya.

"Jadi seperti google yang mencari nutrisi khusus, mikroba ini adalah mikroba google yang membantu tanaman mengidentifikasi dan sekaligus menggunakannya."

Subhanallah. Saya sarankan Ali untuk menyederhanakan penemuannya itu dengan menyebut Mikroba "Google" dalam tanda petik, sambil mendompleng nama populer mesin pencari internet di dunia maya karena pasti orang pusing dengan angka dan gelar pupuk yang dibuatnya--setidaknya saya: BioP2000Z. Jangan lupa membubuhkan tanda petik untuk kata:'Mikroba Google" karena ini bukan nama resmi, salah-salah nanti digugat paten namanya.

Bayangkan, Ali hanya menanam dengan media yang sederhana, berupa air dan sekam, menghasilkan tanaman bersih: bayam, tomat, kacang, cabe, brokoli dan sayur mayur serta anggrek yang siap jual di pasar. Tumbuhannya pun bersih, karena selain ditempatkan di dalam 'green house' yang besar dan modern juga penanganan sangat serius. Popuk P2000Z yang diproduknya kini banyak digunakan untuk meningkatkan produktifitas dan bukti-bukti produktifitas itu ditunjukkan pada kami melalui laboratoriumnya di Cianjur ini.

Foto-foto: Kunjungan ke Lab Ali Zum Organic Farming, Cianjur West Java

Ini contoh konkrit bioprospecting seperti yang pernah saya singgung dalam satu bab dalam buku: Bertahan di Bumi, Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim. Inovasi seperti inilah yang bisa menyelamatkan peradaban dan dapat dijadikan kebanggaan, bahwa Indonesia tidak sekedar kaya biodiversitasnya, tetapi juga kaya dengan intelektual dan praktisi seperti Ali Zum Mashar ini.

Ali, terus maju, dunia akan mendukung anda!
Alhamdulillahi rabbil 'alamin