Wednesday, August 27, 2008

Harapan untuk Miss Earth Indonesia 2008


Rabu Malam (27/8),menghadiri acara gathering dengan Miss Earth Indonesia di Q-Box Cafe Pacific Place Mall. Terlihat hadir beberapa artis: Nugie, Katon Bagaskara dan Istrinya Ira Wibowo, anggota DPR Idrus Markam dan Setya Novanto dan istrinya. 21 finalis Miss Earth kelihatannya hadir semuanya. Maksud pertemuan ini tentu saja dalam rangka memberikan spirit positif pada Miss Earth yang baru: Miss Water, Miss Air, Miss Fire, Miss Eco-tourism dan Miss Earth. Mereka ditantang untuk berkiprah dalam ikut menyelamatkan lingkungan.

Sebagai aktifis tentunya saya bisa berharap konstuen pendukung lingkungan akan semakin banyak dan orang semakin peduli dan mau berbuat untuk menjaga planet bumi yang kecil ini. Alasannya lingkungan bukanlah kerja segelintir orang tetapi keterlibatan semua orang untuk ikut andil dalam upaya menjaga planet bumi: ibarat sebuah rumah tangga yang semakin menyempit karena terlalu banyak penghuninya, bumi memerlukan orang-orang yang perduli dan ikut merawat rumah tersebut, menjaga kebersihannya, menyapu lantainya supaya tidak kotor, menjaga udara di ruangan tetap wangi dan terjaga dan mencegah atapnya supaya tidak bocor dan rusak.

Miss Earth memang belum banyak dikenal kiprahnya, tetapi saya kira kegiatan ini merupakan inisitatif positif yang pantas mendapatkan dukungan, sebab mereka bukan ‘Putri kecantikan biasa’ tetapi adalah putri yang terpilih bukan hanya dari segi beauty tetapi their care to the environment. Setidaknya saya berniat untuk tetap membantu dan memberikan sokongan moral dan spirit sesuai dengan modal yang ada—kalau boleh dibilang, berbagi ilmu—tentang kegiatan lingkungan dan konservasi yang menjadi focus saya dan tertulis dalam buku-buku lingkungan.

Terakhir saya berharap inisiatif ini juga disambut oleh public dan teman-teman media yang bersedia menyokong kegiatan pro lingkungan, untuk menggugah perbuatan baik terhadap planet bumi kita.


Wednesday, August 20, 2008

Indonesia: Contoh Persatuan Bangsa-Bangsa

Selasa Malam (19/8), menghadiri Undangan Centre for Dialogue and Cooperation Among Civililization (CDCC) ulang tahun 1, lembaga interfaith yang digagas oleh cendekiawan nasional antara lain Prof Din Syamsudin. Hadir Prof Juwono Sudarsono, Menlu Nurhasan Wirayuda dan beberapa Duta Besar dari negara sahabat: Mesir, Palestina, Belanda, Swedia, Australia dll. yang mengesankan saya adalah pemaparan Dr Juwono Sudarsono tentang bangsa Indonesia yang menjadi contoh dialog peradaban yang cukup berhasil. Negara ini tadinya adalah bangsa yang majemuk dengan kesultanan dan kerajaan yang ada di mana-mana dan kemudian lebur pada tahun 1945 memproklamasikan Republik Indonesia.

Oleh sebab itu Juwono mengingatkan pidato Soekarno yang menghargai kekuatan bangsa-bangsa yang mempersatukan Indonesia. "Lemah gemulainya orang-orang Solo (bangsa Mataram), Gagah beraninya bangsa Aceh, dan bangsa-bangsa lain seperti Papua nun jauh di ujung Timur yang harus didengarkan."

Pusat harus mempertimbangkan daerah, karena bangsa ini didirikan atas amanat konstitusi yang dirintis dan diperjuangkan dengan gigih. Dan wujud amanat yang dibawa oleh daerah seharusnya dipahami oleh para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang harus tampil bersuara mewakili daerah dan menuntuk keadilan dari pemerintah pusat.

Suara-suara lain, kegelisahan dalam dialog CDCC tentu juga perlu didengarkan misalnya kata Din yang mengeluhkan tertinggalnya perkembangan bangsa ini dibandingkan negeri yang lain. Namun Din tetap bersamangat dengan menambahkan slogan SBY, Indonesia Bisa menjadi: Indonesia Pasti Bisa.

Thursday, August 14, 2008

Eco Pesantren: Belajar dari Pesantren Al Amin, Sukabumi

Pesantren selalu mengagumkan. Selasa lalu (12/8), saya diminta oleh Imam Pituduh, sohib saya dari NU untuk berbagi pengetahuan tentang lingkungan dan konservasi alam di PP Al Amin, Sukabumi. Ada 2ooan warga pesantren yang berkumpul di dalam aula pertemuan pesantren yang menurut saya cukup megah. Rembuk ini tentu saja membicarakan tentang upaya berkontribusi terhadap alam dan lingkungan. Pesantren ini telah lama menjadi pelopor rupanya. Kiyai Abdul Basith mengatakan pada saya, beliau telah menanam puluhan ribu pohon termasuk pohon suren dan albasia.

Beliau bukan saja membuat pembibitan, tetapi sudah menanamnya di lahan yang disewanya dengan masyarakat dengan membagi hasil 50%-50%. Pohon suren, 3-4 tahun sudah boleh dipakai untuk mebel dan kayu kusen rumah dan harga permeter kubik cukup lumayan. Jadi sesungguhnya, karena banyak tidak mengerti saja, masyarakat tidak menanam pohon. Menanam dalam beberapa tahun saja, bisa menghasilkan uang begitu besar!

Menurut Kiyai Basith masyarakat senang menanam dan karena itu berapa saja bibit yang di drop ke Pesantren akan cepat habis terbagi. Di pertemuan ini saya juga bertemu dengan Kiyai Al Faruq Najmuddin dari Pawenang Nagrak. Katanya bibit rambutan yang saya beri tiga tahun lalu sudah mulai berbuah, begitu pula pohon petainya. Kiyai satu ini baik sekali, waktu saya kesana dibawa kekebunya di atas bukit, dipetikkan kelapa muda dan saya sangat enjoy! Beliau meminta lagi pohon-pohon untuk ditanam.

Kesan saya, gairah pesantren yang sederhana dapat menjadi cikal bakal gerakan konservasi dan pelestarian lingkungan yang berarti jika terus dirawat dan silaturahim dipelihara.

tabik!


Berita Terkait:

Sunday, August 10, 2008

"Mengusung Mimpi" Menuju Jakarta Hijau

Sabtu Minggu diisi dengan Rembuk Warga Jakarta di Pusat Pemberdayaan Masyarakat Jakarta (LPMJ). Gedung megah yang didirikan oleh pemerintah DKI 2 tahun yang lalu ini, memang didirikan untuk kegiatan-kegiatan positif termasuk pelatihan, workshop, seminar, sarasehan dll. Tempat ini juga digunakan oleh kelurahan-kelurahan se Jakarta untuk meningkatkan kapasitas diri.

Rembuk Warga Jakarta Sabtu -Minggu, 9-10 Agustus, 2008. "Mengusung Tema: Hijaunya Jakarta Adalah Keperdulianku". Diikuti oleh berbagai kalangan yang perduli dengan Jakarta, dan yang lebih penting lagi, menurut Panitianya Prof Paulus Wiroutomo, mereka yang telah melakukan sesuatu yang positif untuk lingkungan di Jakarta. Aku sendiri tertegun, begitu gigihnya panitia mengumpulkan orang yang sangat beragam dari akademisi (guru besar) guru kecil (maksud saya guru biasa), aktifis lingkungan hingga murid SMP.

Niniek L Karim, dari psikologi UI bersama teman-teman beliau menuturkan, pemilihan anggota peserta ini telah diperdebatkan 7 hari 7 malam. Istilahnya, memang penuh dengan pemikiran.

Tujuan mulia pertemuan ini adalah "Menjakartakan warga Jakarta", sesuatu yang terasa tidak mungkin dengan kondisi majemuknya warga Jakarta dan banyaknya penduduk yang menghuni Ibu kota ini.

Metode yang digunakan dalam workshop ini adalah Appreciatative Inquiry (AI) yang telah terbukti berhasil menggerakkan masyarakat Urban di Chichago, Bangkok, Mexico dll untuk berubah dan menjadikan kota mereka yang tadinya buruk menjadi baik.

Kita disuruh menyimpan baik-baik hal-hal negatif dan hanya memikirkan yang positif saja, problem dan masalah tidak akan mengemuka dalam dialog ini. Diganti istilahnya dalam pembicaraan dengan sebutan: 'fenomena' dst. Pokoknya tidak ada menjelek-jelekkan.

Selama dua hari, kami merumuskan apa saja yang terbaik untuk dilakukan oleh kita sebagai warga. Anehnya bertemu dengan istilah-istilah yang tercipta sendiri dan cukup mengagumkan kesepakatan yang terbentuk: misalnya adanya : Komunitas Hijau, Sekolah Hijau, Industri Hijau, dan segala bentuk positif dari gerakan yang akan dilakukan dan ditulis action plannya.

Time frame action plan ini jelas dan membentuk. Mudah-mudahan panitia segera menyebarkannya lewat milis (karena waktu dua hari tidak cukup untuk menuliskan). Saya sendiri selalu memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk lingkungan sekitar, sehingga memilih yang terdekat dan memilih berkelompok dengan "Komunitas Hijau". Disini ada Ibu Bambang, seorang pinisepuh yang gigih menjadikan RWnya hijau dan asri sehingga mendapatkan pengakuan Kalpataru atas kegigihannya. "Ini memang tidak mudah, apa kita bisa melakukannya" begitu Mbak Brigite Isworo Laksmi, wartawati KOMPAS merasa khawatir dalam soal implementasinya. Time frame memang dibuat longgar dari 3 bulan hingga 2 tahun. Memang tidak perlu lama-lama karena 3 bulan kemudian ini, konon kita akan dipertemukan lagi dan dipertanyakan perubahan apa yang dilakukan dan yang mana program yang berjalan dari "Mimpi" yang dirumuskan tentang Jakarta.

Bila melihat komponen dan kesadaran yang terbentuk, rasanya memulai Jakarta yang hijau dari tingkat RT dan RW bukan mustahil. Mudah-mudahan saya bisa memulainya dari keluarga dan mengajak RT dulu.

Tahapan yang dilakukan dalam dua hari ini adalah:
  1. Discovery: tahap mengidentifikasi segala potensi (modal fisik, modal manusia, modal sosial, modal budaya) yang tersimpan di kota ini.
  2. Dream: bersama-sama menemukan citra kota Jakarta yang kita impikan bersama.
  3. Design: perumusan strategi dan langkah-langkah bersama dimasa mendatang.
  4. Destiny: Memantapkan komitmen untuk masa depan dalam bentuk ikrar bersama ”menyelamatkan Jakarta”.

Lebih dari 10 psikolog dari Universitas Indonesia termasuk Niniek L Karim, dan beberapa doktor psikologi UIN memandu Sarasehan ini.

Tabik