Sunday, November 08, 2009

Musim Gugur di Calke Abbey


Setelah presentasi di London, saya diboyong teman teman ke Burton Upon

tRENTiga jam perjalanan dari London. Tinggal di kompleks perumahan yang sangat asri dengan lahan yang cukup luas. Dibelakang rumah ada cemetery atau kompleks perkuburan, yang masih jarang penghuninya. Ditumbuhi pepohonan besar, dan menurut Ayyub King, merupakan salah satu kompleks yang dimiliki oleh real estate.

Calke Abbey Park (www.nationaltrust.org.uk/calke), jaraknya hanya 20 menit drive dari rumah kami. Kawasan ini merupakan National Nature Reserve, luasnya hanya 600 acre. Di Indonesia mungkin padanannya bisa berupa Taman Hutan Raya yang fungsinya tidak hanya sebagai paru paru kota, tetapi terbuka untuk umum setiap hari. Bedanya, ada kawasan ini benar benar penuh manfaat. Ada peternakan biri biri yang memang sengaja dibawa oleh pemilik awal kawasan ini sejak abad 18. Bulunya diolah dengan tangan, merupakan produksi khas, ada kandang rusa merah dan fallow deer.

Taman dan kawasan ini tadinya merupakan milik para aristokrat (orang ningrat) inggris yang berkuasa dan berjaya di zaman kolonial. Mereka adalah tuan tanah (landlord), raja raja kecil di negara bagian, dan para gubernur kolonial yang membawa kemakmuran dan kekayaan dari tanah jajahan mereka. Ketika zaman berubah, keturunannya tidak lagi dapat merawat kawasan yang besar ini lalu diserahkan pada lembaga yang namanya ’National Trust’ semacam lembaga khusus yang diberikan kepercayaan oleh mereka yang mempunyai untuk kemudian digunakan oleh kepentingan publik.
”Zaman berubah, semua orang akan dipergilirkan, kini kami bisa menikmati kawasan ini yang tadinya orang dilarang masuk” kata Saba Khalid, istri Fazlun Khalid mengenang.

Ketempat ini, anda bisa mengajak teman, sekedar berjalan jalan melihat dan menikmati pergantian musim. Musim gugur merupakan salah satu musim favorit, ketika suhu berkisar antara 11-13. Sejuk udara, mendukung anda untuk berjalan jauh tanpa mendapat keringat.

Autum atau musim gugur, merupakan musim peralihan yang indah, dimana daun daunan rontok berguguran. Lapangan terhampar luas dengan parkir yang memadai, dilengkapi juga dengan tempat bermain anak anak. Tua muda menikmati musim kesini untuk menghabiskan akhir minggu. Makan di restoran dengen menu khas buatan tangan (hand made), yang disediakan di kompleks tersebut. Tentu saja kalau tidak tahan dingin ruangan ini akan menghangatkan sambil menikmati menu makan siang atau minum teh hangat di sore hari (yang merupakan tradisi Inggris).

Kami berjalan menuju aliran sungai yang ternyata menjadi reservoar kota, menuruni bantaran kali dan berjalan dipinggiran sungai. Disini memang telah tersedia jalan jalan setapak, yang menyediakan kesempatan kemanapun anda bisa mengekplorasi kawasan. Melihat rumah para ningrat (mansion house), termasuk gereja keluarga, tempat merumput biri biri yang tersebar dimana mana. ”Itu pohon oak, yang umurnya bisa ratusan tahun,” kata Fazlun menjelaskan. Sayapun manggut manggunt dan buru buru saya ambil kamera untuk memontret. Pohon ini tidak telalu besar tetapi rindang, dengan percabangan mekar seperti beringin.

Menjelang musim gugur hingga musim dingin, taman yang ada rumah ningrat itu sementara tidak dibuka karena dalam pemulihan dan perawatan.

Kami berbelok kekiri menyebrang bendungan kecil reservoar air yang mengalir ke arah selatan kawasan. Disini dijumpai danau, dan air mengalir ke kawasan lembah yang kemudian mengaliri Stauntin Harold Reservoir. Disitu ada rusa yang dipagar dan kelihatannya tidak terlalu jinak dengan manusia, karena mereka berupaya menjauhi para pengunjung.

Disini tempat yang memand dibiarkan alami, dimana studi ilmiah dapat dilakukan. Juga anda terkadang menemui bebarapa jenis hidupan liar sepanjang tahun. Saya melihat burung crane dan itik liar yang cukup jinak, karena pengunjung tampak bisa memberi makanan pada hewan itu dan mereka berebut makan.

