Saya tidak bermimpi sampai ke Afrika. Namun, tahun 2009, saya membaca buku--dan tidak selesai membacanya atas hadiah seorang teman di UK, tentang Khalifah Afrika yang menceritakan Perjuangan Syeikh Usman Dan Fodio yang menjadi pembaharu Islam di Sokoto, Nigeria. Beliau adalah ulama dan –teman di Kano manyebutnya "wali"-- dan berkontribusi membawa ajaran Islam di negeri ini.
Rupanya apa yang tidak menarik saya untuk membaca buku tersebut, kemudian mengajak saya kembali membaca buku tersebut.
Kano, merupakan salah satu Negara bagian di Nigeria dengan pemeluk Islam 89%, perjalanan panjang yang menjadikan bagian ini merupakan bagian dan dipimpin oleh Amir Kano, sekarang masih berfungsi sebagai pemimpin, layaknya seperti Sultan di Jogja.
Tergambar, Afrika yang gersang dan mempunyai vegetasi yang jauh berbeda dingan kawasan tropis Indonesia. Perbedaan tipical bangunan rumah, sangat mencolok jika dibandingkan dengan Asia atau Indonesia. Rumah-rumah kelihatannya dibangun agak massif, arsitektur kawasan Aridland yang khas. Tidak terlalu terbuka dan tidak banyak jendela. di Kano sepintas saya lihat semua rumah – bertembok tinggi. Temboknya lebih parah dari Jakarta. bisa samapi dua meter. Termasuk hotel yang saya tinggal, sangat eksklusif. Dijalan banyak peminta-minta. Tidak ada penjaja makanan, seperti di Jakarta. Tapi ada buah-buahan mirip korma, berwana kuning.
Banyak pria berbaju panjang dan menggunakan peci, anak-anak putri menggunakan kerudung. Di ujung permpatan jalan, ada tulisan subhanallah, mengatkan saya pada Aceh atau Cianjur.
Infra struktus disini masih seadanya, walaupun di tengah kota. Lampu lalu lintas masih dapat dihitung dengan jari. Pembangunan sangat lambat berjalan, mungkin selain sumber daya alam yang tidak banyak, juga masalah korupsi yang meraja lela. Teman saya Yahya Ahmed, mengatakan korupsi di Nigeria terjadi di semua lini, dari atas sampai bawah. Dan parahnya lagi, perekonomian Nigeria ternyata tidak menciptakan kelas menengah yang cukup banyak.
Kesenjangan terjadi, dan begitu terasa, kaya sekali dan miskin betul. Aku lihat dibalik tembok dibangun rumah-rumah super mewah sementara infra stuktur seperti jalan dan fasilitas pasar tidak memadai. Rakyat banyak meminta-minta di jalan. Mereka kurus dan kumal. Indeks transparansi internatonal menempatkan negeri ini pada angka 2,5 sementara Indoensia adalah 2,8, hanya beda dua digit dibelakang koma.
Peserta Workshop:Climate and FaithProject Islam and Conservation Workshop for Imams and Scholars, Kano
Indonesia dan Nigeria pada batas Merah (35% Negara dunia) terkorup.
Letak geografis Nigeri yang umumnya arid land dan sebagain habitatnya adalah savanna, khas Afrika. Perubahan iklim juga mengancam negeri ini, penggurunan bertambah luas dan menggerus laha-lahan produktif dimana penduduk tinggal. Masalah yang terjadi selain kemiskinan juga juga terbatasnya sumber alam. Hanya di bagian selatan Nigeria yang hidup makmur karena ada sumber ladang minyak di kawasan tersebut. 80 % GDP Nigeria adalah dari minyak, dan Negara ini masih merupakan member aktif OPEC karena produksi minyaknya yang stabil.
Markus, sopir yang menjemput saya di bandara Aminu Kano, di Kano bercerita sudah empat bulan tidak hujan. saya menyaksikan kekeringan dan debu beterbangan.
Konferensi Islamic Education
Kedatangan saya ke Kano karena diundang untuk berbicara dalam INTERNATIONAL CONFERENCE ON THE CONTRIBUTIONS OF THE ISLAMIC WORLD TO EDUCATION yang diadakan oleh Bayero University of Kano (BUK), saya datang atas nama dua organisasi sekaligus Dosen Universitas Nasional dan Staff Conservation International, diundang sebagai aktifis yang juga membagi pengalaman bagaimana mengembangkan Islamic Environmental Education in Indonesia. Selain itu Sidi Fazlun Khalid menyisipkan workshop yang difasilitasi oleh the British Council untuk Melatih Ulama di Kano tentang Etika Lingkungan dalam Islam.
Kano memang unik, orangnya ramah dan sejauh yang saya kenal juga cepat akrab seperti kita di Indonesia. Latar belakang Muslim di Kano yang ketat itulah membawa saya bersentuhan dengan ulama di Kano. Mereka ingin mendapatkan fasilitasi workhshop sebagaimana yang pernah dilakukan di Aceh tentang Islam dan Lingkungan. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Hausa dan Inggris. Beberapa mereka bisa berbahasa Arab dengan fasih, sehingga saya bisa menjajal bahasa Arab untuk berkomunikasi dengan ulama dan ustads tersebut , salah satunya adalah Shehu Muhammad Auwalu Barau, Imam masjid Jami Kano.
Sagat bersahabat dan interaktif, mereka pun cerdas-dan bersahaja seperti halnya ulama di Indonesia. Workshop dilakukan selama dua hari, diakhiri dengan pemutaran film success story implementasi Islamic Ethic for Environment di Misali, Pemba Kenya, yang menjadi icon keberhasilan penerapan pendekatan ajaran Islam terhadap lingkungan. Lihat berita BBC Misali Eco Islam.
Tabik!
Link Terkait: