Friday, December 26, 2008

Ekologi dan Kerugian Ekonomi

21 Desember 2008, Bogor. Saya menghadiri acara Index, kegiatan yang dilakukan oleh Badan eksekutif mahasiswa Institute Pertanian Bogor. Acara ini diadakan di Bogor Botanical Square. Saya baru tahu kalau diatas kompleks mall yang cukup megah ini terdapat lantai bagian atas yang cukup luas sebagai tempat pameran dan ruang konvensi yang cukup besar berstandar international. Saya kagum juga dengan mahasiswa yang sanggup menyelenggarakan acara sebesar event ini, dimulai kompetisi fotografi tentang ekologi, pameran yang melibatkan banyak sekali mitra dan stakeholders CSR Perusahaan, instansi pemerintah, LSM dan kalangan professional pengusaha ekowisata.

Menurut panitia, mereka mengeluarkan lebih dari 2000 tiket peserta yang akan mengikuti acara ini. Walaupun tiket tidak dipungut biaya, tetapi mereka hanya memperbolehkan masuk mereka yang telah mempunyai tiket. Menurut Dekan Fak Ekologi Manusia, Profesor Hardiansyah, ini adalah kegiatan pertama kali yang dilakukan oleh Fakultas Ekologi Manusia setelah berdirinya fakultas itu empat tahun silam. Peminat fakultas ini sekarang sudah masuk dalam rangking 10 besar di IPB yang diukur dari minat mahasiswa yang masuk di fakultas ini.
Saya kira ini adalah wajar mengingat fakultas ekologi mengajarkan hal-hal yang multidimensi dalam memfasilitasi keperluan masyarakat untuk dapat mengelalo lingkunganya lebih baik. Dan ternyata banyak sekali hal yang belum dipahami oleh khalayak ramai tentang ekologi dan bagaimana sikap hidup manusia yang dapat menjadi ramah lingkungan dan ekologis.

Saya diminta untuk menjadi moderator untuk sebelumnya memandu Angelina Sondakh (yang kemudian digantikan oleh Ridwan Effendy dari OREI) dan Galih Aji Prasongko dari Green Peace (26th).

Bersamaan dengan topik itu saya membacakan headline Media Indonesia (21/12) yang mengutip laporan bank dunia tentang kerugian yang diderita masyarakat Indonesia akibat buruknya sanitasi yang mencapai 56 triliun rupiah. Kerugian ekonomi ini antara lain dipicu oleh 89 juta kasus diare pertahun dan 23 ribu orang mati akibat diare tersebut. Saya ilustrasikan: bisa dibayangkan jika IPB mempunyai mahasiswa 20ribu orang semuanya mati, akibat diare? Ini akibat sanitasi dan higienitas lingkungan yang buruk. Laporan WSP-EAP tersebut menyimpulkan dampak kerugian lingkungan yang buruk mengakibatkan kerugian material berupa biaya kesahatan Rp29.512 miliar, biaya air 13.348 miliar, lingkungan 847 miliar, pariwisata 1.465 miliar dan kesejahteraan lain 10.770 miliar yang totalnya sejumlah 55.952 miliar.

Kalau sebuah laporan dibuat oleh Bank Dunia, anda boleh menebak, ujung-ujungnya bisa saran untuk memperbaiki sanitasi infrastruktur yang mendorong pada ‘loan’ yang harus ditanggung utangnya hingga anak dan cucu, karena Bank pasti ingin pemerintah pinjam lagi untuk memperbaiki sanitasi dan infrastruktur yang lebih baik. Maka sebaiknya peliharalah lingkungan kita sendiri. Dirikan wc sendiri, jangan cemari lingkungan yang mengakibatkan bau busuk karena anda membuang sampah sembarang tempat, sebab jika yang demikian kita lakukan, sama saja pada akhirnya ongkos lingkungan harus lebih mahal kita bayar. Air minum saja sekarang kita harus beli dan terkadang lebih mahal dari satu liter bensin harganya! Anda pilih mana? Kehausan atau tidak minum air bersih?

Masalah lingkunga semakin kompleks saja dan memerlukan perhatian semua orang untuk bersikap. Maka penyadaran melalui pekan ekologi yang diadakan oleh IPB ini sungguh positif dan penting diadakan.
Tabik!