Saturday, February 19, 2011

Ikan Gabus, Terancam Perubahan Iklim?

Siapa yang hobi memancing? Sewaktu saya kecil tahun 1970an, hidup di pinggiran belantara Kalimantan Tengah. Kerap di masa libur SD dan SMP adalah diisi dengan memancing. Libur puasa, adalah hari yang membosankan untuk terlalu lama menunggu beduk maghrib tanpa melakukan apa-apa. Setelah mengaji, perkerjaan lain adalah memancing, pergi ke danau atau di sela-sela pohon karet dan hutan rawa gambut yang biasanya dihuni oleh banyak sekali jenis-jenis ikan air tawar liar: tempela, gabus atau haruan, seluang, kipar, lele,dll.

Tradisi aneh anak anak bila memancing, adalah mencari umpan cacing,mencari alat pancing berupa 'tantaran' panjang dari pohon kayu atau bambu yang lurus, dan berburu belalang kecil di padang rumput, untuk mencari umpan pancingan. Harus dicatat juga, memancing ini tidak perlu bekal uang, 'Zero money permainan ini, lain sekali dengan anak saya yang sekarang lebih aneh, memancing ikan plastik di MALL dengan membayar 3 ribu sepuasnya!



Sayangnya, tidak semua jenis ikan air tawar mau makan kalau dipancing, ikan yang menyebalkan --tidak mau dikasih umpan dan tidak tertarik mematuk pancing-- itu adalah ikan jonjong, sejenis gabus berkepala panjang dan sepat. Jonjong kesulitan karena moncongnya seperti buaya kecil terletak diatas belalainya. Sedangkan sepat, mulutnya kecil, badanya pipih dan 'cuek' melihat makanan di pancing.

Sedangkan yang agressif adalah seluang, jenis kecil-kecil. Mulut kecilnya menkredit umpan kami secara keroyokan. Karena mata pancingnya besar, ikan ini tentu tidak bisa nyangkut, tapi sebal menghabiskan umpan.

Nah yang mendebarkan dan seru kalau makan umpan adalah Haruan, atau Gabus, orang Amrik bilang, ikan ini Snake Head, karena kepalanya bentuk seperti ular. Gabus, sangat aggressif apalagi musim hujan, ketika air melimpah, saat itulah dia manyak sekali mempunyai anak. Membawa kesana-kemari anaknya yang jumlahnya beribu-ribu, sehingga menimbulkan buih dimana-mana.

Pasti ada induknya!, disitulah kami menunggu berjam-jam dengan sabar. Meletakkan mata pancing. dan Menunggu Induknya 'mengugut' umpah kami.

"Dubb...", dag-dug, dagdug, dada akan berdebar kalau ikan ini memakan umpan.

Eit, biarkan dulu, beberapa detik baru di sentak. Ikan pun terkapar.

Terancam perubahan Iklim

Dua minggu lalu, nostalgia ini terulang kembali, ketika menghadiri seminar di IPB, ketika seorang mahasiswa S2 Perikanan, Karmon Kenanga Putra, yang meneliti Pertumbuhan Reproduksi Ikan Gabus (Channa strata), berkaitan dengan Hidrodinamika Rawa Banjir DAS Musi, Sumatera Selatan.

Kesimpulannya, siklus gabus yang memijah pada musim hujan dan mengalami penaikan pemijahan pada musim hujan. Dan pada danau yang produktif dan tidak tercemar, ikan lebih baik pertumbuhannya dan lebih besar. Sedangkan pada danau yang miskin, tidak demikian.

Ikan gabus pernah menjadi spesies ekspansip yang menghebohkan di AS karena sifatnya yang predator, sehingga menghebohkan lkalangan Amerika.

Ikan ini mempunyai sebaran luas, dari India, Burma, Thailand, Jawa,Sumatra, Kalimantan (terutaman Indonesia bagian barat)

Karena ketergantungan pada kondisi iklim dan banjir hujan inilah, Dr Mohammad Mukhlis Kamal, khawatir bahwa perubahan iklim turut dapat mengganggu siklus ikan gabus, yang kemudian akan mengakibatkan kepunahan. Ikan gabus, tidak bisa mengakomodasi tenggang reproduksi karena hujan yang cenderung sedikit, yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Pemijahan anak gabus menggunakan waktu beberapa bulan, sedangkan masa untuk hidup lebih lama dipengahuri oleh hujan yang lama.

Jadi ikan ini sangat tergantung dengan vegetasi hutan dan keadaan alam yang baik dan kualitas lingkungan yang baik, sehingga terjadi kestabilan reproduksi dan pemijahan. Bila siklusnya terganggu? siap-siap pemancing seperti Anda harus menggantung dulu.

Wallahu'alam,