Kami pulang menuju rumah setelah kelelahan berjalan beberapa kilometer, lalu menikmati ’english tea’ yang hangat disore hari.

Tabik!

Charity Dinner yang Meriah

Tidak terbayangkan sebelumnya betapa antusiasnya ternyata warga Muslim di London dengan Charity Dinner yang diadakan oleh IFEES Jumat (6/11) lalu. Walaupun kami datang terlambat karena berputar putar belum mengetahui tempat. Ditambah hujan gerimis mengguyur kota London, sehabit maghrib dengan cuaca dan suhu yang sejuk di musim gugur: peserta perlahan berdatangan sehingga sekitar 90 kursi yang disediakan panitia penuh terisi. Sebagian malah ada yang berdiri. Yang hadir saya lihat 50:50 antara wanita dan pria dari berbagai bangsa yang sangat beragam di London, ada pula non muslim yang tertarik.

Menuju Toynbee Hall ditengah kota London, saya diantar mobil kedutaan RI, bersama Pak Herry Sudrajat Kepala Penerangan KBRI, yang mewakili Dubes HE Yuri Thamrin yang berhalangan hadir.

Sebagai salah satu pembicara, saya menyiapkan presentasi dengan serius. Mengecek bahasa Inggris dengan baik, sampai larut malam dengan bentual Waraqah Andrew William, saya minginap dirumahnya semalam. Karena ini merupakan presentasi adopsi pohon pertama yang saya lakukan di luar negeri. Disamping itu ada juga pembicara lain yaitu Syeikh Hakim Murad, Guru besar teologi dari Islamic Studies di Universitas Cambrigde yang secara sangat baik menerangkan aspek pohon dalam Islam. Ternyata Islam sangat kaya dengan kata yang menyentuh tentang pohon. Salah satunya diceritakan ketika ketika seorang biksu meramalkan, nasib seorang anak yang duduk dibawah pohon padahal usianya baru 12 tahun, ”Tidak ada yang duduk dibawah pohon itu, kecuali dia adalah seorang nabi,” lalu beberapa tahun kemudian perkataan itu terbukti, dialah Nabi Muhammad saw. Dan tentu saja kita mengerti persoalan skandal pohon di sorga yang didekati Adam dan menurunkannya ke bumi.
Sangat menyentuh ketika beliau mengulang ayat, bahwa tujuh lapis langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya adalah bertasbih kepada Allah, termasuk pohon pohon dan semua ciptaanNYA.

Lalu Ayman Ahwal, presentasi tentang proyek sungai (up river stream) yang dia kerjakan di Aceh termasuk juga dalam penanaman pohon.

Sehabis presentasi banyak brother dan sister yang datang menemui saya, bertukar kartu nama, dan baru saya sadar bahwa mereka adalah dari berbagai bangsa. Termasuk dua putri manis manis dari Saudi Arabia, yang memperkenalkan diri dan sangat tertarik dengan presentasi dan menjanjikan kontak untuk hubungan lanjut dalam kerjasama arsitektur hijau, karena saya ceritakan tentang M7YAP tentang Green Hajj dan Muslim Green Cities yang sebentar lagi kita gagas sebagai inisiatif baru kontribusi muslim dalam memulai hidup selaras dengan lingkungan.

Foto bersama Dubes RI di London HE.Yuri Thamrin

Suhu dingin 13 derajat diluar Toynbee Hall, ternyata belum mampu membekukan persahabatan, kehangatan dan antusiasme peserta sesama muslim. Sambil menikmati masakan Indonesia: satu persatu saya tanya, dari manakah mereka? Lebanon, Saudi Arabia, Sri Langka, Bangladesh, Nigeria, Libia, Australia, Jepang, Brunai….London. Keperdulian lingkungan ternyata mempersatukan kami.

Subhanallah...

Link Foto-foto kegiatan ada di Eco Muslim

Windsor Celebration

Bersama Prof Dr Talip Alp, Rector Fatih University Istanbul.
Planet bumi dihuni oleh 80 persen manusia yang percaya pada adanya Tuhan. Dan krisis lingkungan termasuk perubahan iklim dan dampak dari peradaban manusia yang mengancam membuat orang kembali merenungi akan makna kehidupan dan melihat kembali ajaran agama. Di kompleks Kastil Windsor (Windsor Castle), 2-4 November berkumpul tokoh agama dan lingkungan di seluruh dunia. Saya melihat beberapa tokoh kunci agama agama-agama, baik dari akademisi hingga praktisi, dari pejabat walikota hingga masyarakat grass root. Para pemuka agama yang hadir antara lain dari 9 agama: Bahai’s, Buddhis, Kristiani, Tao, Hindu, Yahudi, Muslim, Sinto dan Sikh. Ada pemuka agama Tao seperti Master Xing Zhi Ren, Frather Michael Holman, Jesuit, Archbishop Mokiwa Valentine, President of all Africa Conference of Churches. Bishop Walter S Thomas Snr, New Palmist Baptist Church, Baltimore. Kusum Vyas, Hindu Activist, Rt Revenern Richard Chartres, Bishop of London, Syeikh Ali Gomma, Mufti Agung Mesir, Tahiri Naylor, Baha’I, Rabbi Zalman Shachter-Sholomi.


