Tiga puluh pesantren yang ada di sekitar Lampung datang hadir dalam acara sosialisasi Ecopesantren cluster Lampung (Jum’at,29/5). Eco Pesantren mengalami perkembangan yang menggembirakan. Sebagai salah satu juri saya diundang oleh Deputi VI Kementerian Lingkungan Hidupn (KLH) untuk memberikan materi tentang kemitraan dan membangun jejaring di Lampung, Sumatera Selatan. Satu hal yang penting adalah peran pesantren yang sangat strategis dalam pendidikan ummat sehingga diharapkan dengan program ecopesantren tumbuh inisiatif dan inovasi dari kalangan pesantren untuk mengembangkan diri menjadi pesantren yang ramah lingkungan.
Ada 15.000 pondok pesantren di Indonesia dengan jumlah murid sekitar 2 (versi EMIS 2001) dan 4 juta menurut Dirjen Depag terakhir 2008. Pesantren tetap menjadi daya dorong kuat pembangunan akhlak masyarakat dari bawah. Namun banyak pesantren yang dikelola secara sangat tertutup jauh dari management modern, pemiliknya individu bahkan ketika diminta rekening pesantren masih milik kiyai pengasuhnya.
Ecopesantren, menurut LH menghendaki pesantren dapat menjadi pendorong masyarakat agar ramah lingkungan. Agama menganjurkan hal itu, tapi memang harus dimulai dari pesantren. Telah ada pesantren pelopor yang patut dicontoh, misalnya Al Ittifaqiah Ciwidey yang mengelola pesantren dengan support pertanian organic, mengolah sampah untuk kompos kebunnya dan membuat biogas untuk santri memasak.
Menurut cerita, Wartim Sumana, kepala bidang Permukiman Masyarakat KLH, kemajuan pesantren ini dikarenakan kiyainya KH…membuka pintu pesantren untuk bekerjasama. Beliau berteman dengan seorang ahli dari sebuah universitas di Bandung, untuk memajukan dan belajar teknik pertanian dan peternakan yang baik, walaupun temannya itu adalah seorang yang beragama Nasrani. Sejauh yang tidak berkait dengan akidah hanya masalah duniawi (muamalah) hal ini tentu diperbolehkan.
Saya sendiri berharap, pesantren dapat berkembang sesuai dengan independensinya dan mempunyai inovasi yang luas di bidang lingkungan. Untuk itulah kemitraan dan saling relajar sangat penting dilakukan. Bukankah Rasulullah saw dalam mendapatkan pengetahuan bisa belajar dari mana saja. Nabi memerintahkan sahabat belajar dengan tawanan perang (yang beragama Nasrani) untuk mempelajari tulis menulis sebagai tebusan. Beliau juga mengirim sahabat-sahabatnya untuk belajar ilmu ketabiban (kedokteran) di negeri-negeri lain yang kala itu beragama Nasrani.
Wallahu ‘alam.