Friday, October 29, 2010

Gayo..Amboi Kopinya

Tiga hari saya di Aceh Tengah, 26-29 Oktober 2010. Kabupaten baru, bernama Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukota Takengon. Cantik sekali kawasan ini. Berada di kawasan ketinggian 1000 kaki dari permukaan laut, Ibukota Takengon yang mayoritas di huni oleh Suku Gayo terkenal dengan produk kopinya. Panorama pemandangan berbukit bukau, perjalanan bak diselimuti awan. Turun naik gunung bagai cerita pewayangan. Udara sejuk, aku lupa bawa sweater. Selama dua hari hujan turun, dan acara kami diadakan di sebuah hotel yang baru dibangun, Penemas namanya.

Kabupaten baru yang sibuk dengan pembangunan fasilitas yang baru dan jalan-jalan dibangun lurus. Cukup banyak penduduknya. Kesibukan terasa sejak pagi. Hari kedua diikuti rasa penasara, saya jalan ke arah tenggara dari lokasi hotel, menuju Danau Laut Tawar di takengon. Danau ini sungguh potensial sangat cantik. Sekilas, saya melihat belum dimanfaatkan sebagai obyek wisata, danau yang disebut Lut Tawar, oleh masyarakat Aceh ini, memiliki kekayaan ikan endemik yang ditangkap untuk dikonsumsi.

Kabupaten ini, terkenal dengan kopi Gayo yang sungguh populer itu. Beberapa tahun silam, kopi gayo yang enak ini, dipatenkan oleh orang belanda. Paten tersebut akhirnya kembali direbut haknya oleh Masyarakat Gayo yang memang perduli pada kopi mereka.

Adalah H Mustafa Ali, ketua Forum masyarakat kopi gayo salah satu yang menjadi pelopornya. Kalau dihitung, katanya ada 100 ribu ha petani kopi di Gayo, dan belum sepenuhnya bergabung dalam asosiasi petani kopi Gayo.

Menikmati kopi, Gayo tidak lengkap hanya di ruang hotel saya, saya pergi ke Koffee Bargendaal yang letaknya di Kampung Teritit,9 km dari Takengon. Hujan gerimis tidak menyurutkan hati untuk menikmati kopi khas Takengon ini dalam aroma yang sesungguhnya.

Ibu Saodah Lubis, Project Leader dari Conservation International, membawa kami ke gerai kopi yang konon, tidak kalau rasanya dengan gerai Starbuck. Benar juga. Saya menikmati kopi yang luar biasa...nikmat. Oh Amboi.., rasa kopinya masih terasa terkecap ketika menulis blog ini dua hari kemudian.

Beberapa sample kopi dijual disini dengan harga relatif mahal dengan kemasan yang baik. Tapi buat pencinta kopi, saya kira uang bukan masalah. Berbagai macam kopi tersedai di Bergendaal. Kalau tak kesini, bila mengunjungi Takengon, jangan anda cerita apa-apa!

Bermula dari Ulama
Kunjungan ke tujuh kali saya ke pelosok Aceh, saya memberikan pelatihan tentang konservasi alam dalam hubungannya dengan Islam, membuka kembali ayat-ayat Al Qur'an yang mempunyai relevansi dengan lingkungan dan pelestarian alam bersama para tokoh ulama dan masyarakat Gayo.

Ada 17 peserta yang hadir dalam acara ini. Sabagian mereka datang sangat jauh, di pelosok, sepert Tengku Samsu Rizal, dari Linge yang letaknya 40 km dari Takengon. Mengingatkan, merupakan cara yang tepat karena training ini bukanlah bermaksud menggurui, namun menelaah bersama isi Al Quran baik secara tekstual dan menganalisa dengan cara kontekstual.

Ketika diminta menilai secara tertulis, pakah peserta mendaptkan manfaat dalam partisipasi lokalatih Islam dan Konservasi ini, "Saya sangat berterima kasih sekali, karena telah mendapat manfaat dan menambah khasanah yang akan diterapkan kepada masyarakat," ujar Tengku M Yusuf Yuzar, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kecamatan Pegasing.

Hampir seluruh peserta merekomendasikan dengan rentang angka 7-10 tentang pentingnya keterlibatan ulama (imam dan khatib) jumat dalam mengingatkan masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan.

"Saya kan berusaha dalam memperdayakan masyarakat dalam rangka melestarikan alam, melaui dakwah," tambahnya.

semoga pertemuan ini bermanfaat.

wallahu'alam.

Monday, October 04, 2010

Bogor 1962

Satu lagi saya mendengar kesaksian bahwa suhu di beberapa tempat dan daerah memang telah nyata berubah. Kemarin (4/10) saya mengikuti kuliah Prof Hadi Alikodra yang telah tinggal selama lebih dari 40 tahun di Bogor. Beliau menceritakan bagaimana kondisi kota Bogor yang asri pada tahun 1960 hingga 1970an. "Kalau berangkat pagi harus pakai jaket," beliau menuturkan, "Itu saking dinginnya".

"Rumah di Bogor, kala itu tidak ada yang pakai AC".

Kuliah kami adalah Etika Moral Konservasi yang hanya diikuti oleh 4 orang. Tapi professor Hadi mengharapkan dari sini akan timbul inisiatif dan perubahan. Kami semua memang sambil tertawa ketir-ketir, membicarakan fenomena perubahan iklim di ruang kampus yang kecil dengan ruangan ber AC di Fakultas Kehutanan, Bogor. Kampus Fakultas kehutanan, memang penuh hutan-dibawah nenaungan pohon pohon hutan. Itulah asyiknya kuliah disini.

Tapi, ya tapi! sekarang panasnya bukan main, kalau memasuki ruangan kuliah, sekira jam 10-11, lorong memasuki koridor perkuliahan, mungkin karena pengaruh pohon diluarnya, lalu menjadi lembab. Hari ini memang berbeda, yang menurut Prof Hadi ada perubahan sekitar 4 derajad selsius dengan memukul tidak rata. Dulu --1962--suhu ruangan rata-rata 26-27, sekarang jadi 30-31 derajad selsius. Kesejukan di Bogor sudah musnah! Kondisi seperti ini, anda dapat rasakan kalau berada di Puncak Pas, pada hari ini.

Satu hal yang bertahan di bBogor, yaitu, ujan setiap hari. Jawab asal asalannya adalah karena kalau tidak hujan, maka siapa yang menyiram Kebun Raya Bogor?

Tapi tidak juga memang ternyata kontur Bogor yang tampas terjaga lembah Gunung Salak lah yang menyebabkan kota ini selalu hujan. Tapi sekitar Juni -Juli semester lalu, Bogor tidak hujan berminggu minggu, sehingga danau di tengah Kampus IPB menjadi setengah kering.

Duren Parung
Kelelawar atau kalong yang ada di Kebun Raya Bogor, tahun 70an setiap sore dan musim durian, akan terbang ke arah parung. Mereka terbang kesana untuk menyerbuk buah durian yang tinggi tinggi dan tumbuh lebat di kawasan Parung hingga Condet.

Anak cucu kelelawar itu, sekarang yang tinggal tersisa di Kebun Raya, tidak lagi bisa menikmati seperti kakek buyutnya, menikmati bunga durian berwarna putih yang mekar malam hari. Mereka berputar putar merebut nectar yang ada disekitar kebun raya saja. Tidak lagi jalan keluar kebun raya, karena pohon pohon besar di luar kebun raya telah musnah dan tak ada.