Ini merupakan follow up dari kegiatan yang dilakukan di masing masing komunitas agama untuk berkomitmen menaggulangi fenomena perubahan iklim dengan membuat rencana-rancana jangka menengah (5-10 tahun) yang difasilitasi oleh UNDP dan ARC.
Bertempat di Harte Garter, beberapa kegiatan dan pertemuan mulai dilakukan. Dari mumulai dari berbagi pendapat tentang , mengapa agama agama peduli (Why we do care? Inspirational Stories from the faiths about protecting the environmet), yang membagi cerita para tokoh agama tentang lingkungan dan keprihatinan mereka.



Mokiwa, misalnya mengemukakan selama 10 bulan, hingga sekarang anak yang baru lahir belum kenal adanya hujan. Kekeringan melanda beberapa kawasan di Tanzania sehingga ternak penduduk banyak mati. Sementara di kawasan Mozambiuque di saat yang sama terjadi banjir besar.

Mastern Xing Zhi Ren, mengemukakan tentang pentingnya kheidupan yang harmonis dengan alam dan lingkungan. Sedangkan Dekila Chugyalpa, dari WWF mempresentasikan kerjanya bersama para bikso di Himalaya dalam bergiat melestarikan lingkungan, menanam pohon dan seterusnya.

Mufti Agung Mesir Syekh Ali Jomaa, mengemukanan—yang diterjemahkan dalambahasa Arab—pesan Al Qur an supaya manusia tidak berbuat kerusakan dimuka bumi setelah Allah memperbaikinya. ”Polusi dan pemanasan global memegang peran bahkan lebih mengancam dibandingkan perang dan menyelamatkan lingkungan merupakan upaya positif agar umat manusia dapat bersatu untuk menghadapinya.

Dipandu Jumoke Fasola
Saya berkesempatan untuk tampil pada hari kedua atas semua aktifitas terkait inisiatif agama dan lingkungan di Indonesia. Ternyata kalau dirunut dan dituturkan tidak cukup juga waktu lima belas menit. Menariknya, presentasi dilakukan dengan sistem wawancara ala celebrity, ditanya langsung diatas stage lalu menceritakan tentang apa mengapa dan bagaimana pekerjaan lingkungan dilakukan di Indonesia. Pemandu wawancaranya adalah Jumoke Fasola, broadcaster BBC London dan juga penyanyi Jazz.

Puncak acara adalah ketika jam 11, semua dialog selesai dan peserta dengan pakaian tradisional masing masing agama, menyebrang dari Hotel Harte &Garter menuju Winsdsor Casstle. Saya sebagai satu satunya ’manusia langka dari Indonesia’ karena Dr Hidayat Nurwahid dan Duta Besar RI tidak bisa hadir, berupaya mewakili wajah Indonesia dengan pakai batik dan peci, walaupun suhu diluar 12 derajat dan berangin ditambah gerimis tentu pakai batik.....hehe tambah dingin aja. Arak arakan di pandu oleh panji panji masing masing agama, alam lomba MTQ di kampung saya..menuju Istana Windsor yang usianya sudah lebih dari 900 tahun. Aroma kerajaan sangat teras ketika memasuki Istana dan balroom Chamber of Watherloo, tempat acara. Segala ornamen klasik, dari perisai yang dingantung didinding hingga memenuhi langit langit, sampai tombak pedang, senapan locok, dan baju perang masih ada terpampang. Sayang tidak boleh memontret ditempat ini. Sedangkan fotographer resmi disediakan.

Acara puncak dihadiri oleh Mr Ban Ki Moon, dan Pangeran Philip yang memberikan sertifikat kepada seluruh pemuka agama untuk upaya mereka membuat perubahan dan perbedaan dalam menghadapi perubahan iklim dengan membuat rencana aksi jangka panjang. Setelah itu perjamuan makan siang dilakukan dengan menu vegetarian yang nikmat.

Wassalam,

Foto-foto resmi Windsor ada di: www.windsor2009.org
Foto-foto kegiatan di Windor dari Facebook

Berita Terkait: The Guardian